• Kamis, 21 Agustus 2025

Sidang Putusan PHPU Pilpres, Saldi Isra : MK Bukan 'Keranjang Sampah' Semua Masalah Pemilu

Senin, 22 April 2024 - 11.32 WIB
309

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra menyatakan, jika MK bukan tempat sampah untuk menyelesaikan semua masalah Pemilihan Umum (Pemilu).

Hal tersebut disampaikan Saldi dalam sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres perkara nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dengan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebagai pemohon di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).

Saldi mengatakan, bahwa MK adalah lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum atau PHPU, sebagaimana termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

Sehingga kata dia, tidak tepat jika MK dijadikan sebagai tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah selama penyelenggaraan tahapan Pemilu.

"Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-hal lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagai 'keranjang sampah' untuk menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia," kata Saldi, dikutip dari Tempo.co.

Oleh karena itu kata dia, lembaga lain yang telah diberi kewenangan menyelesaikan Pemilu, seperti Bawaslu dan Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) harus melaksanakan kewenangannya secara optimal. 

"Demi menghasilkan Pemilu yang jujur dan adil serta berintegritas," tegasnya.

Sekedar diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak dalil pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang menuding Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan kecurangan pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.

Hal tersebut disampaikan hakim MK Enny Nurbainingsih saat membacakan pertimbangan putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan Anies-Muhaimin, Senin (22/4/2024). 

"Dalil pemohon mengenai Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemilu yang dllakukan pasangan calon nomor urut 2 dengan alasan kurang bukti materil adalah tidak beralasan menurut hukum," kata dia.

Mahkamah menilai, Bawaslu telah menindaklanjuti dugaan pelanggaran, misalnya terkait pencalonan Gibran yang dianggap tidak sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang salah satunya mengatur syarat usia calon presiden dan wakil presiden.

MK berpandangan, Bawaslu juga punya kewenangan untuk menentukan syarat formil dan materil agar laporan diregistrasi dan ditindaklanjuti sebagaimana diatur oleh UU Pemilu. "Mahkamah tidak menemukan bukti yang cukup meyakinkan bahwa Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan pasangan calon nomor urut 2," kata Enny.

Namun pihaknya menilai sebagian penanganan pelanggaran yang dilakukan Bawaslu terkesan formalistik dan harus diperbaiki oleh Bawaslu. Bawaslu harus mengubah aturan dasar terkait pengawasan pemilu, termasuk tata cara penindakannya, agar pengawasan Bawaslu lebih bermanfaat untuk mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan berintegirtas.

"Bawaslu harus masuk ke dalam subtansi laporan, atau temuan untuk membuktikan ada-tidaknya secara substansial telah terjadi pelanggaran pemilu, termasuk dalam hal ini pemlhan kepala daerah," pungkasnya (*)

Editor :