• Jumat, 10 Januari 2025

Nelayan Lamtim Tolak Pungutan PNBP 5 Persen, HNSI: Kalau Dipaksakan Akan Terjadi Konflik

Jumat, 15 Maret 2024 - 17.33 WIB
256

Sejumlah buruh nelayan baru saja menepikan kapalnya dan menimbang hasil tangkapannya di pesisir Muara Gadingmas, Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Jumat (15/3/2024) Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Nelayan Lampung Timur merasa gaduh dengan pungutan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 5 persen. Jika tidak memenuhi maka nelayan dengan kapal kapasitas 30 GT tidak akan mendapat Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

Pengurus nelayan di pesisir Muara Gadingmas, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Jafar saat ditemui Jumat (15/3/2024), mengaku dirinya tetap akan berlayar meskipun tidak mendapat SPB dari Syahbandar atau dari dinas Kelautan dan Perikanan.

Sebab untuk mendapatkan SPB persyaratannya cukup membebankan nelayan kecil yakni harus membayar PNBP sebesar 5 persen dari hasil tangkap ikan. Artinya jika nelayan mendapat tangkapan dengan nilai uang 10 juta, nelayan harus membayar 5 persen.

"Kasian nelayan dapat 10 juta, paling satu orang hanya kebagian 500 ribu karena harus dibagi-bagi modal logistik, bahan makan, BBM dan setoran kepada pemilik kapal. Masih dipotong lagi 5 persen sama pemerintah, ini kebijakan yang tidak berpihak kepada nelayan,” katanya.

Sementara itu, Pengurus Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lampung Timur, Andi Baso mengatakan dirinya mendapatkan pengaduan dari ratusan nelayan sudah beberapa hari ini, pengaduan dimaksud yaitu soal PNBP.

Dari 300 kapal yang ada semuanya menolak dengan kebijakan pemerintah yang akan diberlakukan tahun ini yakni PNBP sebesar 5 persen. Kata Andi kalau memang dikenakan PNBP maksimal 2 persen.

"Karena nelayan juga mengkalkulasi, menghitung hitung dan ternyata sangat memberatkan bagi mereka, sementara kontribusi pemerintah kepada nelayan tidak maksimal," kata Andi Baso.

Andi Baso menggambarkan kondisi pendangkalan pantai yang sudah puluhan tahun, kondisi jalan rusak dan sebagainnya seperti dibiarkan oleh pemerintah, apalagi dalam kondisi bahan pokok serba mahal tiba-tiba pemerintah mensosialisasikan akan meminta PNBP 5 persen.

"Kalau dipaksakan akan menjadi konflik besar apalagi sampai ada nelayan ditangkap karena tidak membayar PNBP atau tidak boleh berlayar karena tidak bayar PNBP," kata Andi lagi.

Lanjut Andi Baso, sebelum kebijakan itu diterapkan, agar pemerintah mencari solusi yang bisa diterima oleh nelayan, setidaknya angka persentase maksimal 2 persen. Jika tetap 5 persen banyak kapal dengan kapasitas 5 GT tidak akan memperpanjang surat kapal. (*)