• Jumat, 29 November 2024

Polisi Dikabarkan Tangkap Penganiaya Santri di Lamsel, Kapolres: Masih Pemeriksaan Pendalaman

Senin, 04 Maret 2024 - 14.34 WIB
168

Polisi Dikabarkan Tangkap Penganiaya Santri di Lamsel, Kapolres: Masih Pemeriksaan Pendalaman. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Lampung Selatan - Kepolisian Resor (Polres) Lampung Selatan (Lamsel) dikabarkan telah mengamankan terduga pelaku yang mengakibatkan santri Pondok Pesantren Miftahul Huda 606 di Desa Agom, Kecamatan Kalianda, Muhammad Fiqih meninggal dunia.

Dari salah seorang sumber menyampaikan kepada kupastuntas.co, kepolisian telah menangkap terduga pelaku meski tidak merinci berapa jumlah orang yang diamankan.

"Pelaku sudah diamankan," ungkap si sumber yang enggan disebutkan namanya kepada kupastuntas.co, Senin (4/3/2024).

Menurut si sumber, terduga pelaku melakukan pemukulan ke arah perut Muhammad Fiqih sebagai bentuk hukuman fisik.

"Motifnya korban di hukum fisik berupa pemukulan ke arah perut oleh pelatih silat PSHT yang juga sekaligus seniornya di pesantren," tutupnya.

Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Umi Fadilah Astutik menerangkan, peristiwa tersebut telah ditangani oleh Polres Lamsel.

"Sat Reskrim telah melaksanakan olah TKP dan memeriksa beberapa saksi dan terus melakukan penyelidikan lebih lanjut," ucap Kabid Humas.

Disinggung mengenai jumlah saksi yang sudah diperiksa kepolisian dan dugaan awal penyebab meninggalnya Muhammad Fiqih, Umi Fadilah mengatakan jika terdapat 2 orang. "Penyebabnya kita tunggu hasil otopsinya ya," tuturnya.

Umi Fadilah menyebutkan, mengenai penetapan calon tersangka yang mengakibatkan meninggalnya Muhammad Fiqih masih menunggu hasil penyelidikan polisi.

Sementara saat dikonfirmasi terkait penahanan terduga pelaku yang mengakibatkan meninggalnya Muhammad Fiqih, Kapolres Lamsel AKBP Yusriandi Yusrin tidak menbantah dan mengatakan jika saat ini masih pemeriksaan pendalaman.

"Mohon bersabar, kita masih harus melengkapi bukti-buktinya," ucapnya, saat dihubungi kupastuntas.co, Senin (4/3/2024) siang.

Yusriandi melanjutkan, perkara meninggalnya Muhammad Fiqih kini statusnya sudah dinaikkan ke penyidikan.

"Terkait siapa saja yang sudah diperiksa, sudah ada beberapa saksi baik dari Ponpes, pelatih dan peserta PSHT," terangnya.

Baca juga : Seorang Santri di Kalianda Diduga Dianiaya Hingga Tewas, Polisi Gelar Penyelidikan

Sebelumnya, Paman korban, Hadi Sujana mengatakan, saat mendapat kabar ihwal meninggalnya sang keponakan ia pun bergegas menuju RSUD Bob Bazar Kalianda pada Sabtu (2/3/2024), sekitar pukul 23.00 WIB.

"Ada bekas lebam pada perut almarhum," kata Hadi saat dikonfirmasi.

Hadi menyatakan, Muhammad Fiqih anak yang sehat, bahkan pada hari Jumat (1/3/2024) saat diantar oleh orang tuanya Asep Marwan ke pondok pesantren masih baik-baik saja.

"Penyakit nggak ada, sehat pokoknya," sambungnya.

Menurut cerita ayah korban yang masih adiknya sendiri, tidak ada firasat apa-apa sebelumnya kejadian nahas  yang menewaskan Muhammad Fiqih. Ia juga membantah jika almarhum mengikuti ujian kenaikan tingkat pencak silat.

"Almarhum lama tidak pulang lalu pulang kerumah karena kangen, lalu hari Jumat diantar orang tua ke pondok pesantren dan tidak ada pembicaraan terkait akan mengikuti ujian pencak silat," imbuhnya.

Hadi menceritakan, hari Minggu (3/3) ada perwakilan dari pondok pesantren berjumlah 2 orang menemui orang tua korban yakni Asep Marwan.

"Ya kami biasalah silaturahmi salaman. Menurut orang tuanya, dari pondok pesantren sudah datang berunding memberitahukan bahwa ini adalah musibah. Saya bilang bukan musibah, kalau musibah itu kecelakaan kan ini diantar ke pondok pesantren dalam kondisi sehat tau-tau kok seperti ini kan kita menduga ada hal-hal tidak baik makanya akhirnya kita mengambil kesimpulan kepolisian lah yang bisa menyelesaikan ini," urai Hadi.

Hadi menambahkan, menurut orang tuanya pembicaraan perwakilan pondok pesantren seolah-olah seperti menutupi kejadian yang mengakibatkan Muhammad Fiqih meninggal dunia.

"Begitu kita putuskan tidak ada damai tidak ada mau dibawa pulang pokoknya lanjutkan harus di autopsi, begitu sudah dijalankan autopsi Alhamdulillah pak pihak pesantren pergi semua," cetusnya.

Hadi juga menyayangkan, tidak ada perwakilan dari pondok pesantren yang hadir saat dilakukan prosesi pemakaman almarhum pada Minggu malam.

"Begitu almarhum dikuburkan dari mulai keberangkatan sampai penguburan tidak ada perwakilan pondok pesantren hadir. Justru itu yang kami sesalkan, seorang pendidik walaupun mungkin merasa takut atau seperti apa paling tidak ada perwakilan lah mengambil hati daripada orang tua yang sedang berduka kira-kira seperti itu," keluh Hadi.

Terkait kasusnya kini sudah ditangani oleh pihak kepolisian, Hadi menyampaikan harapan agar kasus tersebut bisa diselesaikan hingga tuntas.

"Tolonglah diselesaikan dengan baik apa yang kita harapkan dari keluarga, artinya jangan setengah-setengah lah beres seperti menyelesaikan masalah yang sudah-sudah seperti yang polisi lakukan. Terutama jangan sampai terulang ke orang lain ini sebagai contoh dan ini yang terakhir kali," pungkas Hadi.

Sementara, pemilik Pondok Pesantren Miftahul Huda 606 Ustadz Endang Ahmad Arief menyampaikan, peristiwa yang menyebabkan Muhammad Fiqih sampai meregang nyawa adalah musibah.

"Saya sih tidak mengawasi ya, namanya musibah," tuturnya.

Sepengetahuan Endang, almarhum sudah 4 tahun menimba ilmu di pondok pesantren yakni sejak duduk SMP hingga kelas 1 SMA. "Almarhum adalah anak yang baik, tiap pulang mengaji saya panggil untuk mengurut," ucap Endang. 

Endang mengaku, menyerahkan penyelesaian kasus tersebut sepenuhnya kepada pihak kepolisian, ia sendiri belum mengetahui seperti apa hasil pemeriksaan medis terhadap almarhum.

"Saya juga tidak tahu mana yang salah biar berjalan saja. Saya belum tau hasil visum dan autopsi seperti apa semua sudah saya serahkan kepada kepolisian," tegasnya.

Endang meminta, peristiwa meninggalnya santri pondok pesantren miliknya tak sampai berdampak pada penutupan pondok pesantren.

"Saya mohon jangan sampai pondok pesantren yang saya bangun 30 tahun karena kejadian ini dibubarkan," pintanya. (*)