• Senin, 18 November 2024

Bawaslu RI Temukan 11 Dugaan Pelanggaran Penggunaan Fasilitas Negara

Rabu, 28 Februari 2024 - 12.47 WIB
63

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menemukan 11 dugaan pelanggaran Pemilu berupa penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye peserta Pemilu, kampanye di tempat ibadah hingga tempat pendidikan.

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan fasilitas negara, rumah ibadah dan tempat pendidikan dilarang dijadikan tempat untuk berkampanye sesuai Pasal 521, Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu. 

Menurut Bagja, maka pelaku bisa dipidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak 24 Juta. 

"Ada 11 temuan atau laporan yang diduga melanggar Pasal 521 UU Pemilu," kata Bagja, dikutip dari Bisnis.com, Rabu (28/2/2024).

Pelanggaran paling banyak kedua yang ditemukan Bawaslu, menurut Bagja, yaitu pemalsuan dokumen Pemilu di beberapa wilayah di Indonesia. Terkait hal itu pelaku bisa dikenakan pidana terkait pemalsuan dokumen.

Para pelaku pemalsuan dokumen, bisa dijerat dengan Pasal 520 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 72 juta.

"Ada 8 temuan atau laporan yang diduga melanggar Pasal 520 Undang-Undang Pemilu," ujarnya. 

Bawaslu juga menemukan, pelanggaran Pemilu yang dilakukan kepala desa yang merugikan maupun menguntungkan pihak kontestan tertentu pada Pemilu 2024. 

Bagja menegaskan, kepala desa yang melanggar aturan Pemilu juga bisa dijerat dengan Pasal 490 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak 12 juta.

"Total ada tujuh temuan atau laporan diduga melanggar Pasal 490 Undang-Undang Pemilu," tuturnya.

Rahmat Bagja mengungkapkan, secara keseluruhan Bawaslu telah menerima 1.271 laporan dan 650 temuan dugaan pelanggaran selama tahapan pemilu 2024. Bagja mengatakan data tersebut terakumulasi hingga 26 Februari 2024 dan terbagi menjadi berbagai jenis pelanggaran.

"Dugaan pelanggaran administrasi, dugaan tindak pidana pemilu, dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, dan dugaan pelanggaran hukum lainnya," sebutnya.

Bagja mengatakan, bahwa sebanyak 482 laporan dan 541 temuan telah diregistrasi, sedangkan 104 temuan lainnya belum diregistrasi.

"Kemudian hasil penanganan pelanggaran, 479 pelanggaran, ada 324 bukan pelanggaran, 69 pelanggaran administrasi, 39 pelanggaran dugaan tindak pidana pemilu, dan 125 pelanggaran hukum lainnya," tutup Bagja.

Sementara itu, Anggota Bawaslu RI, Herwyn J. H. Malonda mengatakan, salah satu tren dugaan pelanggaran pidana pemilu adalah pelanggaran administrasi.

Herwyn mengatakan, pelanggaran administrasi yang terjadi, termasuk kampanye di luar masa kampanye, verifikasi faktual ke pusat partai politik, video media sosial, ataupun kode etik.

"Untuk tren pidana pemilu itu, pertama, dia terkait dengan pasal 521, kemudian 523 tentang politik uang, kemudian pasal 490, 491, 494, dan 493 (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum)," kata Herwyn.

Ia menjelaskan, tren dugaan pelanggaran pemilu meliputi pemalsuan dokumen pada masa kampanye atau menjelang hari pemungutan suara yang berkaitan dengan politik uang.

Adapun dua tren itu, kata dia, masih ditangani oleh Bawaslu ataupun pihak kepolisian dan kejaksaan.

"Kemudian tren yang lain itu, pertama, terkait dengan netralitas ASN. Kemudian juga tentang ketentuan Pasal 283 terkait dengan kepala daerah yang melanggar ketentuan Pasal 283 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7/2017," ujarnya.

Adapun temuan dan laporan yang diterima Bawaslu tersebut, belum termasuk dengan pelanggaran administrasi tentang penyebab pemungutan suara ulang di sejumlah daerah. (*)

Editor :