Pernyataan Sikap Gabungan Kampus di Lampung: Pudarnya Keteladanan Pemimpin dan Perilaku Politik yang Tidak Beretika

Para akademisi Lampung saat membacakan pernyataan sikap merespon kondisi terkini perpolitikan di Indonesia yang dianggap telah melenceng dari demokrasi, di di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Rabu (7/2/2024). Foto: Yudha/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung – Akademisi dari sejumlah kampus di Provinsi Lampung menyatakan sikap
terkait dengan iklim demokrasi Indonesia saat ini yang dianggap sudah melenceng dan tidak baik-baik saja, pernyataan itu disampaikan
lewat sebuah pertemuan yang dihelat di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Rabu
(7/2/2024).
Kampus yang menyatakan sikap itu terdiri dari Universitas Lampung (Unila), Universitas Tulang Bawang (UTB), Universitas Bandar Lampung (UBL), Universitas Saburai, Universitas Malahayati, Universitas Muhammadiyah Metro, Universitas Mitra Indonesia (Umitra). Tercatat dalam pernyataan sikap itu ada 41 akademisi yang ikut andil.
Pernyataan sikap itu diwakilkan oleh Prof. Ari Darmastuti, dimana ia mengatakan bahwa warga masyarakat secara bersama-sama harus menjaga iklim demokrasi, kepentingan bersama, persatuan, kesatuan bangsa dan negara, di atas kepentingan individu, kelompok, dan golongan.
"Situasi dan
kondisi terakhir telah menunjukkan gejala pudarnya keteladanan dan perilaku
politik yang tak memenuhi kaidah etika, sikap demokratis dan rasa
keadilan," tukasnya.
Oleh karena itu kata
Prof. Ari menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Keprihatinan atas
pelanggaran etika yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Sebuah sikap yang
tidak berdiri di atas kepentingan masyarakat dan bangsa;
2. Pelanggaran etika
tidak hanya mencoreng citra penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa, tetapi
juga merugikan dan bahkan meruntuhkan hak fundamental warga negara untuk
berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia
(luber) serta jujur dan adil (jurdil);
3. Pernyataan, sikap
dan tindakan yang merusak prinsip demokrasi dan mengancam pondasi
penyelenggaraan negara akan menimbulkan ketidakpercayaan mendalam dan
kehilangan legitimasi dalam penyelenggaraan dan hasil pemilihan umum yang
demokratis dan berkeadilan.
Prof Ari melanjutkan,
sebagai akademisi perguruan tinggi, secara nurani mereka terpanggil untuk
menyuarakan dan menyerukan;
1. Kebebasan
berpendapat wajib dihargai dan dijunjung tinggi sebagai amanat konstitusi,
sekaligus menghormati dan menghargai keragaman pilihan politik.
2. Perbedaan pilihan
dan preferensi dalam pemilihan umum, adalah sesuatu yang wajar dengan tidak
memberi tempat/ruang dan menolak kepada siapa saja yang melakukan kampanye
hitam, menyebarluaskan pesan yang tidak benar (hoaks) dan ujaran kebencian;
3. Mengoreksi pejabat
dan penyelenggara negara dan memastikan tidak terjadi lagi sikap dan perilaku
yang nyata-nyata sebagai pelanggaran etika, tidak demokratis, dan tidak
memenuhi rasa keadilan. Dengan demikian, dapat mengembalikan dan memulihkan
kepercayaan masyarakat pada proses demokrasi yang adil, jujur, dan bermartabat;
4. Mengingatkan kepada
presiden, menteri, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati,
walikota dan wakil walikota, penyelenggara negara lainnya, aparatur sipil
negara (ASN), dan kepala desa menjaga sikap benar-benar netral dalam pemilihan
umum untuk mewujudkan keadilan dan demokrasi di Indonesia. (*)
Berita Lainnya
-
Jadwal Kongres PDI Perjuangan di Tangan Megawati
Minggu, 01 Juni 2025 -
Paslon Nanda-Anton Menang Telak di PSU Pilkada Pesawaran 2025
Selasa, 27 Mei 2025 -
Quick Count Rakata: Data 100 Persen Masuk, Nanda–Antonius Menang dengan 58,22 Persen Suara
Sabtu, 24 Mei 2025 -
Nanda–Anton Unggul 58 Persen, PDI Perjuangan Optimis Menang di PSU Pilkada Pesawaran
Sabtu, 24 Mei 2025