• Sabtu, 27 Juli 2024

Ketua KPU Langgar Kode Etik Tetapkan Gibran Sebagai Cawapres, Feri Amsari: Harusnya Dipecat

Selasa, 06 Februari 2024 - 08.18 WIB
81

Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan Ketua majelis hakim DKPP, Heddy Lugito. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan anggotanya terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik karena menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) periode 2024-2029.

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua majelis hakim DKPP, Heddy Lugito pada persidangan yang disiarkan melalui YouTube DKKP, pada Senin (5/2/2024).

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu. Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu 1," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan, Senin (5/2/2024).

Heddy menyatakan, Hasyim Asy'ari terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara, masing-masing dengan Nomor: 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU yakni August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holid.

Mereka dinyatakan melanggar kode etik dan perilaku dalam perkara Nomor: 135-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.

Saat membacakan pertimbangan putusan itu, Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor: 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.

Sebab, lanjut dia,  akibat putusan MK tersebut berdampak terhadap syarat calon peserta pemilihan presiden sehingga KPU seharusnya segera mengubah Peraturan KPU (PKPU) sebagai pedoman teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024.

Sedangkan para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023 atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan. Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.

DKPP berpendapat, dalih para teradu tidak tepat dan terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.

Selain itu, DKPP mengatakan bahwa sikap para komisioner KPU dengan terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik usai putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga menyimpang dari PKPU.

"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.

Wiarsa mengatakan, tindakan ketua dan komisioner KPU tidak segera melakukan konsultasi kepada DPR dan Pemerintah untuk melakukan perubahan PKPU No. 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilu dan Capres-Cawapres merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan.

"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," jelasnya.

"Terlebih Peraturan KPU sebagai peraturan teknis sangat dibutuhkan untuk menjadi pedoman cara bekerjanya KPU dalam melakukan tindakan penerimaan pendaftaran bakal capres-cawapres pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo," sambungnya.

Ketua DKPP, Heddy Lugito menambahkan, putusan etik tersebut tak berkaitan dengan pencalonan yang telah berjalan. "Ini kan murni putusan etik, gak ada kaitannya dengan pencalonan. Gak ada," kata Heddy usai rapat bersama Komisi II DPR di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, menghormati putusan DKPP tersebut. Hasyim mulanya menjelaskan posisi KPU selalu menjadi pihak yang dilaporkan atas pelaksanaan tugasnya. Terkait pelaporan ke DKPP, Hasyim menekankan dirinya dan jajaran mengikuti proses persidangan yang digelar DKPP.

"Konstruksi di UU pemilu itu KPU itu posisinya selalu sebagai ter- ya. Terlapor, termohon, tergugat, dan teradu. Nah kalau di DKPP itu sebagai teradu. Nah karena saya sebagai teradu maka saya mengikuti proses-proses persidangan di DKPP ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan," kata Hasyim usai rapat bersama Komisi II DPR, Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Hasyim memahami kewenangan DKPP atas putusan yang dikeluarkan tersebut. Ia mengatakan enggan mengomentari apa yang telah menjadi putusan DKPP.

"Dan setelah itu kan kewenangan penuh dari majelis di DKPP untuk memutuskan apa pun itu sehingga dalam posisi itu saya tidak akan mengomentari putusan DKPP. Ketika dipanggil sidang kami juga sudah hadir, memberikan jawaban, memberikan keterangan, alat bukti dan argumentasi-argumentasi," kata Hasyim.

"Jadi apa pun putusannya ya sebagai pihak teradu kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut karena semua komentar catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat di jalan persidangan," lanjutnya.

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menegaskan bahwa putusan DKPP itu berkaitan dengan pribadi penyelenggara pemilu, dan tidak mempengaruhi putusan lembaga.

"Gak ada (putusan/rekomendasi DKPP yang berkaitan soal pencalonan Gibran), memang tidak ada, dan juga terkait dengan profesional penyelenggara," kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, usai rapat bersama Komisi II DPR, Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Bagja mengatakan, putusan DKPP juga tidak mempengaruhi keputusan KPU RI secara lembaga atas penetapan pencalonan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

"Putusan DKPP itu akan berkaitan dengan pribadi dari penyelenggara pemilu, jadi seharusnya tidak mempengaruhi putusan lembaga, ya. Proses yang telah dilakukan itu yang disalahkan penyelenggara atau KPU, jadi silahkan diterjemahkan sendiri," kata Bagja

Lebih lanjut, Bagja menjelaskan Bawaslu akan melakukan pengawasan atas putusan DKPP terhadap jajaran KPU itu. Ia mengatakan pihaknya akan memastikan KPU RI mengeluarkan surat teguran terhadap terlapor sebagaimana yang mengacu pada putusan DKPP.

"Bentuk pengawasannya itu adalah memastikan bahwa nanti ada surat, itu yang harus dibuat surat teguran kepada komisioner KPU," kata Bagja.

"Tapi yang buat (surat teguran) KPU loh, bukan Bawaslu. Kami hanya melaksanakan, mengawasi pelaksanaan putusan, apakah sudah dilaksanakan atau belum. Kami yang biasanya akan menyurati teman KPU, apakah terhadap putusan ini sudah terlaksana apa belum. Itu yang sanksinya. Proses perjalanan sanksi yang kemudian disampaikan kepada teman-teman di KPU. Demikian juga Bawaslu," lanjutnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan Ketua KPU Hasyim Asy'ari bisa dipecat sebagai Ketua KPU karena tiga kali melanggar kode etik.

"Kalau DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) kan penyelenggara yang dipermasalahkan. Jadi harusnya Hasyim dipecat, Dia sudah tiga kali kena sanksi berat peringatan terakhir," kata Feri.

Sekadar diketahui, Ketua KPU RI dan anggotanya diadukan Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor: 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Hasyim dan komisioner KPU didalilkan telah menerima pendaftaran Gibran sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023. Para pengadu menganggap itu tidak sesuai PKPU No. 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Sebab, para teradu belum merevisi atau mengubah peraturan terkait pasca adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 90/PUU-XXI/2023. Mereka menduga bahwa tindakan para Hasyim dan anggotanya membiarkan Gibran mengikuti tahapan pencalonan. "Telah jelas-jelas melanggar prinsip berkepastian hukum," ujar pengadu seperti dikutip keterangan tertulis DKPP. (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Selasa 6 Februari 2024 dengan judul “Ketua KPU Melanggar Kode Etik”