Ketua KPU Langgar Kode Etik Tetapkan Gibran Sebagai Cawapres, Feri Amsari: Harusnya Dipecat
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Ketua Komisi
Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan anggotanya terbukti bersalah
melakukan pelanggaran kode etik karena menetapkan Gibran Rakabuming Raka
sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) periode 2024-2029.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua majelis hakim DKPP, Heddy Lugito pada persidangan yang disiarkan melalui YouTube DKKP, pada Senin (5/2/2024).
"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu. Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu 1," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan, Senin (5/2/2024).
Heddy menyatakan,
Hasyim Asy'ari terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4
perkara, masing-masing dengan Nomor: 135-PKE-DKPP/XII/2023,
136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.
Selain itu, DKPP juga
menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU yakni August
Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan
Harahap, dan Idham Holid.
Mereka dinyatakan
melanggar kode etik dan perilaku dalam perkara Nomor: 135-PKE-DKPP/XII/2023,
137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.
Saat membacakan
pertimbangan putusan itu, Anggota DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi
mengatakan, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan DPR dan
pemerintah setelah Putusan MK Nomor: 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas
usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.
Sebab, lanjut dia,
akibat putusan MK tersebut berdampak terhadap syarat calon peserta
pemilihan presiden sehingga KPU seharusnya segera mengubah Peraturan KPU (PKPU)
sebagai pedoman teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024.
Sedangkan para teradu
baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023 atau 7 hari setelah
putusan MK diucapkan. Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih
baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.
DKPP berpendapat,
dalih para teradu tidak tepat dan terbantahkan karena dalam masa reses dapat
dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan
ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Selain itu, DKPP
mengatakan bahwa sikap para komisioner KPU dengan terlebih dulu menyurati
pimpinan partai politik usai putusan MK tentang syarat batas usia
capres-cawapres ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga
menyimpang dari PKPU.
"Para teradu
dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan
partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan
perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Cara
Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.
Wiarsa mengatakan,
tindakan ketua dan komisioner KPU tidak segera melakukan konsultasi kepada DPR
dan Pemerintah untuk melakukan perubahan PKPU No. 19 Tahun 2023 tentang
pencalonan peserta Pemilu dan Capres-Cawapres merupakan tindakan yang tidak dapat
dibenarkan.
"Para teradu
seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden
dan wakil presiden 2024 pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah
terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," jelasnya.
"Terlebih
Peraturan KPU sebagai peraturan teknis sangat dibutuhkan untuk menjadi pedoman
cara bekerjanya KPU dalam melakukan tindakan penerimaan pendaftaran bakal
capres-cawapres pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo," sambungnya.
Ketua DKPP, Heddy Lugito
menambahkan, putusan etik tersebut tak berkaitan dengan pencalonan yang telah
berjalan. "Ini kan murni putusan etik, gak ada kaitannya dengan
pencalonan. Gak ada," kata Heddy usai rapat bersama Komisi II DPR di
Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, menghormati putusan DKPP
tersebut. Hasyim mulanya menjelaskan posisi KPU selalu menjadi pihak yang
dilaporkan atas pelaksanaan tugasnya. Terkait pelaporan ke DKPP, Hasyim menekankan
dirinya dan jajaran mengikuti proses persidangan yang digelar DKPP.
"Konstruksi di UU pemilu itu KPU itu posisinya selalu sebagai ter- ya.
Terlapor, termohon, tergugat, dan teradu. Nah kalau di DKPP itu sebagai teradu.
Nah karena saya sebagai teradu maka saya mengikuti proses-proses persidangan di
DKPP ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban,
keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan," kata Hasyim
usai rapat bersama Komisi II DPR, Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta,
Senin (5/2/2024).
Hasyim memahami kewenangan DKPP atas putusan yang dikeluarkan tersebut. Ia
mengatakan enggan mengomentari apa yang telah menjadi putusan DKPP.
"Dan setelah itu kan kewenangan penuh dari majelis di DKPP untuk
memutuskan apa pun itu sehingga dalam posisi itu saya tidak akan mengomentari
putusan DKPP. Ketika dipanggil sidang kami juga sudah hadir, memberikan
jawaban, memberikan keterangan, alat bukti dan argumentasi-argumentasi,"
kata Hasyim.
"Jadi apa pun putusannya ya sebagai pihak teradu kami tidak akan komentar
terhadap putusan tersebut karena semua komentar catatan argumentasi sudah kami
sampaikan pada saat di jalan persidangan," lanjutnya.
Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menegaskan bahwa putusan DKPP itu berkaitan dengan
pribadi penyelenggara pemilu, dan tidak mempengaruhi putusan lembaga.
"Gak ada
(putusan/rekomendasi DKPP yang berkaitan soal pencalonan Gibran), memang tidak
ada, dan juga terkait dengan profesional penyelenggara," kata Ketua
Bawaslu RI, Rahmat Bagja, usai rapat bersama Komisi II DPR, Gedung MPR/DPR/DPD
RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Bagja mengatakan,
putusan DKPP juga tidak mempengaruhi keputusan KPU RI secara lembaga atas
penetapan pencalonan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka di Pilpres
2024.
"Putusan DKPP itu akan berkaitan dengan pribadi dari penyelenggara pemilu,
jadi seharusnya tidak mempengaruhi putusan lembaga, ya. Proses yang telah
dilakukan itu yang disalahkan penyelenggara atau KPU, jadi silahkan
diterjemahkan sendiri," kata Bagja
Lebih lanjut, Bagja menjelaskan Bawaslu akan melakukan pengawasan atas putusan
DKPP terhadap jajaran KPU itu. Ia mengatakan pihaknya akan memastikan KPU RI
mengeluarkan surat teguran terhadap terlapor sebagaimana yang mengacu pada
putusan DKPP.
"Bentuk pengawasannya itu adalah memastikan bahwa nanti ada surat, itu
yang harus dibuat surat teguran kepada komisioner KPU," kata Bagja.
"Tapi yang buat (surat teguran) KPU loh, bukan Bawaslu. Kami hanya
melaksanakan, mengawasi pelaksanaan putusan, apakah sudah dilaksanakan atau
belum. Kami yang biasanya akan menyurati teman KPU, apakah terhadap putusan ini
sudah terlaksana apa belum. Itu yang sanksinya. Proses perjalanan sanksi yang
kemudian disampaikan kepada teman-teman di KPU. Demikian juga Bawaslu,"
lanjutnya.
Direktur Pusat Studi
Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan Ketua KPU
Hasyim Asy'ari bisa dipecat sebagai Ketua KPU karena tiga kali melanggar kode
etik.
"Kalau DKPP
(Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) kan penyelenggara yang dipermasalahkan.
Jadi harusnya Hasyim dipecat, Dia sudah tiga kali kena sanksi berat peringatan
terakhir," kata Feri.
Sekadar diketahui, Ketua KPU RI dan
anggotanya diadukan Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor:
135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H.
Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor
141-PKE-DKPP/XII/2023).
Hasyim dan komisioner
KPU didalilkan telah menerima pendaftaran Gibran sebagai bakal calon wakil
presiden pada 25 Oktober 2023. Para pengadu menganggap itu tidak sesuai PKPU
No. 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden.
Sebab, para teradu
belum merevisi atau mengubah peraturan terkait pasca adanya putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor: 90/PUU-XXI/2023. Mereka menduga bahwa tindakan para Hasyim
dan anggotanya membiarkan Gibran mengikuti tahapan pencalonan. "Telah
jelas-jelas melanggar prinsip berkepastian hukum," ujar pengadu seperti
dikutip keterangan tertulis DKPP. (*)
Berita ini telah
terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Selasa 6 Februari 2024 dengan judul “Ketua KPU
Melanggar Kode Etik”
Berita Lainnya
-
Ketua Tim Ardjuno: Terimakasih Masyarakat Lampung yang Telah Memberi Sambutan Hangat Selama Kampanye Arinal-Sutono
Minggu, 24 November 2024 -
Ribuan Warga Padati Konser Panah Ardjuno di Raman Utara Lampung Timur, Sutono: Coblos yang Ada Blangkonnya
Minggu, 24 November 2024 -
Kampanye Terakhir di Lapangan Rejomulyo, Arinal Djunaidi Ajak Masyarakat Coblos Cagub dan Cabup Lamsel Nomor 1
Sabtu, 23 November 2024 -
Ribuan Warga Padati Kampanye Terakhir Arinal Djunaidi di Lapangan Rejomulyo Jati Agung Lampung Selatan
Sabtu, 23 November 2024