Dampak Covid-19, Sebanyak 74.556 IMK di Lampung Kesulitan Jalani Usaha

Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia memberikan dampak buruk bagi pelaku usaha industri mikro dan kecil (IMK) di Provinsi Lampung.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung mencatat pada tahun 2021 terdapat 74.556 usaha IMK mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya atau 88,73 persen dari total 84.024 usaha yang ada di Lampung.
“Bahkan usaha IMK yang mengalami kesulitan meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 73,23 persen. Sedangkan usaha yang menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha di tahun 2021 hanya sebesar 11,27 persen,” ujar Kepala BPS Provinsi Lampung, Atas Parlindungan Lubis melalui laporan profil industri mikro dan kecil Provinsi Lampung 2021, Selasa (30/1/2024).
Menurutnya, kesulitan yang dialami oleh usaha IMK pada umumnya tidak hanya satu jenis, melainkan satu usaha bisa mengalami kesulitan permodalan, bahan baku dan pemasaran sekaligus.
“Kesulitan yang paling banyak dirasakan oleh pengusaha adalah dalam hal permodalan, yaitu sebanyak 46.279 usaha IMK merasakan kesulitan tersebut,” ungkapnya.
“Kesulitan lain yang banyak dirasakan pengusaha adalah kesulitan pemasaran, yaitu sebesar 38.500 usaha dan kesulitan bahan baku sebesar 25.919 usaha,” imbuh dia.
Jika dilihat menurut kelompok industri, Atas mengungkapkan hampir seluruh usaha IMK yang menyatakan usahanya terdampak pandemi jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan yang tidak terdampak pandemi.
Hanya kelompok industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional yang persentase tidak terdampaknya lebih besar yaitu 80 persen dibandingkan yang terdampak, hal tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang lebih besar akan obat-obatan di era pandemi Covid-19.
Lebih lanjut dikatakan Atas, dilihat berdasarkan wilayah, lebih dari 80 persen usaha IMK di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Lampung mengalami kesulitan usaha.
Dimana usaha IMK di kabupaten Mesuji mengalami kesulitan terbanyak, yaitu sekitar 96,19 persen dengan jenis kesulitan yang paling banyak dialami adalah permodalan dan pemasaran.
Sedangkan Kabupaten Pesisir Barat menjadi daerah dengan persentase usaha IMK yang mengalami kesulitan paling sedikit, yaitu sekitar 83,80 persen.
“Kesulitan utama bahan baku adalah mahalnya harga yang hampir dirasakan di seluruh kabupaten/kota. Hanya di Kabupaten Tanggamus, Lampung Timur, Pesawaran dan Pringsewu yang menjadikan kelangkaan sebagai kesulitan utama dalam memperoleh bahan baku,” jelasnya.
Ia menyebut besarnya modal pada usaha IMK umumnya di bawah Rp1 miliar dan hanya didukung oleh aset seadanya.
Modal usaha IMK didominasi oleh modal yang sepenuhnya milik sendiri, yaitu sekitar 88,20 persen. Modal yang sepenuhnya berasal dari pihak lain hanya sebesar 1,10 persen, dan sisanya melakukan usaha dengan modal patungan/sebagian dari pihak lain yang sebesar 10,70 persen dari total usaha/perusahaan IMK.
Pinjaman usaha dari pihak lain yang digunakan sebagai modal untuk menjalankan usaha IMK terbanyak pertama berasal dari pinjaman bank sebesar 46,85 persen, berikutnya berasal dari pinjaman perorangan sebesar 33,49 persen.
Sisanya adalah pinjaman dari lembaga swasta (7,58 persen), pinjaman dari program pemerintah (5,89 persen), dari lembaga keuangan nonbank (3,47 persen), dan pinjaman koperasi (2,71 persen).
“Pinjaman usaha juga ada yang berasal dari program bantuan pemerintah yang memang diperuntukkan bagi industri mikro dan kecil, meskipun jumlah penerimanya terbilang masih sangat kecil,” tukasnya.
Hal demikian dikarenakan pelaku usaha masih kesulitan dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh usaha IMK.
Dengan begitu dalam menghadapi masa pandemi yang terjadi, pelaku usaha IMK menerapkan berbagai strategi guna mempertahankan keberlangsungan usahanya. Strategi yang paling banyak yang dilakukan adalah dengan cara menghentikan produksi (42,41 persen).
Strategi selanjutnya yang juga banyak diterapkan adalah mengurangi hari/jam kerja pegawai (35,15 persen) yang memungkinkan untuk mengurangi pengeluaran usaha.
Pengurangan pekerja juga menjadi salah satu strategi yang dilakukan, yaitu sekitar 10,55 persen usaha IMK sebagai upaya agar dapat terus bertahan dengan penjualan yang juga menurun.
“Selain itu, pemasaran secara daring (8,92 persen), pindah lapangan usaha (1,48 persen) dan berganti jenis produk (0,26 persen) merupakan berbagai strategi lainnya dari usaha IMK dalam menghadapi pandemi. Keputusan tidak melakukan strategi apapun dilakukan oleh 1,23 persen usaha IMK yang terdampak pandemi,” paparnya.
Ia menjelaskan, pengumpulan data melalui survei IMK Tahun 2021 (VIMK-21) dengan mengumpulkan dan menyajikan data tentang kegiatan usaha/perusahaan berskala mikro dan kecil yang rinci dan mutakhir.
VIMK-21 ini dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Lampung dengan jumlah blok sensus terpilih sebanyak 420 blok sensus dan mencakup 2.096 usaha/perusahaan mikro dan kecil.
Sasaran pencacahan meliputi usaha/perusahaan industri mikro dengan banyaknya tenaga kerja 1-4 orang dan industri kecil dengan tenaga kerja 5-19 orang termasuk pengusaha/pemilik. (*)
Berita Lainnya
-
Harga Singkong di Lampung Kini Hanya 1.100 per Kilogram, 5000 Petani Bakal Geruduk Kantor Gubernur
Senin, 05 Mei 2025 -
PLN Mendapat Apresiasi atas Respons Cepat Pulihkan Kelistrikan di Layanan Publik Bali
Minggu, 04 Mei 2025 -
Pelantikan Pengurus Parsibona Provinsi Lampung Periode 2025-2028, Jansen Sitorus: Langkah Nyata Menuju Organisasi yang Mendunia
Minggu, 04 Mei 2025 -
APBN di Lampung Triwulan I 2025 Defisit Rp5,21 Triliun, Turun 9,55 Persen Secara Tahunan
Minggu, 04 Mei 2025