Bak Rumah Hantu, Rumah Daswati Saksi Sejarah Berdirinya Provinsi Lampung Kian Memprihatinkan
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Keadaan Rumah Daswati salah
satu saksi sejarah berdirinya Provinsi Lampung, kini terlihat seperti
rumah-rumah di dalam film horor alias rumah hanti.
Rumah sarat sejarah itu kini sangat terbengkalai, keadaan bangunan yang sudah tidak kokoh lagi ditambah tertutupi oleh pohon-pohon rindang dengan akar yang menjuntai, membuat rumah tersebut mirip seperti rumah hantu.
Dari pantauan Kupastuntas.co, keadaan rumah yang berada di jalan Tulang Bawang No. 11 Enggal, Kota Bandar Lampung itu sangat memperihatinkan, sebab sebagai salah satu bukti sejarah, saharusnya rumah tersebut di rawat, namun kenyataannya saat ini rumah sejarah itu terbengkalai.
Dengan ditembok menggunakan balok beton, rumah tersebut tidak
tampak lagi dari pinggir jalan atau luar halaman tempat rumah itu berdiri, saat
mencoba memasuki halaman dalamnya, rasa takut menyelimuti langkah.
Pintu kayu yang sudah rapuh, rumput liar tumbuh diluar dan di
dalam rumah, sampah plastik bekas makanan dan minuman, atap yang sudah
runtuh, aroma yang tidak sedap akar
pohon yang menjuntai menyelimuti rumah menambah aura mistis yang sangat kental.
Sebagai bukti bahwa rumah tersebut betul-betul dianggap
sebagai rumah bersejarah di Lampung, yakni adanya usaha dari masyarakat serta
pemuda yang selalu mencari cara agar rumah tersebut bisa dirawat oleh
pemerintah, seperti yang disampaikan salah satu mahasiswa perguruan tinggi di
Lampung bernama Bemol.
Dihadapan Cawapres Nomor Urut 3 Mahfud MD dalam acara Tabrak
Prof di cafe Bento Kopi sukarame Bandar Lampung beberapa waktu lalu, dirinya
meminta kepada Mahfud MD, untuk menyelamatkan Rumah tersebut jika menang dan
menjadi Wakil Presiden 2024.
Menanggapi permintaan tersebut Mahfud MD mengatakan, dirinya
akan memprioritaskan penyelamatan Rumah Daswati yang dianggap sebagai saksi
bisu sejarah berdirinya Lampung.
"Ini menjadi salah satu catatan utama saya selama Tabrak
Prof di Lampung, yaitu Rumah Daswati yang merupakan bukti sejarah berdirinya
Provinsi Lampung," kata Mahfud.
Ditempat-tempat lain lanjut Mahfud, yang menjadi bukti
peninggalan sejarah, harus di rawat dengan baik
"Karena dari sejarah itu masyarakat bisa menggali
warisan-warisan bernilai dari para pendahulu bangsa, apa yang diperjuangkan
pendahulu kita, bisa dilihat dari peninggalan sejarahnya itu," lanjutnya.
Mahfud juga akan berencana untuk membangun museum-museum di
tingkat daerah sebab baginya hal itu merupakan bagian penting dari
keberlangsungan bangsa.
“Jadi nantinya kita akan membangun museum diberbagai daerah
karena itu sangat penting bagi keberlangsungan bangsa dan demi menjaga
keberlangsungan budaya luhur," pungkasnya.
Sejarah Dibalik Rumah 'Daswati' Lampung
Tidak banyak yang tahu bahwa rumah Daswati atau Rumah Daerah
Swatantra Tingkat I Lampung yang merupakan saksi sejarah luar biasa bagi
Lampung, karena merupakan salah satu saksi terbentuknya Provinsi Lampung.
Dikutip dari kompasiana, Dahulu Lampung bukanlah sebuah
provinsi melainkan karesidenan dari Provinsi Sumatera Selatan.
Kala itu, masyarakat Lampung merasa kesulitan dalam mengurusi
segala sesuatunya, baik dari segi pemerintahan maupun administrasi.
Segala yang ingin diputuskan harus disetujui pihak pusat yang
bertempat di Palembang. Bolak-balik Lampung-Palembang harus dirasakan
masyarakat Lampung saat itu.
Muncullah keinginan masyarakat, agar Lampung menjadi daerah
tingkat I (Provinsi). Para tetua adat, pemimpin-pemimpin daerah karesidenan,
tokoh-tokoh masyarakat Lampung dan tokoh-tokoh partai di Lampung tergerak
pikirannya untuk merealisasikan hal ini.
Sekitar 1962, berbagai upaya para pemimpin karesidenan
Lampung dalam memerdekakan diri dari Provinsi Sumatera Selatan terus dilakukan,
seperti salah satunya pembuatan petisi untuk Pemprov Sumatera Selatan. Namun,
berkali-kali juga tidak membuahkan hasil.
Hingga tanggal 28 Februari 1963, bertempat di rumah Radja
Sjah Alam diadakan rapat yang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat Lampung dan
tokoh-tokoh partai di Tanjung Karang, yang menghasilkan pembentukan Panitia
Perjuangan Daswati I Lampung.
Panitia ini, berjumlah 12 orang dari berbagai tokoh antara
lain Komarudin selaku penasehat, Radja Sjah Alam (PNI) selaku Ketua, Nasjir
Rachman (Murba) selaku sekretaris, Mustafa Sengaji (PBII) selaku bendahra, Hi.
Achmad Ibrahim (Kapt TNI AD) selaku penggagas, Achmad Zaini selaku penghubung
pemerintah Dati (Daerah Tingka t)I Sumatera Selatan dengan Pemerintah Pusat di
Jakarta, Basir Amin (Murba), Ubah Pandjaitan (Parkindo), Sabda Panjinagara
(Parkindo), M. Husni Gani (NU), M.A Pane (PKI) dan FX. G. Adi Warsito (Partai
Katolik).
Panitia ini mulai mengadakan rapat I (7 Maret 1963) di gedung
perjuangan 45. Rapat ini menghasilkan suatu pernyataan yang didukung oleh
masyarakat Lampung melalui para pemimpin partai dan tokoh masyarakat Lampung.
Secara sukarela, Ibrahim menjadikan rumahnya sebagai tempat
rapat bagi Panitia Perjuangan Daswati I Lampung. Dan akhirnya, rumah itu
ditetapkan sebagai kantor sekretariat Panitia Perjuangan Daswati I Lampung.
Setelah berkas-berkas yang diperlukan dirasa cukup, tanggal
18 Mei 1963 Panitia Perjuangan Daswati I Lampung menemui presiden RI, Ir.
Soekarno di Istana Bogor. Kurang lebih 1 jam, akhirnya presiden menyetujui
Lampung menjadi daerah Provinsi yang memiliki hak otonominya sendiri, dengan
syarat masyarakat Lampung memberikan bantuan dalam pembangunan jalan raya di
Sumatera.
Keluarnya SK Mendagri No. BK2/103/5-472 tanggal 14 Desember
1963 A.17/1313-3 tentang persetujuan pembentukan Daswati I Lampung, ini sangat
menggembirakan khususnya para pelaku sejarah.
Menindaklanjuti SK Mendagri, tanggal 8 Januari 1964 keluarlah
SK Gubernur atau KDH Sumatera Selatan No. L.5/1964 dalam pembentukan Tim
Asistensi yang bertugas membantu Gubernur/Kepala Daerah Sumatera Selatan
mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pemindahan
hak, tugas kewajiban serta kewenangan urusan pemerintah dari pemerintah
Sumatera Selatan kepada pemerintah daerah Lampung.
Pada 13 Februari 1964, keluarlah Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 3
Tahun 1964 tentang pembentukan daerah tingkat I Lampung dengan mengubah
UU No. 25 tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat I Sumatera Selatan.
Namun, Lampung belum bisa melaksanakan pemerintahan yang
otonom karena belum memenuhi persyaratan. Yaitu belum adanya kepala daerah,
belum dilakukannya serah terima Pemerintahan dari Pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan kepada Provinsi Lampung serta PERPPU yang masih bersifat sementara
karena belum disejui Dewan Perwakilan Rakyat.
Akhirnya, momen bersejarah Lampung datang jua. Pada 18 Maret
1964 diselenggarakan upacara serah terima pemerintahan dari Provinsi Sumatera
Selatan kepada Provinsi Lampung.
Pelantikan Kusno Dhanupojo sebagai Gubernur Lampung I juga
dilakukan di hari yang sama. Eny Karim selaku Menteri Dalam Negeri saat itu,
turut menjadi saksi peristiwa besar bagi Lampung. (*)
Berita Lainnya
-
Hamartoni Ahadis Prioritaskan Penyelesaian Masalah Kesehatan dan Pendidikan di Lampura
Sabtu, 18 Januari 2025 -
Acara Mimbar Demokrasi Berlangsung Sukses, Sutono: PDI Perjuangan Kawal Demokrasi Sejak Orde Baru
Sabtu, 18 Januari 2025 -
PDI Perjuangan Lampung Gelar Mimbar Demokrasi Peringati HUT ke-52
Sabtu, 18 Januari 2025 -
Banjir di Lampung, Pakar Itera Tekankan Pentingnya Mitigasi Berbasis Data dan Pengelolaan Tata Ruang yang Bijak
Sabtu, 18 Januari 2025