Ratusan Warga Kembali Geruduk Kantor DPRD Lampung, Ini Tuntutannya

Ratusan masyarakat yang berasal dari Desa Sri Pendowo Kabupaten Lampung Timur serta petani penggarap lahan Kota Baru Kabupaten Lampung Selatan mendatangi kantor DPRD Provinsi Lampung, Rabu (10/1/2024). Foto: Ria/kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ratusan masyarakat yang berasal dari Desa Sri Pendowo Kabupaten Lampung Timur serta petani penggarap lahan Kota Baru Kabupaten Lampung Selatan mendatangi kantor DPRD Provinsi Lampung, Rabu (10/1/2024).
Koordinator aksi dari Desa Sri Pendowo, Suparjo mengatakan, tuntutan yang disampaikan masyarakat pada aksi unjuk rasa kali ini ialah meminta kepada pemerintah untuk mencabut sertifikat yang telah diterbitkan diatas lahan yang telah mereka garap.
"Kalau tuntutan kami sederhana, jadi sertifikat yang sudah di terbitkan di lahan kami bukan atas nama penggarap itu di batalkan oleh pihak yang menerbitkan tentunya dalam hal ini BPN," kata Suparjo saat dimintai keterangan.
Menurutnya, jika memang betul lahan tersebut telah dikeluarkan dari kawasan hutan maka para petani berharap agar pemerintah dapat menerbitkan sertifikat atas nama penggarap yang sudah mengurus tanah tersebut sejak puluhan tahun silam.
"Kalau memang betul lahan itu sudah dibebaskan dari kawasan hutan tentunya kami mengharapkan kami ingin sertifikat itu atas nama penggarap. Lahan itu dulunya eks register 38 dan 90 persen digarap oleh warga Sri Pendowo," paparnya.
Menurutnya, lahan seluas 401 hektare tersebut dulunya adalah kawasan hutan dan pada tahun 1991 sudah diberikan diganti rugi oleh pemerintah dan masyarakat dipindah ke Mesuji.
"Kalau kami itu menggarap sudah sejak tahun 1964 jadi turun menurun dan tidak mutus menggarap. Masyarakat disana tahunya itu adalah lahan register jadi tidak ada surat. Tapi kami kaget kok bisa dimunculkan sertifikat atas nama bukan penggarap," jelasnya.
Sementara itu perwakilan petani penggarap lahan Kota Baru, Maryono mengatakan, jika tuntutan yang disampaikan oleh para penggarap ialah meminta kepada Pemprov Lampung untuk meniadakan biaya sewa lahan.
"Dari tahun 2014 kami diizinkan secara lisan untuk menanam palawija disana. Tapi sekarang timbul pernyataan sewa dan ini kami tolak karena dulu diberikan kesempatan di garap," kata Maryono.
Menurutnya, dulu masyarakat diberikan kesempatan untuk menyewa lahan di Kota Baru hingga lahan tersebut dilanjutkan untuk dijadikan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Lampung.
"Sekarang itu gedung nya mangkrak dan kami diintimidasi suruh bayar sewa. Dulu kami dijanjikan untuk audiensi dengan komisi I, BPK dan KPK tapi tidak terlaksana dan ternyata tidak ada realisasi sampai sekarang," jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, ia menjelaskan, jika saat ini kondisi gedung perkantoran yang berada di Kota Baru sudah sangat mengkhawatirkan dan banyak yang mangkrengan dan tidak terawat.
"Saat ini kondisi Kota Baru keadaannya sangat kritis dan bangunan nya mangkrak. Padahal itu uang rakyat dan itu adalah ruang hidup petani untuk lahan garapan," jelasnya.
Hingga berita ini diturunkan para petani masih menggelar aksi unjuk rasa dan dijadwalkan akan menggelar audiensi dengan DPRD Lampung dan Pemprov Lampung. (*)
Berita Lainnya
-
2 Mahasiswa dan 1 Alumni UIN RIL Terpilih Jadi Calon Dai Muda Nasional
Selasa, 19 Agustus 2025 -
Universitas Teknokrat Indonesia Perluas Kerja Sama Internasional dan Nasional di Rakernas 3 AFEBSI 2025
Selasa, 19 Agustus 2025 -
Dukung Perayaan Kemerdekaan, PLN Pastikan Keandalan Pasokan Listrik di Agenda Kenegaraan HUT ke-80 RI di Provinsi Lampung
Selasa, 19 Agustus 2025 -
Dirgahayu ke-80 RI, Gubernur: Isi Kemerdekaan dengan Kerja Nyata, Inovasi dan Kolaborasi
Selasa, 19 Agustus 2025