• Senin, 28 April 2025

BPN Lampung Kumpulkan Data Fisik Dan Yuridis Tangani Tuntutan Warga Lampung Timur

Kamis, 30 November 2023 - 14.12 WIB
166

Suasana aksi unjuk rasa dihalaman kantor BPN Provinsi Lampung, Kamis (30/11/2023). Foto: Ria/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ratusan masyarakat yang berasal dari delapan desa yang ada di Kabupaten Lampung Timur menggeruduk kantor BPN Povinsi Lampung, Kamis (30/11/2023). 

Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan untuk meminta kepastian kepada BPN Provinsi Lampung lantaran lahan yang sudah mereka garap sejak puluhan tahun lalu diterbitkan sertifikat atas nama perseorangan.

Menyikapi hal tersebut, Kanwil BPN Provinsi Lampung akan melakukan penanganan secara persuasif dan melakukan mediasi dengan masyarakat guna menemukan titik terang dalam penyelesaian kasus.

"Kami sesuai kewenangan, kami akan tangani secara persuasif dan mediasi. Mudah-mudahan ada titik temu terhadap persoalan ini," kata Kabid Seangkatan Kanwil BPN Lampung, Yustin Iskandar Muda saat dimintai keterangan.

Ia mengatakan, jika pihaknya akan mengumpulkan semua data fisik dan juga yuridis yang nantinya akan dilakukan kroscek dengan komplain yang disampaikan oleh warga Lampung Timur.

"Pasti akan kita kumpulkan semua data fisik dan yuridis nya. Nanti kita akan kroscek juga dengan komplain warga atau penggarap dimana posisi tanah nya dan juga sertifikat yang sudah kita terbitkan," sambungnya.

Ia menuturkan, jika dengan dikumpulkannya data fisik dan yuridis tersebut pihaknya akan melakukan penguraian dengan harapan persoalan tersebut dapat diselesaikan.

"Tentu akan kita urai semua dan semoga saja dengan pengumpulan secara komprehensif kita kumpulan data fisik dan yuridis nanti bisa kita selesai kan persoalan nya," tuturnya.

Ia mengatakan, jika berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kanwil BPN Lampung Timur status tanah yang dipersoalkan warga merupakan lahan register.

"Status tanahnya yang kami dapat itu register, tapi kami belum dapat informasi khusus dari kantor pertahanan Lampung Timur," ungkapnya.

Menurutnya, lahan register tersebut dapat diterbitkan sertifikat tanahnya jika sudah dikeluarkan dari kawasan hutan.

"Sepanjang sudah dikeluarkan dari kawasan hutan bisa diterbitkan sertifikat. Nanti kita kroscek karena penerbitan nya 2021. Kita belum dapat informasi itu, karena itu pekerjaan dikantor pertanahan Lampung Timur," paparnya.

Pada kesempatan tersebut, ia juga mengatakan jika tidak menutup kemungkinan pihaknya akan membentuk tim guna menyelesaikan persoalan tersebut.

"Nanti kita lihat, kalau nanti skala nya sudah serius kita akan bentuk tim," tutupnya.

Seperti diketahui warga dari delapan desa tersebut telah menggarap lahan seluas 401 hektare tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1968 secara turun temurun sampai dengan saat ini. 

Kemudian pada tahun 2021 terbitlah sertifikat atas nama orang lain tanpa sepengetahuan masyarakat penggarap. 

Sementara itu, masyarakat tidak pernah merasa mengalihkan lahan terebut kepada orang lain, baik sewa menyewa maupun melakukan jual beli.

Masyarakat paham bahwa tanah yang mereka garap merupakan wilayah kehutanan Register 38 Gunung Balak. Bahkan masyarakat tidak pernah mengetahui dan melihat adanya aktifitas pengukuran yang dilakukan oleh BPN Kabupaten Lampung Timur.

Masyarakat penggarap baru mengetahui lahan tersebut telah terbit sertifikat pada tahun 2021 ketika ada seseorang yang tidak dikenal datang membawa bukti SHM dan meminta penggarap untuk membayar SHM tersebut. 

Sebelumnya masyarakat mengira lahan yang mereka garap masuk kedalam kawasan hutan Register 38 Gunung Balak, sehingga masyarakat tidak berupaya atau tidak pernah melakukan pengurusan secara administratif dengan melakukan pendaftaran tanah ke Kantor BPN Lampung Timur. 

Lebih dari 264 kepala keluarga (KK) menjadi korban yang terdiri dari 8 desa yang menggarap di lahan tersebut. Bahwa yang menjadi mayoritas penggarap berasal dari Desa Sripendowo.

Masyarakat penggarap juga kerap kali didatangi oleh oknum-oknum yang mencari lahan dengan menunjukan kepemilikan SHM yang terbit pada tahun 2021. 

Selain dari pada itu masyarakat juga menerima intimidasi dengan bentuk dipaksa untuk membayar sertifikat dengan nominal uang sebesar Rp. 150.000.000 hingga Rp. 200.000.000 sesuai dengan luas lahan yang digarap. 

Jika enggan membayar masyarakat penggarap diancam akan dilaporkan ke Pihak kepolisian atas penyerobotan lahan. (*)

Editor :