Ada Kepala Daerah Bagi-bagi Sembako Jelang Pemilu, Pengamat: Lumrah, untuk Menaikkan Elektoral

Pengamat politik FISIP Universitas Lampung (Unila) Darmawan Purba. Foto: Yudha/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Jelang masa kampanye pemilu
2024, sejumlah kepala daerah kerap memberikan bantuan atau sembako kepada
masyarakat. Salah satunya adalah Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana baru-baru
ini.
Kupastuntas.co mencatat, istri Ketua DPW NasDem ini sepanjang tahun 2023 telah memberangkatkan sebanyak 1.210 orang pergi umrah ke tanah suci. Dengan rincian 500 orang diberangkatkan pada awal tahun, dan sebanyak 710 diakhir tahun 2023 atau bertepatan dengan masa kampanye pemilu 2024.
Dimintai tanggapan atas perkara itu, pengamat politik dari
FISIP Universitas Lampung (Unila) Darmawan Purba mengatakan, bahwa memang telah
menjadi lumrah Kepala Daerah memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat.
Harapannya dengan bantuan tersebut bukan hanya memberikan
efek kebermanfaatan kepada masyarakat, namun juga memberikan dampak dalam hal
elektoral Kepala Daerah tersebut.
"Kalau politisi itu, pasti dari setiap kebijakan yang
dipilih harus ada dampak elektoralnya, sepanjang kegiatan itu tidak melanggar
aturan," ungkapnya saat dimintai keterangan, Kamis, (23/11/2023).
"Apabila kemudian ada kelompok masyarakat yang menerima
dampak, serta anggaran pemerintah daerah memadai, dan melalui prosedur legal
formal ini bicara pilihan janji Kepala Daerah. Dari setiap kebijakan politik
yang dipilih dan di implimentasikan pasti bukan hanya memiliki dampak secara
ekonomi saja, tetapi juga harus ada dampak secara politik," tambahnya.
Menurutnya, Kepala Daerah yang memberikan sumbangan kepada
masyarakat adalah bagian dari fungsi social pemerintah, memberikan bantuan
kepada yang kurang mampu.
"Saya melihat hampir setiap Kepala Daerah itu biasa
membagikan bantuan kepada masyarakatnya. Pertanyaannya apakah bantuan itu
bagian dari program kerja yang dijanjikan kepada masyarakat? sepanjang iya ini
bagian dari fungsi sosial pemimpin kepada masyarakat. Hampir semua begitu, bisa
dimaklumi," tandasnya.
Disinggung soal kemungkinan ada kampanye diluar dari jadwal
28 November hingga 10 Februari yang ditetapkan oleh Peraturan Komisi Pemilihan
Umum (PKPU) 15 tentang kampanye, ia mengatakan bahwa itu adalah permasalahan
yang kompleks.
"Ya itu memang akan rumit sekali antara kandidat dalam
melakukan sosialisasi atau kampanye secara bersama-sama, maka hal yang paling
mungkin dilakukan adalah edukasi kepada masyarakat untuk mengawasi
pemilu," tandasnya.
Berbicara mengenai politik market kata Dosen Ilmu Pemerintahan
Unila itu, aktivitas yang kompleks itu membutuhkam perhatian yang besar,
misalnya pemerintah daerah harus memfungsikan perangkatnya apakah ada kampanye
yang melanggar aturan atau tidak untuk bisa ditertibkan.
"Artinya, tidak hanya berbicara mengenai KPU dan Bawaslu
dalam bekerja tetapi pemerintah daerah dengan regulasi yang ada bisa
difungsikan," tandasnya.
Demokrasi itu kata dia, apabila tidak ada supermasi hukum
yang baik maka akan menimbulkan kegaduhan.
"Demokrasi itu, kalau gak ada supremasi hukum bagaikan
mobil tanpa knalpot berisik, kalau ada yang melanggar aturan kampanye dan
ditindak diberikan sanksi itukan memberikan efek, kuncinya itu adalah penegakan
hukum," tutupnya. (*)
Berita Lainnya
-
Pengamat: Kalau Tidak Ada Pengawasan dan Regulasi Ketat, Dana Hibah Bawaslu Rawan Penyimpangan
Kamis, 24 April 2025 -
Bawaslu Daerah Diminta Siap Terima Laporan Usai PSU
Senin, 21 April 2025 -
PAW Dua Anggota DPRD Lampung Dijadwalkan 21 April 2025
Senin, 14 April 2025 -
Raden Faiq Bakal Gugat Bawaslu dan KPU Pesawaran ke DKPP
Jumat, 11 April 2025