• Sabtu, 27 Juli 2024

Bivitri Susanti: Intelektual Diam Pertanda Demokrasi Kita Dalam Bahaya

Selasa, 14 November 2023 - 19.17 WIB
66

Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, , saat berbicara dalam diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023). Foto: Istimewa.

Kupastuntas.co, Jakarta - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengungkapkan, kompas moral sedang diuji dan demokrasi harus diselamatkan dengan bersuara.

"Saya terganggu banyak orang pintar khususnya orang hukum tapi masih bisa diam saja melihat ada yang salah luar biasa dalam penyelenggaraan negara belakangan ini. Apapun alasannya," kata Bivitri, saat berbicara di diskusi 'Menyelamatkan Demokrasi Dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik' di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Dia menilai ada yang gamang dan punya kekuatiran mau apa jelang Pemilu mendatang. Bivitri meminta agar sebaiknya merenung sejenak dan jangan kuatir dicap mendukung salah satu pasangan hanya karena membuka keburukan salah satu pasangan calon.

"Kita semua take our time jangan buru-buru bertanya saya pilih siapa. Wajar dalam demokrasi punya pilihan dan jangan kuatir dicap kalau bicara keburukan satu pasangan logikanya mengendorse yang lain. Logika elektoral ini yang kita harus hati-hati pendekatannya. Logika moral dulu," ungkap Bivitri.

"Nanti, sapapun yang dipilih terserah. Mau memilih atau tidak juga hak kita. Tapi dari pagi-pagi ini punya kekuatiran bersikap karena tidak mau dicap salah satu pendukng calon, ini demokasi kita bahaya," tambahnya.

Baca juga : Guru Besar IPB Rokhmin Dahuri: Ada yang Janji Netral di Hadapan Bakal Capres, Tetapi Diingkari

Dia meminta semua pihak untuk berani menggunakan kompas moral bahwa yang salah itu salah, yang benar itu benar. 

"Logika elektoral itu nanti dulu. Dikantongi sampai 14 Februari 2024. Pegangan kita adalah kompas moral kita. Kok bisa ada intelektual melihat suatu kesalahan tapi diam saja. Ini pertanda bahwa demokrasi kita bahaya," lanjut Bivitri.

Oleh karena itu, Bivitri mengajak agar untuk menyelamatkan demokrasi dengan bersuara.

"Mari kita mulai bapak ibu sekalian menyelamatkan demokrasi ini dengan cara pertama-tama Kita bersuara dulu, jangan kuatir untuk di kelompok-kelompokkan. Biarlah kalau dikelompokkan biar kita sendiri yang tahu nanti 14 Februari memilih apa tidak, dan kalau memilih memilih siapa," terangnya.

"Jangan kuatir dan cemas dulu soal itu, karena yang kita hadapi sekarang ini bukan soal 14 Februari. Yang kita hadapi sekarang adalah masa depan demokrasi Indoensia," pungkasnya. (*)