Presiden Tetapkan K.H Ahmad Hanafiah Sebagai Pahlawan Nasional, Berikut Profilnya

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Presiden Joko Widodo telah menyetujui dan menetapkan beberapa tokoh Calon Pahlawan Nasional untuk dianugerahkan Gelar Pahlawan Nasional.
Berdasarkan surat dengan Nomor : R-og /KSN/SM/GT.02.00/11/2023, terdapat enam nama calon penerima usulan yang sudah ditetapkan dalam Keppres untuk dianugerahkan Gelar Pahlawan Nasional.
Diantaranya ialah Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dari Sulawesi Utara, M. Tabrani dari Jawa Timur, Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah, K.H. Abdul Chalim dari Jawa Barat dan K.H. Ahmad Hanafiah dari Lampung.
Dalam surat yang diterima oleh kupastuntas.co, penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional akan diselenggarakan pada hari, Jumat 10 November 2023 di Istana Negara.
Dikutip dari tulisan Ketua Prodi Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab UIN Raden Intan Lampung, KH Ahmad Hanafiah dilahirkan di Sukadana Lampung Timur pada tahun 1905 dengan nama Ahmad Hanafiah.
Semasa hidupnya, beliau pernah mengenyam pendidikan di Sukadana. Selain belajar agama Islam kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar di sejumlah pondok pesantren di luar negeri, seperti di Malaysia, Makkah dan Madinah.
Di Malaysia, Kiai Hanafiah bergelut dengan dunia tarekat Qadiriyah, antara tahun 1925-1930 dan tarekat Syattariyah sekitar tahun 1930-an. Kemudian dilanjutkan menuntut ilmu ke Makkah pada tahun 1930-1936.
Setelah selesai dari pengembaraannya mencari ilmu, Kiai Hanafiah mulai berkiprah di Lampung, sebagai seorang birokrat.
Tidak tanggung-tanggung, beliau dipercaya sebagai Kepala Kawedanaan Sukadana di Lampung Timur pada tahun 1945-1946, serta Wakil Kepala merangkap Kepala Bagian Islam pada Kantor Jawatan Agama (dulu Departemen Agama atau kini Kementerian Agama RI) untuk Karesidenan Lampung, pada 1947, di Tanjung Karang, Bandar Lampung.
Pada awal abad 20 M, KH Ahmad Hanafiah layak untuk disebut sebagai salah satu tokoh yang telah ikut serta mempertahankan supremasi intelektualisme Islam Nusantara di daerah Lampung hingga penghujung millenium yang lalu.
Saat terjadinya Perang Dunia II, Belanda tidak dapat mempertahankan Indonesia. Nusantara pun jatuh ke tangan Jepang.
Pada masa pendudukan Dai Nippon di Tanah Air, Kiai Ahmad diangkat menjadi anggota Sa-ingkai atau semacam anggota dewan daerah di Karesidenan Lampung.
Dari sinilah bermula kiprahnya dalam dunia perpolitikan. Pada akhirnya, semangat jihad terus mendorongnya untuk berjuang dalam membebaskan Indonesia.
Selain sebagai sosok intelektual Muslim dengan beberapa karya dan kiprahnya, KH Ahmad Hanafiah juga merupakan sosok yang sangat kental dengan genderang Jihad di bumi Lampung.
Berbeda dari kiprahnya sebagai intelektual Islam yang belum begitu banyak tergali, justru kita banyak menemukan data yang memberikan kesaksian bahwa KH Ahmad Hanafiah merupakan tokoh pergerakan dan aktivis komando Jihad Fi Sabilillah di bumi Ruwa Jurai ini.
Kiprahnya yang paling nyata yakni perjuangan melawan agresi Belanda dari Palembang ke Lampung, yang dikenal sebagai Front Batu Raja dan Front Pertempuran Kemarung.
Ketika Belanda kembali ke Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan, sebagai bagian dari pemerintah, Kiai Ahmad mempunyai kewajiban mempertahankan kemerdekaan.
Kala itu, seluruh elemen bangsa berupaya menjaga kedaulatan negeri. KH Ahmad Hanafiah mengkordinir para pejuang Laskah Hizbullah dari berbagai wilayah di Lampung dan memimpin perang gerilya melawan Belanda pada Agresi Militer I tahun 1947 (AH. Nasution, 1994).
Ketika Agresi Militer I terjadi pada 1947, Belanda melancarkan serangan serentak di sejumlah titik strategis, terutama di Sumatera Selatan.
Saat itu, Belanda juga mulai menyerang Lampung, yang menjadi bagian inti Karesidenan Sumatera Selatan melalui jalur darat dari Palembang. Agresi militer Belanda memicu perlawanan laskar rakyat.
Mereka bersama dengan TNI menggempur kekuatan Belanda dalam pertempuran di Kemarung (daerah di area hutan belukar yang terletak dekat Baturaja arah Martapura, Sumatera Selatan).
Di sinilah terjadi pertempuran hebat antara laskar rakyat yang tergabung dalam barisan Hizbullah dan Sabilillah yang bersenjatakan golok melawan Belanda. Maka pasukan ini juga disebut sebagai laskar golok.
Namun karena kalah teknologi senjata perang, anggota laskar banyak yang gugur dan tertawan, termasuk Kiai Ahmad sendiri yang ditangkap hidup-hidup.
Karena Kiai Ahmad kebal dengan peluru, maka Belanda mengeksekusinya pada 17 Agustus 1947 dengan cara dimasukan ke dalam karung dan ditenggelamkan di sungai Ogan. Maka hingga saat ini, jasad dan makamnya tidak ditemukan oleh para pejuang.
Selama hidupnya, KH Ahmad Hanafiah telah mendedikasikan dirinya demi perjuangan membebaskan masyarakat Lampung dari penjajahan dengan meningkatkan taraf hidup, baik secara ekonomi, pendidikan maupun mengangkat senjata. Kiai Ahmad juga pernah menjadi Ketua Partai Masyumi.
Setelah pindah dari Sukadana ke Tanjung Karang awal tahun 1947, KH Ahmad Hanafiah mendapat amanah dari pemerintah Keresidenan Lampung untuk menjadi Wakil Kepala Kantor, merangkap Kepala Bagian Islam, Jawatan Agama Keresidenan Lampung. (*)
Berita Lainnya
-
Rektor Universitas Teknokrat Indonesia Ucapkan Selamat Idulfitri, Apresiasi Kegiatan Sosial Mahasiswa
Selasa, 01 April 2025 -
Pastikan Lampung Aman, Kapolda dan Gubernur Lampung Serta Forkopimda Cek Posyan dan Mall
Minggu, 30 Maret 2025 -
Puncak Mudik Lebaran 2025, Sebanyak 52 Ribu Kendaraan Melintas di Tol Bakter
Sabtu, 29 Maret 2025 -
PWNU Lampung Tunggu Keputusan PBNU Terkait Idul Fitri 2025
Sabtu, 29 Maret 2025