Kebutuhan Pokok RI Banyak Dipenuhi dari Impor, Pengamat: Kedaulatan Pangan Harus Diwujudkan

Foto: Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Negara Indonesia yang sebelumnya dijuluki negara agraris saat ini mengalami pergeseran menjadi negara industrialisasi.
Hal itu dibuktikan dengan adanya enam dari sembilan sembako atau kebutuhan pokok harus dicukupi dari impor. Mulai dari beras, susu, garam, bawang, daging dan gula.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras, jagung dan gandum mengalami peningkatan dalam beberapa waktu terakhir.
Tercatat sepanjang Januari hingga Agustus 2023, Indonesia mengimpor beras sebanyak 1,59 juta ton. Impor jagung pada periode tersebut juga naik 25,25 persen dan impor gandum naik 5,11 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.
Impor gula pada Agustus 2023 mencapai 374.000 ton. Menurutnya volume impor gula pada Agustus 2023 turun sebesar 2,58 persen dibandingkan Juli 2023.
Untuk impor komoditas bawang putih pada Agustus 2023 tercatat sebanyak 64.200 ton atau turun 0,3 persen dibandingkan bulan lalu
Pengamat Pertanian dari Universitas Lampung, Teguh Endaryanto mengatakan, Indonesia sebagai negara agraris sudah mengalami pergeseran menjadi industrialisasi.
"Sebenarnya ini konteksnya adalah masalah suplai dan dimen. Seperti misal beras dan kedelai, kita punya produksi beras tetapi dalam konteks stabilitas pangan itu pemerintah punya regulasi," kata Teguh, saat dimintai keterangan, Selasa (24/10/2023).
Menurutnya, Indonesia memerlukan 1 juta ton beras untuk konsumsi namun ketersediaan hanya 1 juta ton maka pemerintah harus melakukan impor untuk pemenuhan cadangan pangan.
"Misal kita perlu 1 juta ton konsumsi tapi yang tersedia juga 1 juta. Maka dalam kerangka regulasi ada yang namanya stok beras itu harus ada 10 persen dari cadangan. Pemerintah harus impor untuk mengatasi kekurangan," katanya.
Sementara itu untuk komoditas bawang dan kedelai memang produksi di Indonesia masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah konsumsi yang diperlukan oleh masyarakat Indonesia.
"Seperti kedelai untuk kebutuhan pembuatan tempe dan tahu itu rata-rata impor. Karena memang kedelai kita dari aspek ketersediaan masih kurang. Jadi yang diminta masih lebih banyak jika dibandingkan dengan yang tersedia," paparnya.
Ia meminta kepada pemerintah untuk tidak melakukan impor yang bersamaan dengan petani yang tengah memasuki masa panen.
"Namun yang penting adalah kita menjaga jangan sampai impor berbarengan dengan panen yang bisa menyebabkan permintaan dalam negeri bergeser. Jangan sampai ada kejadian petani lagi panen tapi ada impor," paparnya.
Teguh menambahkan, pemerintah harus menjadikan banyaknya impor ini sebagai tantangan untuk dapat meningkatkan produktivitas dari komoditas yang masih ditingkatkan.
"Produksi yang masih bisa digenjot harus ditingkatkan agar lebih baik produktivitas nya. Ini tantangan bagi pemerintah agar ada pembinaan terhadap petani, kelembagaan petani dan memperkuat varietas unggul yang tahan terhadap hama termasuk memperbaiki cara budidaya," imbuhnya.
Saat ini produktivitas pertanian di Indonesia masih cukup minim. Seperti beras serta kedelai yang masih bisa terus ditingkatkan produktivitasnya.
"Seperti beras, produksi masih lima ton maka bagaimana caranya bisa dinaikan. Kedelai juga masih rendah, sehingga bagaimana caranya ini terus dikembangkan varietas nya yang sesuai dengan keadaan tanah yang ada di Indonesia. Sehingga kedaulatan pangan dapat diwujudkan," pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
RUPTL Terbaru Berpotensi Tawarkan 91 Persen Green Jobs dari Sektor Pembangkit Listrik
Sabtu, 31 Mei 2025 -
DPD PDI Perjuangan Lampung Gelar Upacara Hari Lahir Pancasila Besok
Sabtu, 31 Mei 2025 -
Bongkar Rumah Tetangga, Dua Pelaku Gasak 4 BPKB Hingga 3 Sertifikat
Sabtu, 31 Mei 2025 -
Karyawan di Bandar Lampung Gelapkan Motor Inventaris Kantor
Sabtu, 31 Mei 2025