• Minggu, 29 September 2024

Pasca Putusan MA, KPU Sebut Ada Satu Caleg di Bandar Lampung Eks Napi

Senin, 02 Oktober 2023 - 16.50 WIB
162

Ketua KPU Kota Bandar Lampung, Dedy Triyadi. Foto: Yudha

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi atas PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 11 Ayat (2) dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023 Pasal 18 Ayat (2) yang dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta dua mantan pimpinan KPK yaitu Saut Situmorang dan Abraham Samad.

MA memerintahkan KPU RI mencabut dua aturan itu yang memberi karpet merah bagi mantan narapidana korupsi hingga bisa maju sebagai calon anggota legislatif. Dimana dalam aturan itu tak mewajibkan masa jeda 5 tahun bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk nyaleg.

Menanggapi hal itu, Ketua KPU Kota Bandar Lampung, Dedy Triyadi mengatakan, terdapat 1 Caleg DPRD di Bandar Lampung yang berstatus eks narapidana dan telah melewati masa hukuman di atas 5 tahun.

"Kalau Caleg mantan napi itu memang ada, tapi memang dia sudah menjalani masa hukuman dan telah melewati masa 5 tahun.  Kita juga sudah melakukan verifikasi faktual ke Lapas, Pengadilan, dan Kejaksaan bahwa masa waktu 5 tahun sudah lewat," ujar Dedy, Senin (2/10/2023).

Pengamat Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Lampung (Unila), Budiono, KPU agar segera mencabut Pasal 11 Ayat 6 PKPU Nomor 10 tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2022.

Hal tersebut menyusul perintah MA kepada KPU untuk mencabut dua aturan yang dinilai mempermudah mantan narapidana kasus korupsi untuk maju sebagai calon legislatif.

Menurut Budiono perintah MA harus segera ditindaklanjuti oleh KPU. Hal ini agar terdapat kepastian hukum.

"Hal itu kan sudah menjadi keputusan MA, maka KPU harus segera mencabut, agar Caleg-caleg ini mendapat kepastian hukum," ujarnya.

Belum lagi lanjutnya, tahapan Pemilu sebentar lagi memasuki DCT. Oleh karena itu, menurutnya KPU harus mengambil langkah cepat.

Ia menyebutkan, karena sudah menjadi keputusan MA, maka wajib KPU untuk melakukan pencabutan. Hal ini juga berkesesuaian dengan putusan MK dan tentang undang-undang penyelenggaraan Pemilu.

Sebelumnya, MA memerintahkan Komisi KPU untuk mencabut dua aturan yang dinilai mempermudah mantan narapidana kasus korupsi kembali maju sebagai Caleg.

Hal tersebut berdasarkan dikabulkannya uji materi oleh MA atas Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023.

Gugatan atas aturan KPU itu diajukan ICW, Perlundem serta dua eks pimpinan KPK yakni Saut Situmorang dan Abraham Samad.

"Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan Pasal 18 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang perubahan kedua atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilihan umum anggota DPD serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh Termohon," demikian bunyi keterangan tertulis MA, Sabtu (30/9/2023).

Dua ketentuan tersebut dipersoalkan karena dinilai membuka pintu bagi mantan terpidana korupsi untuk maju sebagai caleg tanpa menunggu masa jeda selama lima tahun.

Aturan masa jeda ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusan, MA pun menyatakan Pasal 11 Ayat (6) PKPU 10/2023 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022.

Sementara, Pasal 18 Ayat (2) PKPU 11/2023 bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023. MA menyatakan kedua pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam pertimbangan hukum, MA menilai perlu ada syarat ketat dalam menyaring para calon wakil rakyat demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh para wakil rakyat yang terpilih dari hasil pemilu. (*)