• Rabu, 26 Juni 2024

Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto: Biaya Politik Cagub Minimal Rp 100 Miliar

Kamis, 21 September 2023 - 16.53 WIB
72

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, dalam kuliah umum di Fakultas Hukum UTB, Kamis (21/9/2023). Foto: Yudha/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Aktivis HAM dan Advokat senior yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto mengungkapkan jika biaya pemilu di Indonesia sangatlah besar dan mahal.

Eks Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto dalam sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, untuk biaya politik calon presiden minimal Rp8 Triliun, dan calon Gubernur (Cagub) menghabiskan biaya Rp100 Miliar, dan untuk calon Bupati minimal Rp20 Miliar.

"Kalau ada 500 kepala daerah di Indonesia tinggal kali Rp20 miliar sudah Rp100 triliun.

Untuk jadi anggota DPR RI yang merebutkan 850 kursi itu butuh sartu orang Rp2 miliar," ujar Bambang, dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang (UTB), Kamis (21/9/2023).

Wakil Ketua KPK periode 2011-2015 itu juga mengatakan, ongkos politik itu sangatlah mahal terlebih lagi apabila yang ingin maju pada kontestasi pemilu adalah bukan orang terkenal.

"Banyak orang tidak pernah investasi untuk dikenal, tapi mengajukan diri untuk dipilih akhirnya butuh biaya yang besar. Dengan ongkos politik mahal potensi penyalah gunaan itu bisa terjadi," tegasnya.

Ia mengungkapkan, data dari sumber lain, berdasarkan survey KPK, untuk menjadi Bupati/Walikota butuh biaya Rp20-30 Miliar dan untuk menjadi Gubernur minimal Rp100 Miliar. 

"Untuk jadi anggota DPRD itu tergantung kualifikasi orangnya, kalau sudah dikenal itu murah. Kalau dari kalangan eks TNI Polri itu sampai Rp1 miliar dan pengusaha bisa sampai Rp2 miliar," ujarnya.

"Sebagian besar orang yang mau maju itu 20 persen biayanya tidak dari calon kepala daerah, artinya harus ada suport dari salah satunya adalah pengusaha. Akhirnya terjadi perkawinan haram yang memproduksi kepala daerah boneka tidak independent membiayai sendiri," tandasnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pajajaran (Unpad) itu menambahkan, ketika kekuasaan kapital bermain maka akan menjadikan kepala daerah boneka. Terdapat kajian, dari 10 anggota dewan 5-6 itu dari kalangan bisnis maka  akan duduk pada Komisi yang berisi kepentingan bisnisnya.

"Pada titik itulah terjadi konflik off interst. Kalau ini dilanjutkan, proses demokrasi ini bermasalah. Demokrasi itu ada kedaulatan rakyat, sehingga proses demokrasi itu berada di tangan rakyat, tapi dalam praktiknya itu ada intervensi kapital," ujarnya.

"Jadi pertanyaan apakah rakyat bisa independent dalam memilih? jadi terbayang hasilnya," timpalnya.

Ia mengatakan, hasil temuan PPATK adanya indikasi pencucian uang pada kejahatan lingkungan atau grean finansial crime sebesar Rp45 triliun dan diantarnya uang itu mengalir ke politikus.

"Jadi kejahatan hasil kejahatan lingkungan itu sebagian besar mengalir kembali ke politisi," tegasnya.

Sementara Dekan FH UTB, Ahadi Fajri dalam sambutanya mengucapkan terimakasih atas kehadiran eks petinggi KPK itu untuk mengisi kuliah umum di kampusnya.

"Tanpa berlama-lama karena pak Bambang punya jadwal yang padat dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim kuliah umum secara resmi saya buka," tutupnya. (*)