• Senin, 07 Oktober 2024

Aktivis HAM Asfinawati: Perempuan Harus Ada di Politik Agar Pengalamannya Bisa Didengar

Minggu, 06 Agustus 2023 - 12.48 WIB
267

Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Asfinawati. Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Asfinawati mengungkapkan, peranan perempuan didalam politik sangat penting dikarenakan perempuan memiliki sudut pandang yang berbeda dengan laki-laki. Dan juga agar pengalamannya dapat didengar dari sudut pandang perempuan.

Menurutnya, yang paling menonjol dari gerakan politik perempuan adalah kaum hawa mengedepankan perasaan, sedangkan politik laki-laki mengedepankan rasionalitas belaka.

"Yang paling menonjol dari perempuan adalah merawat, sedangkan laki-laki itu adalah menghancurkan seperti penggusuran, menurut perempuan yang care justru merawat," tandas Asfinawati saat dihubungi, Minggu (6/8/2023).

Direktur Yayasan Bantuan Hukum Indonesia periode 2017-2021 itu mengatakan, perjalanan panjang para pemikir-pemikir menemukan fakta adanya perbedaan cara berpikir antara laki-laki dan perempuan itu telah terjadi sejak lama. Pada tahun 1980-an pemikiran perempuan dianggap irasional atau tidak sesuai dengan kerangka pikir rasional.

Lalu kemudian, para pemikir memberikan contoh kasus yang sama antara laki-laki dan perempuan dan ditemukan fakta yang mengejutkan.

"Contoh kasus seorang bapak gak punya uang, meminta obat ke apotik gak dikasih, terpaksa si bapak harus maling ke apotik untuk obat anaknya. Ketika laki-laki ditanya soal itu, maka jawabnya adalah hal itu adalah kesalahan dan harus dihukum. Sedangkan perempuan dikasih pertanyaan yang sama jawabannya mengejutkan, pelaku harus dibebaskan, dengan logika pelaku mengambil obat untuk anaknya daripada anaknya meninggal," tegasnya.

Oleh karena itu kata Asfi, para pemikir menganggap irasional perempuan adalah bukan sebuah kelemahan, tetapi itu sebuah kebaikan. Bukankah tidak membiarkan seorang anak meninggal bukan sesuatu yang buruk.

Asfi mengatakan, dengan berdasarkan adanya fakta tersebut, ia berharap hal itu menjadi kerangka berpikir perempuan kedepan bahwa langkahnya telah sampai pada tahapan apa saja dewasa ini, pasca 'tumbangnya' orde baru pada tahun 1998.

"Sekarang tahun 2023 adalah 25 tahun pasca reformasi. Karena apabila kita melihat pada tahun 1998 adalah kebangkitan Hak Asasi Manusia (HAM). Dulu saya sekedar menanyakan Supersemar orang tua saya bilang jangan keras-keras, padahal pintu rumah tertutup secara rapat. Saya berpikir saat itu bahwa orde baru bisa mendengar, saya ketakukan pada saat itu," ucapnya.

Saat ini pada masa reformasi kata Asfi,  banyak dari kaum perempuan yang masih memperjuangkan hak-haknya, bergelut di dunia politik secara nyata.

"Begitu banyak kawan-kawan saya yang tiap hari bergelut dengan politik. Dimana teman-teman yang mempertahankan rumahnya karena proyek strategis nasional, yang tiba-tiba ada tambang nikel dibelakang rumahnya," ungkapnya.

"Saya kenal  perempuan nelayan yang terkena reklamasi, juga mereka yang digusur karena bendungan, juga perempuan perkotaan yang susah air dan harus bayar, ada riset yang mengatakan perempuan miskin lebih banyak mengeluarkan uang untuk membeli air di perkotaan. Perempuan di perkotaan harus  beli air padahal kota lebih banyak infrastrukturnya," ungkapnya.

Kedepan Asfi berharap, perempuan didalam politik harus dapat berperan secara aktif untuk memperjuangkan permasalahan politik, bukan hanya sekedar pemenuhan persyaratan belaka.

Perempuan memilki cara pandang yang berbeda, permasalahan perempuan dapat dilihat dalam perspektif perempuan. Permasalahan laki-laki perlu juga dilihat dari sudut pandang perempuan.

"Perempuan harus ada di politik supaya pengalaman perempuan bisa didengar," tutupnya. (*)

Video KUPAS TV : Maling Motor di Pringsewu Babak Belur Diamuk Massa