• Rabu, 05 Februari 2025

307 Perempuan dan Anak di Lampung Jadi Korban Kekerasan, Berikut Faktor Pemicu dan Solusinya

Senin, 24 Juli 2023 - 13.28 WIB
195

Ilustrasi

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebanyak 307 perempuan dan anak di Lampung, telah jadi korban kekerasan selama Januari-Juni 2023.

Dari jumlah tersebut, Pengamat Hukum Keluarga UIN Raden Intan Lampung, Abdul Qodir Zaelani mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan masih terjadinya kekerasan kepada perempuan dan anak. Pertama, faktor individu.

"Individu yang temperamental dan emosional, tidak ada toleransi dan otoriter dapat menyebabkan terjadinya kekerasan, terlebih individu tersebut memiliki gangguan psikologis dan kejiwaan," ujarnya, Senin (24/7/2023).

Selanjutnya, yaitu minimnya pemahaman atau pengetahuan berkeluarga yang baik. Pemahaman dan pengetahuan terkait hak dan kewajiban pasangan serta kewajiban orang tua kepada anaknya juga dapat menyumbang terjadinya kekerasan.

"Pasangan yang tidak menyadari eksistensinya sebagai pasangan yang saling melengkapi, saling melindungi dan saling menyayangi, dan tidak menyadari bagaimana seharusnya menjadi orang tua yang baik untuk anak-anaknya, juga berperan aktif menyumbang tindak kekerasan kepada perempuan dan anak," jelasnya.

Kemudian faktor ketiga adalah konstruksi sosial budaya. Budaya patriarki juga menyumbang terjadinya kekerasan.

"Relasi kuasa antara suami dan istri yang memposisikan superior dan inferior-subordinasi kerap menghantarkan perempuan dan anak menjadi orang yang berada di kelas bawah. Sehingga kekerasan verbal dan non-verbal dianggap wajar dan biasa," kata dia.

Lalu ke empat lemahnya ketahanan ekonomi keluarga juga menyumbang terjadinya kekerasan. Ekonomi yang tidak stabil, keuangan yang tidak mencukupi, ditambah tekanan sosial yang besar, memungkinkan tekanan emosional juga akan meningkat.

"Sehingga istri dan anak kerap menjadi korban dari ketidakberdayaan pertahanan ekonomi keluarga," jelasnya.

Kelima adalah minimnya kesadaran hukum. Yaitu, dimana orang tua kurang memahami bahwa kekerasan baik sifatnya verbal maupun non-verbal bisa berakibat ke ranah hukum bagi pelakunya.

Karena penelantaran keluarga dan tidak memberikan hak pasangan dan anak yang menyebabkan kesengsaraan secara fisik dan psikis, bisa dibawa ke ranah hukum bagi pelakunya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

Keenam, minimnya pengetahuan dan pengamalan agama. Bagi pasangan yang memahami bahwa dalam ajaran agama dibentuknya keluarga agar menjadikan jiwanya tentram, bahagia, sejahtera dan saling memberikan kasih sayang.

Semua perbuatan dalam mengatur keluarga dan rumah tangga bagi yang mengerti dan mengamalkan agama, akan memahami semuanya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

"Namun sebaliknya, bagi yang tidak memahami dan mengamalkan ajaran agama, terkadang tidak memiliki konsep dalam berkeluarga. Sehingga memungkinkan kekerasan terhadap perempuan akan terjadi," kata dia.

Karena itu jelasnya, ada beberapa solusi yang dapat dijadikan rujukan. Pertama, perlunya kematangan emosional bagi suami dan istri. Belajar untuk tidak mudah marah dan menyalahkan pasangan.

Belajar untuk tidak egois serta belajar untuk toleran terhadap perbedaan pandangan dan sikap. Ikhlas dan menerima semua perbedaan serta saling memahami menjadi kunci meminimlisir adanya tindak kekerasan.

"Terlebih, jauhi alkohol dan narkoba yang akan mampu memicu pertengkaran dan keharmonisan keluarga," terangnya.

Kedua jelas Zaelani, perdalam wawasan berkeluarga. Sebelum menikah, perbanyak bacaan tentang membina keluarga yang baik. Mendidik anak yang baik. Perdalam resolusi konflik sehingga semua hal bisa diselesaikan tidak dengan kekerasan.

"Ketiga, pergeseran budaya dari dominasi menuju setara. Semua pasangan memiliki hak dan kewajiban. Semua sama di mata Tuhan. Semua yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan, tanpa melihat jenis kelamin. Kesadaran adanya kesamaan dalam berpikir dan bertindak bagi suami dan istri menjadikan keluarga memiliki hak yang sama untuk saling menghargai dan mengasihi," ungkapnya.

Lalu Keempat, perkuat pertahanan ekonomi keluarga. Bagi pasangan perlu memahami pentingnya ekonomi keluarga. Ilmu mencari dan mengembangkan ekonomi keluarga menjadi penting.

"Sehingga pertahanan keluarga dengan adanya ekonomi dapat meminimalisir adanya kekerasan kepada istri dan anak. Karena hidup dalam keluarga dipenuhi dengan kesejahteraan," paparnya.

Selanjutnya, pentingnya deteksi dini adanya kekerasan keluarga dan mengetahui cara melaporkannya jika menjadi korban kekerasan. Dengan adanya deteksi dini, calon korban bisa lebih dulu mempertahankan dirinya dalam meminimalisasi potensi kekerasan.

"Jika ternyata perempuan atau anak menjadi korban, agar segera melaporkan dan meminta bantuan hukum kepada LSM atau pihak berwenang yang menangani kekerasan kepada perempuan dan anak," pintanya.

Terakhir adalah perkuat pemahaman pengamalan agama. Perbanyak kajian keagamaan agar menambah nutrisi bagaimana menjadi pasangan yang baik sesuai ajaran agama.

"Dengan memperbanyak kajian agama dimungkinan rohani akan tetap baik, tenang dan bijak dalam menyikapi berbagai hal dalam menjalani dinamika keluarga," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Komnas PA Kota Bandar Lampung, Ahmad Apriliandi Passa menyampaikan, masih maraknya kekerasan terhadap anak serta dilanggarnya hak-hak  anak, maka penangananya harus dilakukan secara bersama semua pihak untuk dapat saling bersinergi baik pemerintah, masyarakat, penegak hukum dan dunia usaha harus mendukung dalam upaya perbaikan dan perlengkapan seperangkat regulasi yang tepat, dan edukasi yang baik.

Penegakan hukum yang tegas dan dukungan dari dunia usaha dalam berkontribusi menjaga anak bangsa ini juga penting. Sehingga terbebas dari kekerasan dan pelanggaran hak anak harus segera di dorong.

"Kemudian percepatan perbaikan organisasi dan infrastruktur, kelengkapan perangkat UPTD PPA di 15 kota kabupaten merupakan PR besar dari dinas terkait, dalam memberikan perlindungan yang optimal untuk anak di Provinsi Lampung," ungkap Apriliandi.

Apalagi kata Apriliandi, pemerintah RI menyebutkan di 2045 akan ada bonus demografi yang akan dijumpai oleh bangsa Indonesia.

Namun, bonus demografi itu akan sia-sia jika SDM anak bangsa yang saat ini masih berusia anak perlindungannya lemah, kesejahteraan, kesehatan tidak baik dan kualitas SDM nya rendah.

"Tentunya, kita tidak mau kalah bersaing dengan bangsa lain. Anak terlindungi Indonesia maju dan semua pihak harus peduli dan berani," tandasnya. (*)

Video KUPAS TV : Walikota Bandar Lampung Beli 126 Motor Lurah Senilai Rp3,4 Miliar