• Sabtu, 05 Juli 2025

Sidang Korupsi Retribusi Sampah DLH, Penagih Diminta Setoran Tidak Resmi Rp 23 Juta per Bulan

Kamis, 15 Juni 2023 - 07.41 WIB
154

Tiga saksi saat dihadirkan dalam sidang korupsi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung di PN Tipikor Tanjung Karang. Foto: Dok.kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Penagih retribusi sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung diminta setoran resmi sebesar Rp41,6 juta per bulan, dan setoran tidak resmi Rp23 juta per bulan. Sehingga total setoran yang diserahkan sebesar Rp64,6 juta per bulan.

Hal tersebut disampaikan oleh Karim selaku penagih UPT Panjang saat menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung TA 2019-2021 di PN Tipikor Tanjung Karang, Rabu (14/6).

Karim menjadi saksi untuk 3 terdakwa yakni mantan Kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah, ekas Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Haris Fadilah, dan eks Pembantu Bendahara DLH Hayati.

Dalam persidangan, saksi Karim mengaku diberi pengarahan untuk mencapai target setoran retribusi sampah sebesar Rp64.600.000 per bulan. Uang tersebut disetorkan kepada terdakwa Hayati selaku Pembantu Bendahara Penerima DLH Bandar Lampung.

Namun, total uang yang disetorkan itu ternyata dibagi menjadi dua versi yakni setoran resmi dan tidak resmi.

"Setoran resmi ke bendahara (Hayati) Rp41 juta 600 ribu per bulan. Yang tak resmi Rp23 juta per bulan setor juga ke Hayati atas perintah Kadis. Rinciannya untuk Hayati Rp12 juta, Haris Rp10 juta dan uang komando Rp1 juta," kata saksi Karim di depan majelis hakim yang dipimpin Lingga Setiawan.

Lalu, Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan menanyakan kepada saksi Karim atas inisiatif siapa yang meminta setoran tidak resmi tersebut.

"Inisiatif Ibu Hayati uang setoran tak resmi itu. Kadis Sahriwansah pernah mengarahkan melalui Ibu Hayati, jadi Bu Hayati yang memerintahkan mengatasnamakan Kadis," jawab Karim.

"Sejak kapan setoran tidak resmi itu? Saudara tahu tidak uang itu dibawa kemana? Ada pertanggungjawabannya tidak?" tanya Hakim Lingga lagi.

"Sejak Sahriwansah Kepala Dinas, sebelumnya tidak ada. Tidak tahu Yang Mulia, tidak ada pertanggungjawabannya," jawab saksi Karim.

Lingga pun  bertanya kembali kepada saksi Karim bedanya setoran resmi dan tidak resmi. "Terus mekanismenya seperti apa?" tanya Hakim Lingga.

"Kalau resmi ada bukti tanda serah terima Yang Mulia, kalau tak resmi tidak ada. Jadi mekanismenya ada dua bendel karcis, satu untuk resmi (setor ke PAD) dan satunya tidak resmi untuk ketiga terdakwa," beber saksi Karim.

Hakim Lingga kembali bertanya ke saksi Karim kenapa mau melakukan hal tersebut dan apakah mendapatkan bagian atau tekanan?

"Saya terpaksa Yang Mulia karena dapat tekanan, nanti diberhentikan jadi penagih. Sebenarnya saya juga dapat dikit-dikit Yang Mulia," ucap saksi Karim.

Saksi lainnya, Heri Candra mengatakan dirinya ditarget setoran retribusi sampah sebesar Rp28,1 juta per bulan untuk pemasukan PAD (pendapatan asli daerah).

"Selain itu, saya juga setoran ke Bu Hayati Rp12 juta per bulan dan uang komando Rp1 juta. Saya setorkan uang itu melalui Pak Karim," ucap Heri.

Heri mengaku, tidak mengetahui dan mengerti maksud uang komando tersebut. "Uang komando itu yang minta Pak Karim, saya tidak tahu siapa yang suruh dia dan buat apaan," katanya.

Heri mengungkapkan, dirinya rutin menyetor uang Rp2,5 juta setiap bulan ke Sahriwansah melalui seseorang bernama Sahidin. "Awalnya saya kasih langsung ke Pak Sahriwansah, tapi biar tidak ketahuan orang-orang saya kasih (titip) lewat pak Sahidin," ungkapnya.

Saksi lainnya, Joko Kurniawan mengaku ditarget setoran retribusi sampah sebesar Rp27 juta per bulan untuk PAD.

"Saya ada dua wilayah, daerah Jalan Imam Bonjol nilainya Rp12 juta dan daerah Telukbetung Utara nilainya Rp15 juta. Itu total untuk PAD," katanya.

Joko mengatakan, ia juga memberikan setoran lain ke terdakwa Hayati sebesar Rp6,5 juta setiap bulan sejak awal tahun 2019-2021.

"Saya setor juga ke Bu Hayati Rp6,5 juta sejak awal tahun 2019 sampai 2021. Itu beda dengan setoran PAD. Terus ada lagi uang komando Rp1 juta setiap bulan, saya serahkan ke Pak Karim," pungkasnya.

Dalam perkara tersebut, ketiga terdakwa dikenakan  Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (*)

Artikel ini telah terbit pada Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Kamis, 15 Juni 2023 dengan judul "Penagih Diminta Setoran Tidak Resmi 23 Juta per Bulan"