• Senin, 14 Juli 2025

Soroti Hakim yang Terima Suap, Prof Mukti Fajar: Situasi Hukum Kita Sedang Tidak Baik-baik Saja

Selasa, 30 Mei 2023 - 12.03 WIB
112

Suasana kuliah umum dengan tema 'Peran Komisi Yudisial Dalam Menjaga Kredibilitas Peradilan dan Etika Hakim Indonesia' di Gedung A Unila, Selasa (30/5/2023). Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) menggelar kuliah umum dengan tema 'Peran Komisi Yudisial Dalam Menjaga Kredibilitas Peradilan dan Etika Hakim Indonesia' di Gedung A Unila, Selasa (30/5/2023).

Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI), Prof. Mukti Fajar mengatakan, situasi hukum di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, termasuk Hakim Mahkamah Agung (MA) yang dikabarkan menerima suap dari pihak luar.

"Bahkan di MA hari ini menjadi kegelisahan masyarakat adanya rasa ketidakpercayaan yang muncul," ujarnya Prof. Mukti.

Namun demikian, ia menekankan bahwa praktisi hukum harus tetap optimis, karena terdapat adigium dalam hukum yakni hakim adalah wakil Tuhan yang keputusannya tidak boleh mendapatkan intervensi.

"Adigium itu berisi 2 hal yakni keadilan dan ketuhanan, apabila berbicara integrigas bahwa Hakim itu harus percaya bahwa kepada Tuhan yang bisa mempengaruhi dirinya tidak ada kekuasaan manapun selain kekuasaan Tuhan, itu tafsir adigiumnya," jelasnya.

Ia mengatakan, Hakim mendapatkan kekuasaan yang tidak bisa diintervensi dan putusannya tidak dapat diganggu-gugat.

"Hakim memiliki kapastitas intelektual untuk menyadari kekuasaan Tuhan yang mampu mempengaruhi putusannya, kalau itu tidak ada maka belum layak menyandang gelar Hakim," tegasnya.

Maka lanjutnya, tugas dari KY adalah melakukan pengawasan dan advokasi kepada para Hakim, karena ia meyakini bahwa manusia tidak ada yang sempurna.

"Saya tidak tahu apakah Hakim ini mengetahui soal advokasi hukum yang melapor hanya 10-15 per tahun dari sekitar 8000 hakim di Indonesia, laporannya itu hanya ancaman-ancaman kepada Hakim," ujarnya.

Ia menjelaskan, para Hakim bukan hanya dapat melaporkan kepada KY soal kekerasan terhadap Hakim semata, tetapi termasuk juga usaha suap menyuap dari pihak luar untuk mempengaruhi putusannya.

"Jadi bukan hanya kekerasan Hakim saja yang bisa dilaporkan, tapi juga iming-iming tawaran dan godaan kalau gak kuat bisa lapor ke KY," terangnya.

Sementara Dekan FH Unila M. Fakih dalam sambutannya mengatakan, FH harus dapat berkolaborasi dengan pihak luar khususnya instansi Hukum seperti KY, karena KY memiliki wewenang untuk melakukan checks and balances dalam peradilan di Indonesia.

"Perguruan tinggi tidak boleh hanya menggarap teori saja, terkadang di tataran praktik teori itu tidak relevan, keberadaan KY ini sangat dibutuhkan, untuk mengkaji suatu aturan itu dilihat dalam kasus itu sendiri," ungkapnya.

Ia berharap, FH Unila yang telah bekerjasama dengan KY dalam program MBKM dapat terus berkelanjutan kedepan, karena lembaga pendidikan harus mampu melihat tataran hukum secara nyata bukan hanya melihat dalam tataran teori saja.

"Sesuai dengan instruksi dari Menteri bahwa dosen tidak hanya belajar sendiri memberikan nilai sendiri kepada mahasiswa, oleh karenanya kerjasama ini perlu ditingkatkan, sehingga dari KY dapat menjadi pembimbing bagi Mahasiswa," tutupnya. (*)