Soroti Hakim yang Terima Suap, Prof Mukti Fajar: Situasi Hukum Kita Sedang Tidak Baik-baik Saja

Suasana kuliah umum dengan tema 'Peran Komisi Yudisial Dalam Menjaga Kredibilitas Peradilan dan Etika Hakim Indonesia' di Gedung A Unila, Selasa (30/5/2023). Foto: Yudha/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Bandar Lampung - Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) menggelar kuliah
umum dengan tema 'Peran Komisi Yudisial Dalam Menjaga Kredibilitas Peradilan
dan Etika Hakim Indonesia' di Gedung A Unila, Selasa (30/5/2023).
Ketua
Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI), Prof. Mukti Fajar mengatakan,
situasi hukum di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, termasuk Hakim Mahkamah
Agung (MA) yang dikabarkan menerima suap dari pihak luar.
"Bahkan di
MA hari ini menjadi kegelisahan masyarakat adanya rasa ketidakpercayaan yang
muncul," ujarnya Prof. Mukti.
Namun
demikian, ia menekankan bahwa praktisi hukum harus tetap optimis, karena
terdapat adigium dalam hukum yakni hakim adalah wakil Tuhan yang keputusannya
tidak boleh mendapatkan intervensi.
"Adigium
itu berisi 2 hal yakni keadilan dan ketuhanan, apabila berbicara integrigas
bahwa Hakim itu harus percaya bahwa kepada Tuhan yang bisa mempengaruhi dirinya
tidak ada kekuasaan manapun selain kekuasaan Tuhan, itu tafsir
adigiumnya," jelasnya.
Ia
mengatakan, Hakim mendapatkan kekuasaan yang tidak bisa diintervensi
dan putusannya tidak dapat diganggu-gugat.
"Hakim
memiliki kapastitas intelektual untuk menyadari kekuasaan Tuhan yang mampu
mempengaruhi putusannya, kalau itu tidak ada maka belum layak menyandang gelar
Hakim," tegasnya.
Maka lanjutnya, tugas dari KY adalah melakukan pengawasan dan advokasi kepada para
Hakim, karena ia meyakini bahwa manusia tidak ada yang sempurna.
"Saya
tidak tahu apakah Hakim ini mengetahui soal advokasi hukum yang melapor hanya
10-15 per tahun dari sekitar 8000 hakim di Indonesia, laporannya itu hanya
ancaman-ancaman kepada Hakim," ujarnya.
Ia
menjelaskan, para Hakim bukan hanya dapat melaporkan kepada KY soal
kekerasan terhadap Hakim semata, tetapi termasuk juga usaha suap menyuap dari
pihak luar untuk mempengaruhi putusannya.
"Jadi
bukan hanya kekerasan Hakim saja yang bisa dilaporkan, tapi juga iming-iming
tawaran dan godaan kalau gak kuat bisa lapor ke KY," terangnya.
Sementara
Dekan FH Unila M. Fakih dalam sambutannya mengatakan, FH harus dapat
berkolaborasi dengan pihak luar khususnya instansi Hukum seperti KY, karena KY
memiliki wewenang untuk melakukan checks and balances dalam peradilan di
Indonesia.
"Perguruan
tinggi tidak boleh hanya menggarap teori saja, terkadang di tataran praktik
teori itu tidak relevan, keberadaan KY ini sangat dibutuhkan, untuk mengkaji
suatu aturan itu dilihat dalam kasus itu sendiri," ungkapnya.
Ia
berharap, FH Unila yang telah bekerjasama dengan KY dalam program MBKM dapat
terus berkelanjutan kedepan, karena lembaga pendidikan harus mampu melihat
tataran hukum secara nyata bukan hanya melihat dalam tataran teori saja.
"Sesuai
dengan instruksi dari Menteri bahwa dosen tidak hanya belajar sendiri memberikan
nilai sendiri kepada mahasiswa, oleh karenanya kerjasama ini perlu
ditingkatkan, sehingga dari KY dapat menjadi pembimbing bagi Mahasiswa," tutupnya.
(*)
Berita Lainnya
-
Polisi Lumpuhkan Empat Pelaku Curanmor Beraksi di 7 Lokasi Bandar Lampung
Minggu, 13 Juli 2025 -
Lampung Raih Tiga Emas Kejurnas Sambo di Padang
Minggu, 13 Juli 2025 -
Kasus Pencurian Motor, Polda Sebut Korban Mutia Luka Akibat Jatuh
Minggu, 13 Juli 2025 -
Terekam CCTV, Detik-detik Pencuri Motor Todongkan Senpi ke Pedagang Kue di Bandar Lampung
Minggu, 13 Juli 2025