IDI Lamsel Ikut Serbu Jakarta, Dalam Aksi Damai Nasional Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Aksi damai nasional tolak RUU Kesehatan Omnibus Law oleh tenaga kesehatan di Jakarta. Senin (8/5/2023). Foto: Ist
Kupastuntas.co, Lampung Selatan - Ikatan Dokter Indonesia Lampung Selatan ikut serta dalam aksi damai menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law bersama seluruh tenaga kesehatan se-Indonesia diantaranya IDI, PDGI, IBI, PPNI dan IAI, Senin (8/5/2023).
Ketua IDI Lamsel, dokter Wahyu Wibisana
menerangkan, IDI Cabang Lampung Selatan bersama IDI se-Lampung ikut
berpartisipasi dalam melaksanakan aksi damai nasional menolak RUU Kesehatan
Omnibus Law.
"Bersama seluruh tenaga kesehatan se-Indonesia
yakni IDI, PDGI, IBI, PPNI dan IAI, aksi damai dilaksanakan di Monas menuju
bundaran Hotel Indonesia (HI) dan dipusatkan di Kantor Kemenkumham," ujar
dokter Wahyu, saat dikonfirmasi, Senin (8/5).
Dokter Wahyu menambahkan, saat rombongan massa
aksi melakukan long march harus terhenti di bundaran Patung Kuda hingga jadwal
yang ditentukan.
"Kemungkinan tidak dapat dilakukan
(menuju Bundaran HI). Orasi hanya bisa dilakukan ditempat ini, kemacetan
tidak bisa dihindarkan," sambung
dokter Wahyu.
Lebih dari 60 dokter dari Provinsi Lampung
disebut bergabung dalam aksi damai itu, dimana sejumlah 10 orang dokter berasal
dari Lampung Selatan.
Dokter Wahyu merincikan, poin-poin yang
menjadi tuntutan aksi damai nasional diantaranya, proses penyusunan dan
pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) telah menciderai proses
berdemokrasi, cacat prosedur penyusunan
perundang-undangan, dan sangat terburu-buru dan sembunyi-sembunyi.
"Proses public hearing yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, tidak menjalankan partisipasi bermakna yang
sebenarnya dan hanya formalitas belaka," timpal dokter Wahyu.
Hal ini tergambar dari daftar inventarisasi
masalah yang diajukan pemerintah, tidak memuat apa yang disuarakan oleh organisasi
profesi dan organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kredibiltas dan
kompetensi dalam memberi masukan.
"Justru, Pemerintah banyak mengakomodasi
organisasi-organisasi yang tidak jelas bentukannya dan sangat nyata proses
disintegrasi profesi kesehatan yang diperlihatkan dalam proses public
hearing," tambahnya.
Lalu, pembungkaman suara-suara kritis yang dilakukan secara formal oleh Pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan telah melanggar hak konstitusional warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945.
"Pemberhentian seorang guru besar
Profesor Doktor Zainal Muttaqin, Sp.BS (K) merupakan bukti nyata power abuse
yang berdampak bagi hak-hak individu warga negara, serta yang terpenting adalah
terganggunya proses pendidikan kedokteran," tegas dokter Wahyu.
Adanya kasus kekerasan yang terjadi di Lampung
Barat, dan beberapa daerah lain yang dialami oleh tenaga medis maupun tenaga
kesehatan lain memperlihatkan adanya keterlibatan organisasi profesi setempat.
"Hal ini, harus dipandang sebagai upaya
organisasi profesi membantu Pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi
tenaga kesehatan. RUU Kesehatan sangat memperlihatkan upaya Pemerintah
menghapus keberadaan organisasi profesi yang telah lama mengabdi bagi negeri.
Disaat pandemi, bukti pengabdian ini sangatlah nyata, namun setelah pandemi ada
upaya untuk menghilangkan peran dan bahkan ada upaya disintegrasi yang
dilakukan pemerintah terhadap profesi kesehatan. Hal ini, tentu tidak sejalan
dengan Pancasila yaitu Sila Persatuan Indonesia," tandas dokter Wahyu. (*)
Berita Lainnya
-
Bhabinkamtibmas dan Warga Bekuk Pencuri di Kalianda Lamsel
Rabu, 14 Mei 2025 -
Polisi Ciduk 2 Warga Palas Lamsel Kedapatan Bawa Sabu dan Kunci T di Tempat Karaoke
Minggu, 11 Mei 2025 -
Polisi Bekuk Pencuri Motor di Area Krakatau Park Bakauheni
Sabtu, 10 Mei 2025 -
Polda Lampung Gerebek Kontrakan di Natar, Empat Orang Diamankan Terkait Dugaan Pesta Narkoba
Sabtu, 10 Mei 2025