• Senin, 07 Juli 2025

21 Penyuap Karomani Belum Tersentuh Hukum, MAKI: Proses Semua Penyuap

Selasa, 02 Mei 2023 - 07.32 WIB
270

Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebanyak 22 orang diduga sudah menyuap eks mantan Rektor Unila Karomani, dalam kasus penerimaan mahasiswa baru Unila. Sayangnya, hanya satu penyuap dijadikan tersangka yakni Andi Desfiandi. Sedangkan 21 penyuap lainnya belum tersentuh hukum.

Dalam surat tuntutannya, JPU KPK menyebut Karomani telah menerima suap dari 22 orang. Para penyuap ini baik secara langsung maupun perantara telah menyerahkan uang suap ke Karomani berkisar Rp100 juta hingga Rp400 juta per orang agar mahasiswa yang dititipkan bisa diterima masuk Unila.

Para penyuap Karomani tersebut diuraikan oleh JPU KPP dalam surat tuntutan pada bagian analisa yuridis yang membeberkan secara detail terkait  penerimaan uang suap tersebut.

JPU KPK mencatat total penerimaan uang suap diterima Karomani sebesar Rp4,8 miliar. Namun, penerimaan uang suap tidak hanya dibebankan atau ditujukan kepada Karomani. Uang suap juga diterima melalui mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi dan mantan Ketua Senat Unila M. Basri.

JPU KPK Andhi Ginanjar saat membacakan surat tuntutan terhadap terdakwa Karomani di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang pada 27 April 2023 lalu menyebutkan, Karomani terima suap dari 22 orang terkait penerimaan mahasiswa baru Unila sejak tahun 2020 hingga 2022.

Jaksa KPK Andhi Ginanjar mengatakan, pemberi uang suap ke Karomani terkait penerimaan mahasiswa Unila jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan SMMPTN (Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Nama-nama penyuap Karomani, diantaranya Tugiyono yang telah menyuap Karomani sebesar Rp250 juta agar anaknya bisa diterima masuk Unila pada 22 Juni 2022. Eva Kurniawaty menyuap terdakwa Karomani sebesar Rp100 juta pada 7 Juli 2022 agar anaknya bisa diterima masuk Unila.

Pada 30 Juni 2022, terdakwa Karomani menerima uang Rp250 juta dari Ruskandi untuk meluluskan anaknya masuk Unila. Pada 5 Juli 2022, Karomani menerima uang Rp 250 juta dari Zuchrady (Direktur RS Airan Raya) agar anaknya diterima masuk Unila.

Lalu,  pada sekitar 21 Juni 2022, terdakwa Heryandi menerima uang Rp325 juta dari Fery Antonius (Anton Kidal) untuk meluluskan anggota keluarganya masuk Unila. Pada sekitar bulan Juni 2022, terdakwa Heryandi kembali menerima uang Rp300 juta dari Linda Fitri dengan  motif yang sama.

Selanjutnya, pada tahun 2021 setelah pengumuman SBMPTN, terdakwa Karomani menerima uang Rp400 juta dari Sulpakar (Pj Bupati Mesuji) untuk memuluskan anaknya masuk Fakultas Kedokteran Unila.

Kemudian, sekitar bulan Juni 2022, terdakwa Karomani menerima uang Rp300 juta dari Supriyanto Husin untuk meluluskan anaknya masuk Fakultas Kedokteran Unila.

Selain itu, sekitar pertengahan Juli tahun 2022 (setelah pengumuman kelulusan SMMPTN), terdakwa Karomani menerima uang Rp150 juta dari Joko Sumarno untuk meluluskan anaknya masuk Unila. Pada 19 Juli 2022, terdakwa Karomani menerima uang Rp150 juta dari Hengky Malonda (pengurus Partai Demokrat Lampung) dengan motif yang sama.

Kemudian, pada 24 Juli 2022, terdakwa Karomani menerima uang sebesar Rp250 juta dari Andi Desfiandi (sudah divonis). Sekitar bulan Juli 2022 (1 minggu setelah pengumuman), terdakwa Karomani menerima uang Rp 100 juta dari Sofia melalui Asep Sukohar di rumah Asep Sukohar.

Pada sekitar akhir bulan Juli tahun 2022, terdakwa Karomani menerima uang Rp 250 juta dari M. Anton Wibowo (Kabid Yankes Dinkes Pemkab Lampung Tengah) dengan motif yang sama. Sekitar bulan Juli tahun 2022, Karomani menerima uang sebesar Rp250 dari Marzani (anggota DPRD Tulangbawang Barat).

Selanjutnya, pada 21 Juli 2022, Karomani menerima uang Rp200 juta dari Aneta. Sekitar bulan Juli 2022, Karomani kembali menerima uang Rp 300 juta dari Rasmi Zakiah Oktarlina.

Pada 21 Juli 2022, Karomani menerima uang sebesar Rp150 juta dari Evi Daryanti (staf Dinas PUPR Tulangbawang), dan pada 26 Juli 2022, terdakwa Heryandi menerima uang sebesar Rp155 juta dari Wayan Rumite.

Lalu, sekitar bulan Juli 2021 setelah pengumuman SMMPTN, terdakwa Karomani menerima uang Rp250 juta dari Wayan Mustika di Kantor Rektorat Unila. Dan sekitar bulan Juli 2021 setelah pengumuman SMMPTN, terdakwa Karomani menerima uang Rp100 juta dari Hepi Hasasi melalui Ariyanto Munawar.

Pada 20 Juli 2022, terdakwa Karomani menerima uang Rp100 juta dari Mardiana (Anggota DPRD Lampung) atas kelulusan anaknya menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Unila. Serta sekitar bulan Juli 2022, terdakwa Karomani menerima uang Rp 300 juta dari Asep Jamhur (Kadis Pendidikan Pemkab Lampung Selatan) bersama Sulpakar atas kelulusan anaknya masuk Fakultas Kedokteran Unila.

”Bahwa dari sejumlah uang Rp4.880.000.000 tersebut, yang diterima terdakwa Karomani sejumlah Rp 4,1 miliar, sedangkan Heryandi menerima sejumlah Rp300 juta, Muhammad Basri menerima sejumlah Rp 150 juta dan Helmy Fitriawan senilai Rp330 juta,” ucap Andhi Ginanjar saat membacakan surat tuntutan terhadap Karomani.

Sementara, kuasa hukum Karomani, Ahmad Handoko mengatakan, surat tuntutan dan fakta persidangan yang dibacakan oleh JPU KPK tidak disampaikan secara keseluruhan.

"Di persidangan JPU KPK memotong fakta persidangan yang ada, bahwa uang yang diterima klien kami kan tidak digunakan untuk pribadi. Tapi jaksa menyebutkan bahwa uang itu dipakai kepentingan pribadi," katanya.

Kemudian, lanjut dia, Jaksa KPK menyimpulkan penerimaan mahasiswa baru di Unila tergantung kepada uang yang diberikan. "Padahal jika dilihat dari keterangan saksi dan fakta persidangan yang ada, seluruhnya mengatakan bahwa penerimaan itu murni karena nilai atau passing grade masing-masing calon mahasiswa," ucapnya.

Untuk itu, pihaknya akan menyampaikan pledoi secara tertulis dalam sidang selanjutnya. Sebab, banyak poin-poin yang dibacakan JPU KPK tidak sesuai dengan perbuatan Karomani.

"Makanya klien kami bilang kalau tuntutan itu mencederai keadilan, tapi kami menghormati itu, karena itu bagian dari hukum di Indonesia. Kami sedang berdiskusi untuk menulis pledoi dan akan disampaikan pada sidang selanjutnya," ujarnya.

Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta KPK mengusut semua pihak yang turut menyuap Karomani Cs. “Demi keadilan, KPK harus proses hukum yang sama terhadap semua penyuap,” kata Boyamin, beberapa waktu lalu.

Boyamin mendesak KPK mengusut pemberi suap lainnya. Dia mengatakan, penindakan terhadap penyuap lainnya dibutuhkan agar tidak ada tudingan KPK tebang pilih.

"Nggak boleh (mengusut) yang hanya kena OTT saja, (pemberi suap) yang lain harus dicari,” tegas Boyamin. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Selasa, 02 Mei 2023 dengan judul "21 Penyuap Karomani Belum Tersentuh Hukum"