• Senin, 02 Desember 2024

Cerita Nelayan Pulau Pasaran Tiga Bulan Tak Melaut, Terpaksa Gali Lubang Tutup Lubang untuk Menyambung Hidup

Rabu, 01 Maret 2023 - 15.59 WIB
167

Junaidi (50) seorang nelayan asal Pulau Pasaran saat dimintai keterangan. Rabu, (1/3/2023). Foto: Martogi/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - "Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa". Itulah sepenggal bait lagu berjudul "Nenek Moyangku Orang Pelaut" ciptaan Ibu Soed yang mengekspresikan bangsa kita adalah bangsa yang terbiasa mengarungi samudera nan luas dan menggambarkan nelayan di Indonesia.

Kini, lagu tersebut hanya kenangan dan bagai sejarah bagi para nelayan serta bangsa Indonesia. Seperti yang terjadi di Pulau Pasaran, Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung. 

Miris memang di negeri yang berlimpah ikan, masih ada nelayan yang berkubang dalam kemiskinan, perhatian khusus dari pemerintah setempat sudah selayaknya diberikan agar tidak ada lagi cerita pilu dari sudut negeri tentang beras yang tidak lagi terbeli. Inilah sepenggal kisah dari sudut negeri tentang keluh kesahnya menjadi nelayan.

Ya, Junaidi (50) seorang nelayan asal Pulau Pasaran mengungkapkan, sudah tiga bulan tidak melaut karena susahnya mendapatkan ikan. Perubahan cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu penyebabnya.

Selain itu, susahnya mendapatkan bahan bakar solar juga menjadi kendala baginya untuk melaut dan mencari ikan.

"Sudah tiga bulan ini tak melaut, cuacanya lagi ekstrim dan bahan bakar juga susah, jadi resikonya besar. Sekarang kegiatan saya perbaiki jaring-jaring yang rusak. Paling cari ikan di pinggir pantai saja supaya bisa makan," ujar pria mengenakan baju lengan panjang dan celana panjang berwarna biru. Rabu, (1/3/2023).

Dengan wajah tampak lesu sembari memperbaiki kapal di tepi Pantai Pulau Pasaran, pria yang hampir 30 tahun menjadi nelayan itu sudah menggantungkan hidupnya mencari nafkah dari hasil tangkapan ikan.

Meski masih ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan seperti kuli bangunan, nyadap kelapa. Junaidi menyebutkan, tetap menjadi nelayan pencari ikan karena tidak ada pilihan lain dan skill untuk membidangi pekerjaan lain.

"Mau gimana lagi, kita nelayan tidak ada penghasilan kalau tidak ada ikan. Ini mayoritas nelayan udah tidak melaut lagi," ucapnya sembari memandang jauh ke lautan lepas seolah-olah lagi memikirkan suatu.

Pria paruh baya itu mengungkapkan harus "gali lubang dan tutup lubang" bahkan berutang demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai anak sekolah.

"Anak dua masih SMK dan SMP. Ya kadang ngutang buat hidupi keluarga, ya seperti inilah kondisinya, sedih tak sedih mau bagaimana lagi, disyukuri saja," keluh bapak dua anak itu.

"Jadi gali lubang tutup lubang saja. Dapat hari ini, besok tidak, rata-rata begitu. Nelayan emang pas-pasan cari makan," sambungnya.

Kini bapak dua anak ini hanya bisa berharap, pemerintah bisa mendorong dan membangun fasilitas yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan nelayan di Pulau Pasaran serta bantuan kapal yang memadai dan alat komunikasi sehingga aman dan maksimal dalam bekerja.

"Sedih sih memang, padahal ikan itu banyak. Tapi kita tidak bisa (berlayar) jauh dengan membawa kapal kecil, alat komunikasi tidak ada. Jadi kalau ada angin kencang, takut dan langsung pulang," harapnya. (*)

Editor :