• Senin, 16 Desember 2024

Ikon Lampung Tanah Lada Nyaris Tinggal Kenangan

Kamis, 12 Januari 2023 - 08.14 WIB
422

Salah satu gudang penyimpanan lada milik pengepul di Pekon (Desa) Kegeringan, Kecamatan Batu Brak, Lambar. Foto: Echa/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Provinsi Lampung terancam kehilangan ikon sebagai tanah lada, seiring dengan produksi lada yang terus menurun. Tahun 1970 produksi lada Lampung mencapai 50 ribu ton. Namun tahun 2022 tersisa 15.983 ton.

Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan pada Kementerian Pertanian mencatat, produksi lada di Provinsi Lampung tahun 2022 sebanyak 15.983 ton dengan luas areal tanam 46.365 hektar. Sementara tahun 2021 jumlah produksi lada 15.589 ton dengan luas areal tanam 45.778 hektar, dan tahun 2020 jumlah produksi lada 15.412 ton dengan luas areal tanam 45.834 hektar.

Jumlah produksi lada di Lampung terbanyak berasal dari Kabupaten Lampung Utara sebanyak 3.950 ton dengan luas areal tanam 9.772 hektar (lengkap lihat tabel).

Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Lampung, Kusnardi, mengatakan hasil produksi lada Lampung sebagian besar untuk konsumsi rumah tangga dan sebagian di ekspor.

"Lada hitam ini masih untuk konsumsi rumah tangga di Lampung dan luar Lampung. Tapi banyak juga yang sudah dilakukan untuk ekspor. Lada yang diekspor mulai dari lada putih sampai lada hitam. Tapi yang paling mendominasi lada hitam," kata Kusnardi, Selasa (10/1).

Kusnardi mengungkapkan, untuk meningkatkan produksi lada di Lampung masih terkendala dengan adanya penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Patogen P. Capsici.

"Yang sering terjadi tanaman lada terkena penyakit busuk pangkal batang. Kalau sudah terkena penyakit itu daun jadi layu dan lama kelamaan tanaman lada akan mati. Ini tentu bisa mempengaruhi penurunan produktivitas," katanya.

Kusnardi menjelaskan, upaya yang dilakukan Pemprov Lampung untuk menjaga produksi lada dengan menerapkan teknik sambung yang dinilai tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya lebih cepat dan hasil produksi lebih banyak.

"Kami ada pembagian bibit lada, dan untuk mengantisipasi penyakit busuk pangkal batang digunakan teknik sambung. Dibawahnya bisa lada liar atau melada, kemudian di atas baru lada dengan tingkat produksi tinggi seperti jenis Natar 1 atau Natar 2," jelasnya.

Ketua Dewan Rempah Indonesia Wilayah Lampung, Untung Sugiyatno mengungkapkan, Lampung pernah dikenal sebagai daerah penghasil lada. Bahkan sebutan Tanah Lada pernah disematkan  untuk Lampung karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani lada.

Namun seiring berjalannya waktu, Provinsi Lampung terancam kehilangan ikon sebagai tanah lada. Hal tersebut seiring dengan tingkat produktivitas lada serta luasan areal tanam lada yang terus menurun setiap tahunnya.

Untung mengatakan, pada tahun 1970 produksi lada asal Lampung mampu mencapai angka 50 ribu ton. Namun, tahun 2022 hanya tersisa 15.983 ton atau mengalami penurunan 35 ribu ton.

“Penyakit busuk pangkal batang menjadi salah satu alasan terus merosotnya produksi lada di Lampung. Penyebab lainnya karena harga jual yang fluktuasi sehingga membuat petani memilih untuk menanam komoditas lain," kata Untung.

Untung mengatakan, salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah mengembalikan kejayaan lada adalah dengan menggunakan teknik sambung untuk menghasilkan bibit kualitas bagus.

"Sekarang ini sudah ada varietas tahan dengan penyakit batang lada seperti varietas lada Natar 1 dan Natar 2. Lada dengan varietas Natar cukup baik dan bisa diberikan kepada para petani untuk mengatasi penyakit busuk pangkal," ujarnya.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila), Iwan Sukri Banuwa mengatakan, tanaman lada menjadi salah satu simbol Provinsi Lampung sehingga harus dikembalikan kejayaannya.

"Persoalan produksi tanaman lada turun salah satunya adalah penyakit busuk pangkal batang. Ini yang terus kita carikan solusi agar kedepan petani kembali semangat menanam lada,” katanya.

Ia mengungkapkan, Fakultas Pertanian Unila pernah melakukan survei dan mencatat jika produktivitas tanaman lada di Lampung rata-rata tidak lebih dari setengah ton per hektar.

Di Kabupaten Lampung Barat (Lambar), produksi lada di tingkat petani terus mengalami penurunan setiap tahun. Pada tahun 2017, produksi lada di tingkat petani bisa mencapai 100 hingga 200 kilogram. Namun saat ini para petani hanya mampu memproduksi sebanyak 30 sampai 40 kilogram lada dalam satu kali panen.

Riduwan, petani Lada di Pekon (Desa) Kota Besi, Kecamatan Batu Brak, Lambar mengatakan, penurunan produksi lada disebabkan banyaknya batang lada yang mati terkena penyakit busuk pangkal batang sehingga petani kehilangan produksi lada.

"Pada tahun 2017 hingga 2018, produksi lada di tingkat petani seperti saya bisa sampai 100 hingga 200 kilogram sekali panen. Namun seiring berjalannya waktu banyak batang pangkal lada terserang penyakit kemudian mati. Belum ada obat-obatan yang bisa menangkalnya. Itulah permasalahannya," kata Riduwan.

Riduwan mengatakan, saat ini harga lada di tingkat petani untuk kualitas super Rp35 ribu/kilogram, dan kualitas biasa Rp30 ribu/kilogram. Harga cenderung berubah-ubah mengikuti permintaan di pasaran.

"Saya kemarin jual Rp35 ribu/kilogram untuk lada kualitas super dan kualitas biasa sekitar Rp30 ribu/kilogram,” ungkapnya.

Petani lada lainnya, Ali Amar menuturkan, puncak produksi Lada di Lambar terjadi tahun 1998 hingga 2001 berada di angka 3 ton lebih dalam sekali panen.

“Dulu dalam satu hektar petani bisa menanam sebanyak 500 batang lada, dan bisa menghasilkan 1,5 ton sekali panen. Saat ini sudah tidak ada lagi petani fokus menanam lada. Kebanyakan para petani menanam lada dengan tumpang sari,” kata Ali.

Ali menerangkan, tanaman lada ditanam bersama tanaman kopi atau tanaman lainnya. Setiap petani paling banyak menanam puluhan batang lada. Tidak lagi sampai ratusan batang.

“Di Lampung Barat masih didominasi produksi lada jenis jambe, dan kerinci. Lada jambe memiliki ukuran lebih besar namun lebih ringan. Sementara lada kerinci memiliki ukuran yang kecil namun lebih padat,” imbuhnya. (*)

Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Selasa, 10 Januari 2023 berjudul "Ikon Lampung Tanah Lada Nyaris Tinggal Kenangan"

Editor :