• Minggu, 08 Juni 2025

1.186 Kasus Perceraian Karena KDRT Terjadi di Lampung

Minggu, 23 Oktober 2022 - 16.00 WIB
1.1k

Ilustrasi

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandar Lampung mencatat kasus perceraian disebabkan karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Provinsi Lampung mencapai 1.186 perkara dari 2020 hingga 2022.

Dalam tiga tahun terakhir kasus perceraian karena KDRT yang paling banyak dilaporkan di Pengadilan Agama se-Provinsi Lampung yakni di 2020 yang mencapai 533 kasus, sementara di 2021 mengalami penurunan yaitu 350 kasus dan pada 2022, mencapai 303 kasus.

Panitera muda hukum PTA Bandar Lampung, Ahmad Syahab mengatakan, dari total 14.517 perkara yang mengajukan gugatan cerai di 2020, 533 diantaranya karena KDRT. Kemudian pada 2021 dari total 16.659 perkara, 350 diantaranya karena KDRT.

"Selanjutnya dari total 14.608 perkara yang mengajukan gugatan cerai dari Januari-Oktober 2022, 303 diantaranya disebabkan karena KDRT. Sehingga dalam tiga tahun terakhir ada 1.186 perkara," ujar Ahmad, Minggu (23/10/2022).

Jumlah 1.186 kasus tersebut, semua merupakan cerai gugat, yaitu dimana merupakan istri yang menggugat cerai.

"Jadi perkara KDRT itu tidak ada satupun cerai talak (suami yang menggugat cerai)," timpalnya.

Kasus perceraian karena KDRT di sepanjang 2022, yang paling banyak di wilayah Tanggamus yakni sebanyak 121 perkara, kemudian disusul oleh Lampung Barat sebanyak 42 perkara, selanjutnya Mesuji ada 35 perkara.

"Sementara, di dua pengadilan yaitu Blambangan Umpu dan Tulang Bawang tidak ada kasus perceraian yang disebabkan KDRT," ungkapnya.

Sementara, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota Bandar Lampung, menyampaikan perlu adanya edukasi dari pemerintah terkait dengan persoalan kesetaraan gender itu tidak hanya menjadi sasarannya adalah kelompok perempuan, karena justru malah perempuan itu adalah korban dari KDRT.

Maka jelasnya, yang perlu disadarkan bukan kelompok perempuannya tapi justru kelompok laki-laki.

"Supaya laki-laki sadar bahwa perempuan ini bukan objek bagi laki-laki, tapi adalah mitra yang setara dalam rumah tangga punya hak yang sama dan kewajiban yang sama. Sehingga ketika laki-laki diberi edukasi terkait persoalan gender dia bisa menyadari, bisa menurunkan egonya sebagai laki-laki. Sehingga ketika dia emosi ketika dia tidak sepaham dengan istrinya dia akan berpikir ulang untuk melakukan KDRT," ungkap  Koordinator PKBI Kota Bandar Lampung, Rahmad Cahya Aji.

Selain itu, sejak awal ketika pasangan ini akan berumah tangga harus ada komitmen yang dibuat agar menghindari kasus-kasus KDRT dan tentu saja komitmen itu dibuat sebelum terjadinya pernikahan.

"Jadi pernikahan itu harus direncanakan, bukan karena kecelakaan atau karena sekedar supaya tidak zina. Tapi, bagaimana sudah direncanakan bagaimana agar terhindar dari KDRT," jelasnya.

Selanjutnya kata Aji, yaitu komunikasi yang baik antara dua pihak, jangan sampai perbedaan itu harus disamakan dengan keinginan sebelah pihak. Jadi harus saling mengerti dan toleransi.

"Maka untuk pemerintah, ketika dalam pernikahan itu benar-benar di edukasi bukan sekedar soal agama tapi juga pemahaman-pemahaman bagaimana menghormati istri, dan bagaimana kesetaraan di dalam rumah tangga. Sehingga, ketika mereka berumah tangga itu memiliki bekal yang cukup," tandasnya. (*)

Video KUPAS TV : Rumah Polisi di Kemiling Dibobol Maling, Senpi Dinas Ikut Dicuri