Gabah Lampung Masih Banyak Dijual Keluar Daerah
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Gabah asal Lampung kini banyak dijual keluar daerah karena harganya lebih mahal. Dampaknya, pelaku usaha menjerit karena kurang pasokan gabah. Padahal, Pemprov Lampung sudah menerbitkan Perda No. 7/2017 dan Pergub No. 71/2017 yang melarang gabah dijual keluar daerah.
Dalam Perda No. 7 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Distribusi Gabah Pasal 5 Ayat 2 disebutkan hasil pertanian berupa gabah dilarang didistribusikan keluar daerah Lampung.
Sementara, Pasal 7 Ayat 3 menyebut pihak yang melanggar dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan, penghentian tetap, pencabutan sementara izin, pencabutan tetap izin, dan denda administratif.
Menindaklanjuti Perda tersebut, diterbitkan Pergub Nomor 71/2017 tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Distribusi Gabah.
Pasal 11 Pergub ini disebutkan dalam rangka untuk menjaga dan menjamin ketersediaan gabah di daerah perlu dilakukan pengendalian pendistribusian gabah dengan cara melarang keluarnya gabah dari daerah.
Sayangnya, kedua peraturan tersebut tidak berjalan efektif. Sebab, banyak gabah Lampung dijual ke pelaku usaha dari luar daerah terutama di pulau Jawa. Hal ini terjadi karena harga gabah di Lampung lebih murah dibandingkan dengan harga di luar daerah.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Lampung, Kusnardi, mengakui bahwa Perda dan Pergub tersebut belum berjalan dengan maksimal, serta masih perlu dilakukan sosialisasi yang lebih luas terutama kepada kalangan pengusaha.
"Memang sudah dibuat Perda dan Pergub untuk mengolah gabah di Lampung saja. Boleh mengirim keluar daerah tapi itu untuk beras bukan untuk gabah. Memang penerapannya di lapangan belum maksimal," kata Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung ini, Senin (17/10).
Kusnardi mengungkapkan, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi telah sejak lama mengundang para investor pabrik pengolahan beras serta penyedia pangan di beberapa daerah sehingga harga gabah di Lampung tetap bisa terkendali.
"Gubernur ingin mengundang investor termasuk dengan DKI Jakarta untuk membuat pabrik pengolahan di sini atau kerjasama dengan penyedia pangan yang ada di DKI, agar beras petani tetap terserap dengan baik. Nanti akan segera kita tindaklanjuti dan cari tahu siapa perusahaan yang beli gabah di atas HPP (Harga Pembelian Pemerintah)," ujar Kusnardi.
Perum Bulog Divisi Regional Lampung juga mengakui banyak petani di Lampung memilih menjual gabahnya keluar daerah karena harganya lebih mahal.
"Memang benar, mitra Bulog saat ini kesulitan membeli gabah ke petani. Karena harga diluar daerah lebih tinggi sehingga petani menjual ke yang harganya lebih tinggi. Sudah dua bulan ini kami kesulitan," kata Kepala Perum Bulog Divisi Regional Lampung, Etik Yulianti, Senin (17/10).
Etik mengungkapkan, harga beras naik sejak awal bulan September dari harga Rp8.800 per kilogram menjadi Rp9.100 per kilogram. Semenjak adanya flexibilitas harga gabah dan beras, maka harga tersebut cenderung ikut naik dan belum ada penurunan sampai dengan saat ini.
"Saat ini harga beras medium berkisar sampai dengan Rp9.100 dan Gabah Kering Giling (GKG) Rp6.100 sampai dengan Rp6.200 per kilogram. Sementara pemerintah membeli beras dengan harga Rp8.800 per kilogram dan GKG 5.650 per kilogram," jelas Etik.
Sedangkan pembeli dari luar Lampung mampu membeli Gabah Kering Panen (GKP) cukup tinggi yakni Rp5.450 per kilogram yang setara dengan harga GKG Rp6.300 per kilogram.
Etik mengatakan, Bulog tetap mencoba mengoptimalkan menyerap gabah dan beras dari petani. “Serapan kita sampai saat ini sudah 25.000 ton setara beras atau 39.370 ton GKG. Serapan tersebut baru mencapai 30 persen dari target," ungkapnya.
Pantauan di Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel), sejumlah tempat penggilingan padi baik skala kecil maupun besar dalam beberapa bulan terakhir berhenti beroperasi. Hal tersebut dikarenakan aturan terkait pelarangan penjualan gabah keluar daerah Lampung tidak berjalan.
Sejak memasuki masa panen beberapa bulan terakhir, gabah kering panen (dari petani di Lamsel banyak dikuasai para pelaku usaha asal Pulau Jawa. Sehingga, penggilingan padi lokal tidak mendapatkan pasokan gabah dari petani.
Seorang pemilik penggilingan padi di Kecamatan Palas mengatakan, sejak dua pekan terakhir ia tidak mendapatkan pasokan gabah dari petani. Akibatnya, penggilingan padi yang dikelolanya tidak beroperasi.
"Sekarang Lamsel memasuki masa panen, mulai dari Kecamatan Sidomulyo, Candipuro, Palas dan Sragi. Saat ini hampir semua penggilingan padi di Lamsel, bahkan se-Provinsi banyak yang tidak beroperasi. Ada perusahaan besar yang beli gabah ke Lamsel dengan harga jauh dari HPP Rp4.250 per kg. Kami lokal tidak bisa mengimbanginya," kata pemilik penggilingan padi yang minta namanya tidak ditulis ini.
Dengan tidak beroperasi pabrik penggilingannya, ia terpaksa menghentikan sementara puluhan pekerjanya. Ia berharap pemerintah daerah bisa menerapkan aturan terkait pelarangan penjualan gabah keluar daerah Lampung secara maksimal.
"Kami ingin Pergub Nomor 71/2017 dan Perda Nomor 7/2017 diterapkan saja. Jangan diterbitkan, tapi nggak diterapkan. Kan nggak ada gunanya," kata dia.
Seorang pemilik penggilingan padi di Kecamatan Candipuro juga mengaku, sejak dua pekan terakhir tidak mengoperasikan penggilingannya karena tidak ada pasokan gabah. “Kami kalah bersaing dengan perusahaan dari luar daerah yang berani membeli gabah harga tinggi di atas HPP. Soalnya, perusahaan luar daerah berani beli gabah ke Lamsel mencapai Rp5.200 per kg. Sedangkan, kemampuan kami tidak bisa," kata dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung mencatat pada tahun 2021 luas panen padi di Provinsi Lampung mencapai sekitar 489,57 ribu hektar dengan produksi sebesar 2,49 juta ton gabah kering giling. Jika dikonversikan menjadi beras, maka produksi beras pada 2021 mencapai 1,43 juta ton.
Kepala BPS Lampung, Endang Retno Sri Subiyandani, mengatakan luas panen padi pada 2021 di Lampung mencapai sekitar 489,57 ribu hektar mengalami penurunan sebanyak 55,58 ribu hektar atau 10,19 persen dibandingkan 2020.
Ia mengungkapkan, produksi padi pada 2021 yaitu sebesar 2,49 juta ton GKG, mengalami penurunan sebanyak 164,84 ribu ton GKG atau 6,22 persen dibandingkan 2020 yang sebesar 2,65 juta ton GKG.
Produksi beras pada 2021 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 1,43 juta ton. Jumlah itu, mengalami penurunan sebanyak 94,76 ribu ton atau 6,22 persen dibandingkan produksi beras di 2020 yang sebesar 1,52 juta ton. (*)
Artikel ini sudah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Selasa, 18 Oktober 2022 dengan judul "Gabah Lampung Masih Banyak Dijual Keluar Daerah"
Berita Lainnya
-
Bawa Sajam Hendak Tawuran, Delapan Remaja di Bandar Lampung Diamankan Polisi
Senin, 27 Januari 2025 -
Dua Dosen Universitas Teknokrat Indonesia Raih Jabatan Lektor Kepala
Senin, 27 Januari 2025 -
Lagi, Dua Motor Milik Mahasiswa Digondol Maling di Asrama Kampung Baru Bandar Lampung
Minggu, 26 Januari 2025 -
Awal Libur Imlek dan Isra Miraj, 45.795 Orang Tinggalkan Sumatera Via Pelabuhan Bakauheni
Minggu, 26 Januari 2025