• Sabtu, 24 Mei 2025

Pengusaha Gilingan Padi di Lamsel Menjerit Harga Gabah Tinggi, Peran Agen Disebut Jadi Pemicu

Senin, 17 Oktober 2022 - 22.41 WIB
525

Ilustrasi. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Lampung Selatan - Pengusaha penggilingan padi di Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) keluhkan tingginya harga gabah yang dijual oleh petani.

Salah satu pengusaha gilingan padi di Kecamatan Palas, mengaku keberatan dengan harga gabah sekarang ini yang mencapai Rp5 ribu per kilogram.

Padahal, harga gabah basah dari petani pada tahun lalu untuk jenis padi muncul hanya berkisar Rp3.800 sampai Rp4.200. Sedangkan, jenis padi panjang Rp4.000 sampai Rp4.200.

"Saya sebagai pemilik pabrik, sebenarnya ya keberatan. Cuma, kalau kita tidak ikut beli Rp5000 ya tidak dikasih sama petani. Paling bisa disimpan dulu, karena kalau digiling sekarang rugi. Ya jalan sebisanya, yang penting anak istri saya bisa makan," ungkap sumber yang mewanti-wanti namanya dirahasiakan kala dikonfirmasi, Senin malam (17/10/2022).

Dia sendiri menyebut tak banyak menyerap gabah langsung dari petani di Kecamatan Palas, cuma sekitaran 3 truk per harinya. Untuk panen kali ini ditengah harga gabah basah yang sedang melambung, dia hanya menerima gabah dari petani yang menitipkan gabah ke penggilingan miliknya.

"Paling bisanya kalau ada petani menitipkan gabah, baru kita bisa banyak muat. Karena dia ambilnya nanti dibulan 1, duitnya untuk modal menanam padi lagi," lanjutnya.

Ditanya mahalnya harga gabah, dia tak bisa berkomentar banyak dan lebih memilih ambil sikap pasrah pada keadaan.

"Serba salah saya pak, padi mahal petani senang tapi pabrik susah. Ya kalau saya mah, bisa beli saya beli kalau tidak bisa ya bagaimana lagi. Mau minta turun bagaimana caranya," imbuhnya.

Disoal sumber atau awal mula harga gabah bisa mahal, dirinya mengatakan agen pengepul gabah menjadi biang keroknya.

"Ya pasti dari agen lah mas, agen atau pengepul tempat bos minta gabah. Saya juga minta padi dari agen mas. Setiap kampung ada. Agen beli dipetani Rp5.000, nanti diambil pengirim atau pabrik Rp5.050. Nah agen itu biasanya bantu-bantu petani pak, pada saat kurang dana untuk membeli pupuk, obat dan lain-lain. Banyak juga yang tukang rusak harga," keluhnya.

Dia menambahkan, agen-agen tersebut biasanya meminjam modal ke pabrik sehingga mereka menciptakan disparitas untuk memperoleh keuntungan.

"Kalau agen yang menginduk ke pabrik biasanya begitu, karena agen pinjam dana ke pabrik. Kalau agen pengirim, ya merusak harga. Kalau dia tidak merusak harga, ya tidak kebagian," cetusnya.

Ditanya kemana gabah dari agen dijual, ia menyebut sebuah daerah di Pulau Jawa tepanya Serang, Banten.

"Serang pak. Wilmar tutup, gabah tetap berangkat ke Jawa. Main aja pak ke lokasi sawah dari jam 17.00-24.00 WIB, bapak tanya-tanya disana. Petani pasti lagi bahagia, karena gabah Rp5.000," ujarnya sembari mengakhiri percakapan.

Terpisah, Sarjiyem salah satu pengusaha gilingan padi di Kecamatan Sragi urun bicara terkait sepinya pabrik penggilingan ditengah tingginya harga gabah.

"Kalau penggilingan gabah di pabrik sekarang lagi sepi, karena belum panen. Kalau harga gabah basah per kilogram, itu kalau tidak salah Rp5.000, sebelumnya itu cuma Rp4.600," ucapnya.

Dia tak tahu persis, penyebab harga gabah yang tengah bersahabat dengan para petani di wilayah setempat.

"Ya mungkin karena BBM naik, barang-barang mahal naik semua, kemungkinan itu," ujarnya.

Sarjiyem tak menampik, jika sekarang banyak agen yang membeli hasil gabah para petani bahkan dari luar Lamsel.

"Sudah banyak agen-agen dari sini juga, belum dari luar sini. Dari Metro dan Patok," jawabnya.

Meski di wilayah Sragi belum memasuki masa panen padi, namun ia belum berani membeli padi dari petani manapun.

"Saya nggak berani ngambil, soalnya beras murah. Beras per kilogram cum Rp10 ribu, nggak ketemu," kritiknya.

Lalu, dia menyarankan kepada Pemerintah agar menaikan harga beras supaya ongkos produksi tercukupi.

"Kalau saya inginnya harga beras tinggi, jadi sesuai sama harga padi," pungkansya.

Senada, Hadi pengusaha penggilingan padi asal Desa Bumidaya, Kecamatan Palas, meski tak kesulitan mendapatkan padi dari petani namun harganya dianggap mahal.

"Gabah basah mahal, bukan susah. Sekarang sampai Rp5 ribu, mungkin ada satu dua lah yang berani lebih di harga Rp5.100 sampai Rp5.150. Kalau saya, terendah membeli di harga Rp4.900," akunya.

Seingat Hadi, harga padi pada musim panen lalu dibawah Rp5 ribu. Dan, harga padi sekarang ini lebih mahal ketimbang membeli dari daerah Sumatera Selatan.

"Kalau kemarin awal-awal, dari kawasan Napal dan Patok harga Rp4.700. Disini Rp4.300 sampai Rp4.400, tahun lalu. Saya ambil dari Palembang, sampai rumah Rp5.000," katanya.

Hadi pun sepakat, ada andil agen dibalik harga padi yang terjadi sekarang ini.

"Satu, untuk pembelian padinya sudah mahal. Yang kedua, berbagi sama agen jadi ya agak lumayan juga," tandasnya. (*)