Data dan Fakta Korupsi Retribusi Sampah DLH Bandar Lampung, Periksa 72 Saksi Tapi Belum Ada Tersangka
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kejati Lampung hingga kini
belum menetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi pemungutan retribusi
sampah DLH Bandar Lampung TA. 2019-2021. Padahal, sudah puluhan saksi diperiksa.
Tim penyidik bidang pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Lampung memeriksa Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung Budiman P
Mega, Rabu (5/10). Budiman diperiksa sejak pukul 10.00 WIB, dan baru keluar
dari gedung Pidsus Kejati Lampung sekitar pukul 15.30 WIB. Budiman mengaku
dicecar sebanyak 25 pertanyaan.
"Ditanya perihal saya menjabat selama dua bulan ini.
Kurang lebih ada 25 pertanyaan. Intinya tanya-tanya tentang langkah-langkah
saya dalam dua bulan ini seperti apa?" kata Budiman usai pemeriksaan.
Budiman mengungkapkan, dalam pemeriksaan itu ia menyerahkan
dokumen penagihan retribusi sampah bulan Agustus tahun 2022 kepada tim
penyidik.
Ia menjelaskan, ada beberapa prosedur penagihan retribusi
sampah yang telah dibenahinya mulai dari pembuatan SPT dan tugas penagihan
dikembalikan kepada UPT.
"Penagih juga menggunakan ID card, bentuk karcis sudah
diubah warnanya menjadi biru laut, tanda tangan karcis sudah asli dan
basah," jelas Budiman.
Budiman menerangkan, ia menargetkan perolehan retribusi
sampah pada tahun 2022 sebesar Rp13 miliar. Dijelaskannya, alur penagihan
retribusi sampah di DLH kini dimulai dengan pembuatan karcis berdasarkan
potensi yang ada.
"Jadi pencetakan karcis didasarkan pada potensi yang
ada. Potensi itu ada dari kepala UPT, kemudian UPT memasukkan data potensi itu,
lalu diajukan kepada dinas untuk melakukan permohonan penerbitan karcis,"
terangnya.
Setelah karcis dilakukan pencetakan, selanjutnya akan dicek
nama-nama korporasi di BPPRD. Kemudian karcis diberikan tanda tangan basah oleh
kadis DLH. "Habis tanda tangan baru saya serahkan ke UPT, lalu diserahkan
kepada penagih," beber dia.
Ia mengakui ada perbedaan terkait penagihan retribusi sampah
di masa jabatannya dengan sebelumnya.
"Bedanya dulu ada penagih dinas dan penagih UPT. Kalau
sekarang cuma satu, hanya penagih di bawah UPT," ujarnya.
Budiman memastikan, di masa jabatannya oknum petugas tidak
bisa bermain kongkalikong lagi dalam melakukan pungutan retribusi sampah.
"Zaman saya ini tidak bisa macam-macam. Karena misalnya
karcis yang dicetak sebanyak 10, yang disetorkan juga harus 10," imbuhnya.
Ia melanjutkan, jika ada satu objek retribusi sampah yang
sudah tutup, maka karcis yang sudah dicetak tersebut akan dikembalikan dan
dimusnahkan.
"Kita buat berita acara UPT bahwa objek ini telah tutup
tokonya dan karcis tersebut akan dikembalikan lalu dimusnahkan disaksikan oleh
Inspektorat untuk didokumentasikan. Jadi karcis tersebut tidak bisa
disalahgunakan," ungkapnya.
Sebelumnya, Kejati Lampung telah meningkatkan status
pemeriksaan perkara dugaan korupsi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung TA.
2019-2021 ke tahap penyidikan. Meskipun sudah ada puluhan saksi yang diperiksa,
hingga kini Kejati belum menetapkan tersangka.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati
Lampung, I Made Agus Putra, mengatakan kasus dugaan korupsi pungutan retribusi
sampah sudah naik ke tahap penyidikan.
Kejati sudah menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana korupsi dalam perkara tersebut. "Penyelidikan perlu
ditingkatkan ke penyidikan untuk mencari bukti, membuat terang peristiwa dan
menemukan tersangkanya," kata Made.
Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan sejumlah fakta,
diantaranya DLH Bandar Lampung tidak memiliki data induk wajib retribusi sampah
sesuai dengan penetapan dari kepala dinas. Sehingga tidak diketahui potensi
pendapatan nyata dari hasil pemungutan retribusi tersebut.
Fakta kedua, ditemukan adanya perbedaan antara jumlah karcis
yang dicetak dengan jumlah karcis yang diporporasi, serta karcis yang
diserahkan kepada petugas pemungut retribusi.
Selanjutnya, ditemukan adanya hasil pembayaran retribusi
yang dipungut oleh petugas penagih retribusi baik itu dari DLH maupun UPT
kecamatan yang tidak disetorkan ke kas daerah. Serta adanya penagih retribusi yang tidak memiliki surat tugas resmi.
Fakta lainnya, ditemukan adanya hasil pemungutan retribusi
yang tidak sepenuhnya disetorkan ke kas daerah, namun dipergunakan untuk
kepentingan lain dan kepentingan pribadi.
"Posisi kasus dalam pengelolaan retribusi sampah di
Dinas Lingkungan Hidup Bandar Lampung sejak tahun 2019 sampai 2021 diduga
dilaksanakan tidak sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan, dimana
terdapat objek retribusi yang dipungut namun tidak disetorkan ke kas
negara," kata Made.
Penyidik Kejati Lampung menemukan ada selisih target dengan
realisasi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung periode 2019-2021 sebesar
Rp34,8 miliar.
Rinciannya, pada 2019 target pemasukan senilai Rp12,05
miliar namun realisasinya hanya Rp6,97 miliar atau selisih sekitar Rp5 miliar.
Kemudian pada 2020, target pemasukan sebesar Rp15 miliar hanya realisasi
Rp7,193 miliar atau selisih sekitar Rp8 miliar.
Selanjutnya, pada 2021, target pemasukan retribusi sampah sebesar Rp30 miliar namun hanya terealisasi Rp8,2 miliar atau selisih sekitar 22 miliar. Hingga kini penyidik Kejati Lampung sudah memeriksa sebanyak 72 saksi. (*)
Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Kamis 6 Oktober 2022 dengan judul "Periksa Puluhan Saksi, Belum Ada Tersangka"
Berita Lainnya
-
Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Teknokrat Kunjungi PT PLN ULTG Pagelaran
Minggu, 12 Januari 2025 -
Persiapan Haji 2025 Proses Pencarian Penyedia Layanan, Lampung Dapat Kuota 7.050 Orang
Minggu, 12 Januari 2025 -
Pemprov Lampung Terbitkan Surat Edaran, Pembayaran Proyek Harus Ada Rekomendasi TAPD
Minggu, 12 Januari 2025 -
Hutang Tiga OPD Pemprov Lampung Berpotensi Ganggu Pembangunan di 2025
Minggu, 12 Januari 2025