• Minggu, 12 Januari 2025

Data dan Fakta Korupsi Retribusi Sampah DLH Bandar Lampung, Periksa 72 Saksi Tapi Belum Ada Tersangka

Kamis, 06 Oktober 2022 - 08.24 WIB
424

Ilustrasi Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kejati Lampung hingga kini belum menetapkan tersangka dalam perkara dugaan korupsi pemungutan retribusi sampah DLH Bandar Lampung TA. 2019-2021. Padahal, sudah puluhan saksi diperiksa.

Tim penyidik bidang pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung memeriksa Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung Budiman P Mega, Rabu (5/10). Budiman diperiksa sejak pukul 10.00 WIB, dan baru keluar dari gedung Pidsus Kejati Lampung sekitar pukul 15.30 WIB. Budiman mengaku dicecar sebanyak 25 pertanyaan.

"Ditanya perihal saya menjabat selama dua bulan ini. Kurang lebih ada 25 pertanyaan. Intinya tanya-tanya tentang langkah-langkah saya dalam dua bulan ini seperti apa?" kata Budiman usai pemeriksaan.

Budiman mengungkapkan, dalam pemeriksaan itu ia menyerahkan dokumen penagihan retribusi sampah bulan Agustus tahun 2022 kepada tim penyidik.

Ia menjelaskan, ada beberapa prosedur penagihan retribusi sampah yang telah dibenahinya mulai dari pembuatan SPT dan tugas penagihan dikembalikan kepada UPT.

"Penagih juga menggunakan ID card, bentuk karcis sudah diubah warnanya menjadi biru laut, tanda tangan karcis sudah asli dan basah," jelas Budiman.

Budiman menerangkan, ia menargetkan perolehan retribusi sampah pada tahun 2022 sebesar Rp13 miliar. Dijelaskannya, alur penagihan retribusi sampah di DLH kini dimulai dengan pembuatan karcis berdasarkan potensi yang ada.

"Jadi pencetakan karcis didasarkan pada potensi yang ada. Potensi itu ada dari kepala UPT, kemudian UPT memasukkan data potensi itu, lalu diajukan kepada dinas untuk melakukan permohonan penerbitan karcis," terangnya.

Setelah karcis dilakukan pencetakan, selanjutnya akan dicek nama-nama korporasi di BPPRD. Kemudian karcis diberikan tanda tangan basah oleh kadis DLH. "Habis tanda tangan baru saya serahkan ke UPT, lalu diserahkan kepada penagih," beber dia.

Ia mengakui ada perbedaan terkait penagihan retribusi sampah di masa jabatannya dengan sebelumnya.

"Bedanya dulu ada penagih dinas dan penagih UPT. Kalau sekarang cuma satu, hanya penagih di bawah UPT," ujarnya.

Budiman memastikan, di masa jabatannya oknum petugas tidak bisa bermain kongkalikong lagi dalam melakukan pungutan retribusi sampah.

"Zaman saya ini tidak bisa macam-macam. Karena misalnya karcis yang dicetak sebanyak 10, yang disetorkan juga harus 10," imbuhnya.

Ia melanjutkan, jika ada satu objek retribusi sampah yang sudah tutup, maka karcis yang sudah dicetak tersebut akan dikembalikan dan dimusnahkan.

"Kita buat berita acara UPT bahwa objek ini telah tutup tokonya dan karcis tersebut akan dikembalikan lalu dimusnahkan disaksikan oleh Inspektorat untuk didokumentasikan. Jadi karcis tersebut tidak bisa disalahgunakan," ungkapnya.

Sebelumnya, Kejati Lampung telah meningkatkan status pemeriksaan perkara dugaan korupsi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung TA. 2019-2021 ke tahap penyidikan. Meskipun sudah ada puluhan saksi yang diperiksa, hingga kini Kejati belum menetapkan tersangka.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Lampung, I Made Agus Putra, mengatakan kasus dugaan korupsi pungutan retribusi sampah sudah naik ke tahap penyidikan.

Kejati sudah menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi dalam perkara tersebut. "Penyelidikan perlu ditingkatkan ke penyidikan untuk mencari bukti, membuat terang peristiwa dan menemukan tersangkanya," kata Made.

Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan sejumlah fakta, diantaranya DLH Bandar Lampung tidak memiliki data induk wajib retribusi sampah sesuai dengan penetapan dari kepala dinas. Sehingga tidak diketahui potensi pendapatan nyata dari hasil pemungutan retribusi tersebut.

Fakta kedua, ditemukan adanya perbedaan antara jumlah karcis yang dicetak dengan jumlah karcis yang diporporasi, serta karcis yang diserahkan kepada petugas pemungut retribusi.

Selanjutnya, ditemukan adanya hasil pembayaran retribusi yang dipungut oleh petugas penagih retribusi baik itu dari DLH maupun UPT kecamatan yang tidak disetorkan ke kas daerah. Serta adanya penagih retribusi yang tidak memiliki surat tugas resmi.

Fakta lainnya, ditemukan adanya hasil pemungutan retribusi yang tidak sepenuhnya disetorkan ke kas daerah, namun dipergunakan untuk kepentingan lain dan kepentingan pribadi.

"Posisi kasus dalam pengelolaan retribusi sampah di Dinas Lingkungan Hidup Bandar Lampung sejak tahun 2019 sampai 2021 diduga dilaksanakan tidak sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan, dimana terdapat objek retribusi yang dipungut namun tidak disetorkan ke kas negara," kata Made.

Penyidik Kejati Lampung menemukan ada selisih target dengan realisasi retribusi sampah di DLH Bandar Lampung periode 2019-2021 sebesar Rp34,8 miliar.

Rinciannya, pada 2019 target pemasukan senilai Rp12,05 miliar namun realisasinya hanya Rp6,97 miliar atau selisih sekitar Rp5 miliar. Kemudian pada 2020, target pemasukan sebesar Rp15 miliar hanya realisasi Rp7,193 miliar atau selisih sekitar Rp8 miliar.

Selanjutnya, pada 2021, target pemasukan retribusi sampah sebesar Rp30 miliar namun hanya terealisasi Rp8,2 miliar atau selisih sekitar 22 miliar. Hingga kini penyidik Kejati Lampung sudah memeriksa sebanyak 72 saksi. (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Kamis 6 Oktober 2022 dengan judul "Periksa Puluhan Saksi, Belum Ada Tersangka"