Kisah Pilu Napi di Kotabumi, Sakit Usus Buntu Ditengah Keterbatasan Fasilitas Rumah Tahanan
Kupastuntas.co, Lampung
Utara - Kala itu, saya menyaksikan bagaimana arti dari makna kemanusiaan yang
sesungguhnya dalam kehidupan, bukan sekedar teori atau cerita fiksi, melihat
bagaimana para Napi yang harus menjalani hari-harinya didalam Rutan demi
menjalankan hukuman atas perbuatan yang disangkakan. Ya, narapidana adalah
manusia yang harus dimanusiakan.
Kisah ini milik Can
(Inisial), seorang napi Rutan Kelas IIB Kotabumi yang harus menahan rasa sakit
usus buntu yang dialaminya. Kala itu, ia diantar menggunakan mobil Dinas Rutan
untuk berobat ke Rumah Sakit terdekat, yang sejatinya mobil Dinas tersebut
diperuntukan bagi orang-orang dalam keadaan sehat.
Perut Can terasa sakit
dan nyeri oleh sebab sakit usus buntunya kambuh, ia harus dalam posisi duduk
didalam mobil Dinas Rutan untuk diantarkan ke Rumah Sakit, padahal seyogyanya
Can perlu posisi berbaring bukan duduk sebagai mana orang yang sehat, hal itu
dikarenakan Rutan tak memiliki fasilitas mobil ambulan.
Dengan mencoba tegar,
Can terus menjalani proses demi proses hukum yang menjeratnya meskipun rasa
sakit usus buntu yang tengah dialami semakin hari semakin menyiksa.
Penderita penyakit
usus buntu akan merasakan nyeri berlebih, yang dimulai dari tengah perut dan
akan menjalar ke kanan bawah perut tempat dimana usus buntu berada.
Dalam waktu beberapa
jam, rasa sakit akan bertambah parah apabila penderita penyakit usus buntu
tubuhnya bergerak, menarik napas mendalam, batuk dan bersin, apalagi kala itu
Can diantar dengan mobil Dinas yang hanya memiliki kursi tidak memiki tempat
untuk berbaring, dapat dibayangkan rasa sakit yang dialami oleh Can.
Selain itu, mobil
dinas Rutan tidak memiliki wewenang untuk menyalakan sirene agar mobil dapat
melaju lebih cepat sampai ke Rumah Sakit, sehingga mobil pengantar Can melaju
sebagai mana kecepatan kendaraan lainnya, begitu pentingnya mobil ambulan bagi
setiap manusia termasuk bagi Can seorang narapidana yang tengah sakit.
Fasilitas ambulan
memang disediakan oleh Pemerintah setempat di Puskesmas-Puskemas terdekat,
tetapi berkaitan regulasi yang cukup panjang tentunya memperlama, belum lagi
situasi mendadak yang harus dilakukan pengantaran pasien napi secara cepat perlu
dilakukan oleh petugas Rutan, sehingga pengantaran menggunakan mobil Dinas
Rutan terpaksa dilakukan ditengah keterbatasan fasilitas yang ada.
Saat diantarkan ke
Rumah Sakit, Can juga tetap dalam pengawalan ketat oleh petugas Rutan.
Bukan tanpa sebab,
resiko terbesar bagi petugas saat membawa napi berobat di luar adalah tahanan kabur.
Hal itu pernah dialami oleh petugas di daerah lain dimana terdapat napi yang
terkena serangan jantung, tetapi pada saat dilarikan ke RSUD Abdul Muluk,
justru napi tersebut dibawa kabur oleh pihak keluarga.
"Mending lu gak
setiduran jaga pasien napi di rumah sakit, namun setelah selesai gak ada
masalah, kalau lengah maka boleh jadi seumur hidup lu ngak bisa tidur nyenyak
karena napi kabur," pesan Mukhlisin Fardi Karutan Kelas IIB Kotabumi
kepada para petugas yang mendampingi napi berobat.
Oleh karenanya, antara
hak dan kewajiban diupayakan tetap dapat terjalin secara seimbang, yakni
mengenai kewajiban pengawalan oleh petugas Rutan dan hak pengobatan bagi
narapidana.
Situasi darurat dapat
terjadi kapan saja, seperti saat napi sakit parah yang mengancam keselamatan
nyawanya, maka izin dari pihak terkait menyusul kemudian dikarena pertolongan
secepatnya harus dilakukan dengan melarikan napi ke Rumah Sakit terdekat.
Jumlah napi rutan
Kelas IIB Kotabumi sebanyak 285 orang dan dapat terkena sakit kapan saja tidak
mengenal waktu baik pagi, siang, sore, bahkan malam.
"Kita antarkan
napi menggunakan mobil Dinas, sedangkan kalo masih bisa ditangani oleh klinik
Rutan maka tidak dikirim ke RS, tetapi kalau yang parah harus berobat ke RS,
jadi kebayangkan bang yang sekarat logikanya nggak bisa duduk, maka kendaraan
yang pas itu ambulan untuk mengantar napi," tukas Karutan.
Kemanusiaan, hal
itulah yang coba tetap dikedepankan, oleh karenanya mobil ambulan Rutan
diharapkan dapat terealisasi, sehingga apabila dalam kondisi darurat napi yang
sakit parah dapat segera dilarikan ke Rumah Sakit lebih cepat.
"Kita sudah
mengajukan, tapi belum terealisasi sampai sekarang mungkin keterbatasan
anggaran," ujar Karutan.
Pilu memang, dimana
para napi telah menjalankan kewajiban atas perbuatan yang disangkakan padanya
untuk tetap tinggal di Rutan, para petugas Lapas telah menjalankan kewajiban
dalam melaksanakan pengawalan pada napi, tetapi kewajiban dalam melengkapi
fasilitas kemanusiaan berupa mobil ambulan belum terealisasi, hal ini merupakan
kewajiban bersama.
Napi Rutan Kelas II B
Kotabumi diisi mayoritas warga asal Lampura, sehingga memerlukan perhatian pula
oleh Pemerintah Kabupaten setempat sebagaimana warga Lampung Utara lainnya
tanpa harus dibedakan.
Kisah keterbatasan
fasilitas harusnya menjadi perhatian oleh seluruh pihak sehingga siapapun dia
layak mendapatkan fasilitas kesehatan yang optimal.
Demikian kisah singkat
Can, seorang napi Rutan Kelas IIB Kotabumi yang harus mendapatkan pengobatan di
tengah keterbatasan fasilitas yang ada, semoga para petugas tetap diberikan
kesehatan dan kebesaran hati dalam menjalankan hari-harinya sebagai pelayan
negara membina para napi menyelesaikan kewajibannya. (*)
Berita Lainnya
-
Kecewa Dipecat karena Mencuri, Mantan Satpam Bakar Kantor Pelayanan Pajak Lampung Utara
Senin, 09 Desember 2024 -
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya 2024 di Gunung Sadar Lampura Diduga Syarat Penyelewengan
Selasa, 03 Desember 2024 -
Hadiri Pembukaan Turnamen Futsal Ardjuno Cup Bukit Kemuning, Arinal Djunaidi Janji Bangun Gedung Futsal Jika Terpilih
Rabu, 13 November 2024 -
Kasus Dugaan Penganiayaan, Pengacara Korban Desak Polisi Tetapkan Kades Mekar Asri Lampura Jadi Tersangka
Rabu, 30 Oktober 2024