Kenaikan Harga BBM Dinilai Menambah Beban Masyarakat dan Turunkan Aktivitas Ekonomi
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah berencana akan
menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya BBM jenis Pertalite dan
Solar Subsidi. Informasi yang beredar, harga Pertalite akan naik menjadi Rp10.000 per liter dari sebelumnya Rp7.650 per liter. Dan harga solar akan naik menjadi Rp7.200 per liter dari sebelumnya Rp5.150 per liter.
Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila), Usep
Syaifuddin menilai, kenaikan harga BBM subsidi untuk saat ini dirasa belum
tepat.
"Kebijakan yang beresiko, karena akan menambah beban
masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah," ujar Syaifuddin,
saat dikonfirmasi, Rabu (31/8/2022).
Selanjutnya kata dia, semua sama-sama tahu bahwa BBM ini
adalah komoditas yang punya dampak pengganda. Hal itu jelasnya, jika harga BBM
naik akan banyak harga-harga komoditas lain yang akan naik, sehingga akan
memicu inflasi.
"Dampak yang paling utama tentu daya beli masyarakat
akan turun. Itu satu keniscayaan," katanya.
Menurutnya, jika pemerintah beralasan karena BBM sudah
terlalu berat itu bisa dipahami. Akan tetapi, apakah menaikkan harga BBM
bersubsidi itu memang sudah solusi yang tepat dan tidak ada jalan alternatif
lain.
"Ditengah belum pulihnya ekonomi masyarakat khususnya
kelas berpenghasilan rendah akibat dampak pandemi covid-19 selama 2 tahun
lebih," ungkapnya.
Syaifuddin berpendapat, sebetulnya ada kesan yang bahasanya
pencitraan. Karena terangnya, ketika BBM subsidi dinaikkan hal yang sama juga
beban rakyat dinaikkan, lalu dikasih bantuan tunai untuk masyarakat
berpenghasilan rendah.
"Beban BBM subsidinya berkurang karena harga dinaikan
tapi uangnya ini diberikan dalam bentuk bantuan langsung tunai. Terus ngapain,
ini kan cuman mindahi cost aja, beban APBD ini kan gak berkurang. Sementara ini
menjadi pemicu kegaduhan di masyarakat karena kenaikan BBM seperti ini,"
tegasnya.
Ia pun menilai, membengkaknya subsidi BBM ini memang karena
tidak tepatnya sasaran yang arti lainnya juga salah.
"Contohnya LCDC mobil murah itu kan negara gak dapet
apa-apa baik dari pajak kecil yang masuk. Dulu, konsepnya LCDC itu tidak boleh
mengkonsumsi BBM subsidi, tapi kenyataannya enggak dilaksanakan akhirnya populasi
LCDC meningkat lagi mengonsumsi BBM subsidi. Sehingga beban APBN tambah
berat," ungkap akademisi Unila itu.
Hal senada juga disampaikan, Pengamat Ekonomi Unila Asrian
Hendi Caya, mengatakan pertalite dan solar merupakan kebutuhan masyarakat, maka
kenaikan kedua BBM tersebut akan berdampak pada mobilitas orang dan barang.
"Pada ujungnya berdampak pada harga-harga lainnya.
Kenaikan harga akan berdampak pada daya beli masyarakat, yang selanjutnya
menurunkan aktivitas ekonomi," katanya.
Asrian mengaku, ekonomi yang baru saja mau mulai pulih
akibat pandemi dengan pelonggaran aktivitas masyarakat. Namun saat ini
menghadapi tantangan karena kenaikan biaya akibat naiknya harga BBM.
"BBM merupakan komoditas strategis karena dampaknya
yang luas pada aktivis sosial dan ekonomi. Artinya dorongan untuk percepatan
pemulihan akan mendapat tantangan dengan beban ekonomi akibat kenaikan BBM.
Begitu juga dengan semangat bangkit lebih kuat akan terkendala dengan
menurunnya aktivis ekonomi karena beban biaya akibat kenaikan BBM,"
tandasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Libur Nataru, Polisi Perketat Pengamanan di Pusat Perbelanjaan dan Objek Vital
Senin, 23 Desember 2024 -
Satgas Pangan Bandar Lampung Pastikan Keamanan Produk Jelang Nataru
Senin, 23 Desember 2024 -
Salah Seorang Pelaku Utama Pembacok Pelajar SMP di Bandar Lampung Menyerahkan Diri
Senin, 23 Desember 2024 -
Jelang Nataru, Harga Telur Hingga Minyak Goreng di Bandar Lampung Naik Signifikan
Senin, 23 Desember 2024