• Selasa, 19 November 2024

Kolom Opini: Si Aom, Profesor Kontroversial Dari Unila

Senin, 22 Agustus 2022 - 16.04 WIB
2.9k

Rektor Unila, Prof Karomani. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Lampung Utara - Unila menjadi sorotan publik, dimana salah satu Profesor yakni Karomani yang merupakan Rektor periode 2020-2024 telah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu (20/8/2022) dalam kasus dugaan suap penerimaan Mahasiswa baru dengan temuan uang fantastis senilai Rp5 Miliar.

Menariknya, kisah perjalanan Prof. Aom (sapaan akrabnya) kerap menghebohkan publik bukan hanya sejak terjerat OTT baru-baru ini, tetapi sejak dahulu kala saat ia menjabat sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Lampung.

Prof. Aom, memiliki karir tergolong 'moncer', dimana ia sebelumnya menjabat sebagai Wakil Rektor III dari tahun 2016 hingga tahun 2020, dan langsung terpilih menjadi Rektor Unila periode Juli 2020-2024.

Saat menjabat sebagai Wakil Rektor III beberapa peristiwa penting terjadi, diantaranya berbagai aksi demo gerakan mahasiswa kala itu yang mengkritik kinerja Prof. Aom.

Pada Maret 2018, Prof. Aom sebagai Warek III pernah membentuk salah satu UKM yang disebut oleh BEM Unila kala itu sebagai UKM 'tahu bulat' yakni UKM Al-Kalam, yang dianggap cacat prosedur dan melanggar konstitusi TAP MPM KBM Unila.

UKM Al-Kalam dianggap melanggar 07/TAPMPM/UL/IX/2017 tentang Mekanisme Pembentukan Unit Kegiatan Mahasiswa, dimana prosedur yang ada bahwa UKM yang akan dibentuk harus melakukan pengajuan dan pendaftaran uji kelayakan melalui DPM dan MPM Unila, atau dari mahasiwa oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa (demokrasi).

Sehingga, pada kala itu mahasiwa yang dimotori oleh BEM Unila melakukan aksi penolakan pelantikan 'UKM tahu bulat' tersebut di GSG Universitas Lampung.

Tidak hanya sampai disitu, pada Selasa, (2/10/2018) para mahasiswa melakukan pendudukan gedung Rektorat Unila sampai dengan Jum'at (5/10/2018) yang salah satu point tuntutannya adalah mencopot Prof. Karomani Wakil Rektor III.

Mengutip antaranews.com, para mahasiswa kala itu melalui Presiden Mahasiswa Muhammad Fauzul Adzmin berpendapat bahwa Prof. Karomani telah melakukan tindakan diskriminatif kepada mahasiswa dan melakukan politisasi kampus yang melanggar tugas dan kewenangannya, sehingga diminta untuk dicopot dari jabatanya.

Berlanjut, pada tahun 2020 saat Prof. Aom  menjabat Rektor Unila ia menolak melantik Presiden Mahasiswa yang pada saat itu menang secara aklamasi yaitu Amiza Rezika (PPKN 2018) dan Wakil Presiden Mahasiswa, Umar Bassam (Ilmu Hukum 2018).

Terjadi aksi gugat mengguat ke Panitia Khusus (Pansus) Unila pada saat itu, dan Pansus Unila dianggap gagal sehingga dibubarkan, dan terjadilah vakumnya BEM Unila selama Prof. Aom menjabat sebagai Rektor Unila.

Dalam hirarki pemerintahan, tentunya posisi Rektor memiliki kewenangan besar untuk dapat membentuk Pansus baru yang melibatkan berbagai elemen kampus terutama Mahasiswa, dan mengadakan Pemilihan Raya (Pemira). Sayangnya, hingga tahun 2022 BEM Unila belum juga hidup, hal ini tentunya menjadi pertanyaan berbagai kalangan, tidak menghidupkan kembali BEM tentunya sarat akan kepentingan politik demi melanggengkan kekuasaan secara aman dan tentram.

Berbagai gerakan upaya menghidupkan kembali BEM Unila belum juga memberikan hasil, pada April 2022 para alumi BEM Unila memberikan karangan bunga yang bertebaran di Bundaran Gajah Bandar Lampung dengan tulisan "turut berduka cita matinya demokrasi Unila".

OTT Sang Profesor

Terbaru kisah Prof. Aom, mengenai kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru yang telah menyeret beberapa petinggi di Universitas Lampung seperti Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Heriyandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, Andi Desfiandi sang pemberi pemberi suap.

Prof. Karomani dan kawan-kawan, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) pada Minggu pagi, (21/8/2022).

Berbagai pihak menilai bahwa kasus suap penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri sangat rentan dan menjadi celah besar, sehingga perlunya melakukan perbaikan sistem atau reformasi birokasi.

Kasus dugaan korupsi ini tentunya telah menorehkan catatan hitam bagi kampus Unila, lalu bagaimana suap ini dapat terjadi?, menurut McClelland Wu dan Huang (2011), dalam teori motivasi mengatakan bahwa korupsi disebabkan oleh motif afiliasi atau kedekatan dengan sang pemberi suap atas dasar keadilan distributif, atau secara sederhana adalah faktor kedekatan yang menghasilkan keuntungan bersama.

Pemberian suap dalam kasus ini tentunya sangat relevan dengan teori motivasi penyebab korupsi mengenai keadilan distributif, yakni sang anak dari pihak swasta dapat berkuliah di Unila, dan Rektor tersebut mendapatkan keuntungan pribadi berupa uang untuk memenuhi hawa nafsunya.

Selain motif afiliasi, mengutip Abidin dan Siswadi (2015:64) mengatakan bahwa penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah motif kekuasaan, yang dalam hal ini Rektor sebagai pucuk pimpinan tertinggi di Universitas memiliki kekuasaan tinggi dan cenderung dapat melakukan apapun dengan kekuasaan yang dimilikinya termasuk dalam konteks korupsi.

Partisipasi Publik Sebagai Solusi

Dengan berbagai peragaan kontroversial yang ditampilkan Prof. Aom, dengan demikian diperlukan perbaikan sistem yang ada di Universitas Lampung.

Mengutip Darmawan Purba, dalam buku Desentralisasi atau Resentralisasi (2015:100) mengungkapkan terdapat beberapa prinsip dalam melibatkan partisipasi publik demi terwujudnya good governance, yaitu salah satunya adalah partisipasi langsung dan tidak langsung.

Partisipasi langsung dan tidak langsung dalam kasus dugaan suap dapat diwujudkan dengan cara membentuk kolom aduan bagi calon mahasiswa yang mendaftar, dan juga dengan penampilan nilai seleksi yang dapat diakses oleh seluruh peserta.

Kasus pembentukan UKM ilegal dan juga mengenai dugaan suap penerimaan mahasiswa baru, disebabkan oleh kurangnya partisipasi publik secara langsung terutama melibatkan mahasiswa. Kekuasaan yang besar atau cenderung absolute menyebabkan tidak adanya rasa takut, tidak adanya pengawasan oleh publik. (*)