• Jumat, 26 April 2024

Kisah Maimunah, Buk Ogah Tangguh, Sang Pengatur Lalu Lintas di Jalan Teuku Umar

Selasa, 09 Agustus 2022 - 21.26 WIB
152

Maimunah (40) saat menjalankan aksinya mengatur arus lalu lintas di Jalan Teuku Umar, Penengahan, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung. Foto: Sri/Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Dalam sehari-hari kita umumnya melihat kaum laki-laki menjadi pengatur lalu lintas sukarela di jalur putar balik itu hal yang sudah biasa. Dimana, setiap ada kendaraan roda empat maupun dua ingin memutar balik, mereka dengan sigap melakukan aksinya untuk memperlancar arus lalu lintas.

Namun lain halnya di jalur putar balik yang berada di Jalan Teuku Umar, Penengahan, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung. Yang menjadi petugas putar balik sukarela adalah seorang perempuan atau bisa kita menyebutnya Buk Ogah (versi perempuan dari Pak Ogah)  paruh baya.

Maimunah (40) namanya, meski setiap melangkah tampak Ia agak kesulitan karena mengidap asam urat di kedua kakinya, namun dengan sabar dan tangguh ia mengatur para pengendara untuk tetap berada dalam pandunya kapan harus putar balik dan kapan harus berhenti menunggu giliran.

Maimunah menuturkan, pendapatan dari mengatur lalulintas itu, Ia memperoleh Rp20 ribu sampai Rp30 ribu sehari.

"Seiklhasnya orang. Ada yang memberi Rp500 perak juga saya ambil untuk tambah-tambah beli beras. Tapi ada yang ngasih Rp5 ribu ada juga Rp10 ribu, kalau melihatnya kasihan," ujarnya, saat ditemui di lokasi, Selasa (9/8/2022).

Ia juga mengaku, dalam melakukan pekerjaannya tersebut pernah ditegur oleh Polisi agar tetap hati-hati nanti tertabrak mobil dan motor.

"Nah kadang dikasi uang Rp20 ribu kalau polisi nya ada uang dikasih Rp50 ribu," sambungnya.

Maimunah bekerja sebagai pengatur lalu lintas putar balik di daerah Teuku Umar atau tepatnya di depan Korem 043/Garuda Hitam sudah lebih dari tiga tahun ia geluti.

Akan tetapi, ia sendiri bertempat tinggal di daerah Sinar Banten, Kelurahan Sidosari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan.

"Pulang pergi ke sini naik angkot Rajabasa, yang ongkosnya Rp5 ribu. Mulai dari siang sampai pukul 19.00 WIB," ungkap dia.

Ia mengaku, menggeluti pekerjaan tersebut karena kondisi ekonomi keluarga yang memang tidak punya. Jangankan memiliki rumah, untuk sekedar membeli makan sehari-hari saja susah.

"Saya tidak ada rumah, jadi numpang rumah orang. Dari dulu saya tidak pernah mendapatkan bantuan baik dari pemerintah kota, provinsi maupun pusat," ujar ibu empat orang anak itu.

Dia menuturkan bahwa sang Suami pekerjaannya serabutan.

"Kalau ada yang minta carikan ulam (rumput) ayok, kalau ada yang ngajak ngoret singkong juga dikerjakan," katanya.

Bina Wati (43) Tetangganya yang kebetulan berjualan tak jauh dari lokasi tempat Maimunah bekerja mengaku, memang Maimunah adalah orang yang tidak mampu.

"Anak yang ikut sama dia ada dua, satu sudah menikah dan satunya lagi sudah kerja," kata Wati.

"Dia memang tidak pernah dapat bantuan dari pemerintah. Lantaran Maimunah ini merupakan warga Lampung Timur yang pindah ke Natar," timpalnya.

Wati pun menyampaikan niat Maimunah yang berkeinginan pindah untuk menjadi warga Bandar Lampung. Namun jelasnya, untuk mengurusi surat keterangan pindah dari Disdukcapil Lampung Timur membutuhkan biaya minimal Rp200 ribu untuk ongkos pulang balik.

"Uang segitu besar. Orang untuk makan saja susah. Rumahnya memang numpang, sedih ngeliatnya tidur juga dibawah, Rumahnya saja papannya dimakan rayap," kata Wati berempati. (*)