Kisah Maimunah, Buk Ogah Tangguh, Sang Pengatur Lalu Lintas di Jalan Teuku Umar
Kupastuntas.co, Bandar
Lampung - Dalam sehari-hari kita umumnya melihat kaum laki-laki menjadi
pengatur lalu lintas sukarela di jalur putar balik itu hal yang sudah biasa.
Dimana, setiap ada kendaraan roda empat maupun dua ingin memutar balik, mereka
dengan sigap melakukan aksinya untuk memperlancar arus lalu lintas.
Namun lain halnya di
jalur putar balik yang berada di Jalan Teuku Umar, Penengahan, Kecamatan Tanjung
Karang Pusat, Kota Bandar Lampung. Yang menjadi petugas putar balik sukarela adalah
seorang perempuan atau bisa kita menyebutnya Buk Ogah (versi perempuan dari Pak
Ogah) paruh baya.
Maimunah (40) namanya,
meski setiap melangkah tampak Ia agak kesulitan karena mengidap asam urat di
kedua kakinya, namun dengan sabar dan tangguh ia mengatur para pengendara untuk
tetap berada dalam pandunya kapan harus putar balik dan kapan harus berhenti
menunggu giliran.
Maimunah menuturkan,
pendapatan dari mengatur lalulintas itu, Ia memperoleh Rp20 ribu sampai Rp30
ribu sehari.
"Seiklhasnya
orang. Ada yang memberi Rp500 perak juga saya ambil untuk tambah-tambah beli
beras. Tapi ada yang ngasih Rp5 ribu ada juga Rp10 ribu, kalau melihatnya
kasihan," ujarnya, saat ditemui di lokasi, Selasa (9/8/2022).
Ia juga mengaku,
dalam melakukan pekerjaannya tersebut pernah ditegur oleh Polisi agar tetap
hati-hati nanti tertabrak mobil dan motor.
"Nah kadang
dikasi uang Rp20 ribu kalau polisi nya ada uang dikasih Rp50 ribu,"
sambungnya.
Maimunah bekerja
sebagai pengatur lalu lintas putar balik di daerah Teuku Umar atau tepatnya di depan
Korem 043/Garuda Hitam sudah lebih dari tiga tahun ia geluti.
Akan tetapi, ia
sendiri bertempat tinggal di daerah Sinar Banten, Kelurahan Sidosari, Kecamatan
Natar, Lampung Selatan.
"Pulang pergi ke
sini naik angkot Rajabasa, yang ongkosnya Rp5 ribu. Mulai dari siang sampai
pukul 19.00 WIB," ungkap dia.
Ia mengaku,
menggeluti pekerjaan tersebut karena kondisi ekonomi keluarga yang memang tidak
punya. Jangankan memiliki rumah, untuk sekedar membeli makan sehari-hari saja
susah.
"Saya tidak ada
rumah, jadi numpang rumah orang. Dari dulu saya tidak pernah mendapatkan
bantuan baik dari pemerintah kota, provinsi maupun pusat," ujar ibu empat
orang anak itu.
Dia menuturkan bahwa
sang Suami pekerjaannya serabutan.
"Kalau ada yang
minta carikan ulam (rumput) ayok, kalau ada yang ngajak ngoret singkong juga
dikerjakan," katanya.
Bina Wati (43)
Tetangganya yang kebetulan berjualan tak jauh dari lokasi tempat Maimunah
bekerja mengaku, memang Maimunah adalah orang yang tidak mampu.
"Anak yang ikut
sama dia ada dua, satu sudah menikah dan satunya lagi sudah kerja," kata
Wati.
"Dia memang
tidak pernah dapat bantuan dari pemerintah. Lantaran Maimunah ini merupakan
warga Lampung Timur yang pindah ke Natar," timpalnya.
Wati pun menyampaikan
niat Maimunah yang berkeinginan pindah untuk menjadi warga Bandar Lampung.
Namun jelasnya, untuk mengurusi surat keterangan pindah dari Disdukcapil Lampung
Timur membutuhkan biaya minimal Rp200 ribu untuk ongkos pulang balik.
"Uang segitu
besar. Orang untuk makan saja susah. Rumahnya memang numpang, sedih ngeliatnya
tidur juga dibawah, Rumahnya saja papannya dimakan rayap," kata Wati
berempati. (*)
Berita Lainnya
-
Begini Cara Download Lagu dari Tiktok dengan Situs Tubidy
Selasa, 31 Januari 2023 -
Perbedaan WhatsApp Biasa dan WA GB yang Perlu Diketahui
Senin, 30 Januari 2023 -
Dari Getah Menjadi Rupiah, Rokayah Berhasil Sekolahkan Anak Hingga Bangku Kuliah
Minggu, 29 Januari 2023 -
Budidaya Cancing Tanah, Andriansyah Raih Omset Rp 7 Juta per Bulan
Rabu, 25 Januari 2023