Mengais Asa di TPI Kotaagung, Kerasnya Kehidupan Nelayan Cari Nafkah Hingga ke Tengah Lautan
Kupastuntas.co, Tanggamus
- Pagi hari di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kotaagung, Kabupaten Tanggamus,
Minggu (17/7/2022). Pagi ini mendung masih menggelayut dengan semilir angin
sejuk yang lemah. Langit berawan abu, sinar matahari masih malu-malu menampakkan
diri dan rintik-rintik kecil air hujan turun bertalu-talu membasahi bumi.
Udara sekitar terasa dingin menyentuh kulit. Seperti biasa, irama pagi dan
detak jantung kehidupan bermula, seperti itulah adanya siklus
kehidupan.
Nuansa dingin ini tak
membuat ribuan orang di tempat pelelangan ikan (TPI) yang berada di pinggir
pantai Teluk Semaka, Kelurahan Pasarmadang, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten
Tanggamus ini senyap. Seperti biasa, setiap hari ribuan orang seperti, nelayan,
buruh angkut, cengkau atau makelar dan warga sejak subuh sibuk dengan perannya
masing-masing. Ribuan warga ini menggantungkan hidupnya di TPI tersebut.
Memasuki komplek TPI,
deretan sepeda motor para pengojek menyatu dengan kendaraan milik warga dan
bakul ikan yang ingin melakukan transaksi, mengadu nasib, mengais rezeki,
menutupi sebagian jalanan.
Bau amis khas laut
yang sangat kental menusuk penciuman saat semakin memasuki komplek TPI yang
juga disekitarnya berfungsi menjadi pasar ikan.
Suara petugas lelang yang menawarkan berbagai jenis ikan melalui pengeras suara , bersahut-sahutan dengan suara ratusan cengkel atau makelar atau perantara yang tengah menawarkan hasil tangkapan nelayan pagi ini.
Sementara di ujung
dermaga, satu persatu perahu tandu yang bertugas membawa nelayan dan hasil
tangkapan ikan merapat ke bibir dermaga. Belasan orang lelaki yang berjuang
hidup dan mati sejak sore lalu hingga dini hari ini, sepertinya tidak sabaran
lagi untuk menjual rezeki yang diperjuangkan saban hari.
Secepatnya salah seorang
dari mereka bergerak melemparkan tali pengait kapal kayu untuk dikaitkan di
tempat penambatan Di sisi Dermaga seorang warga lalu menarik dan mengikat
tali kapal.
Sejurus kemudian satu
persatu keranjang atau bakul, atau oleh nelayan setempat disebut rombong yang
berisi ikan, dinaikkan ke dermaga , lalu buruh angkut bergantian membawa hasil
laut dengan gerobak dorong ke tempat pelelangan ikan untuk dijual atau
dilelang.
Kesibukan berlanjut
tawar-menawar ikan dalam rombong dan setelah kesepakatan harga lalu diangkat ke
mobil, sepeda motor, atau dijual di lapak-lapak ikan di sepanjang kiri dan
kanan menuju dermaga, atau dionggokkan begitu saja di tanah bercampur batu-batu
kecil sekitar TPI.
Dilain pihak, puluhan
bahkan ratusan perempuan dan laki-laki yang berprofesi sebagai bakul ikan
ataupun penjual ikan keliling, sibuk memilih dan menawar ikan sejenis dan
ukuran. Setelah dapat, ikan langsung dimasukkan ke dalam ember atau
tong-tong ukuran sedang, kemudian dibawa untuk dijual ke pasar atau berkeliling
ke kampung-kampung.
Begitulah keriuhan
kehidupan nelayan dari dini hari hingga siang di tempat pelelangan ikan (TPI)
Kota Agung. Ribuan warga menggantungkan hidupnya di tempat pelelangan ikan
tersebut, tak hanya dari Kecamatan Kota Agung, tapi juga dari Kecamatan
Kotaagung Timur, Kotaagung Barat, Wonosobo, Gisting dan wilayah
lain di Tanggamus , hingga Kabupaten Pringsewu.
Juanda (53), salah
seorang Pandhega atau anak buah kapal (ABK) Bagan menuturkan, kehidupan nelayan
itu cukup keras sehingga harus piawai mencari sasaran dengan ngerawe atau
mancing ikan sendiri di tengah kesibukan sebagai pandhega bagan. Sebab jika
hanya mengandalkan dari hasil bagan, alamat periuk di rumah tidak ngebul atau
tidak bisa masak.
Ia yang sudah menjalani pekerjaan sebagai nelayan secara turun-temurun, karena tidak memiliki keahlian lain mengatakan, rezeki nelayan ibarat pepatah rezeki Harimau.
"Di laut mah
rezeki Maung (Harimau), kalau lagi along (banyak tangkapan ikan), apa aja
istilahnya kebeli, tetapi saat terang bulan atau laut rajuh, angin Tenggara,
itu saat paceklik, dan apa yang ada di rumah dijual untuk makan," kata dia
dengan logat Sunda kental.
Ketika para nelayan
berjuang keras mencari nafkah di tengah laut , istri-istri mereka menunggu
hasil tangkapan sambil berbenah rumah, memasak seadanya serta menjual ikan hasil
tangkapan, bahkan ada juga yang bekerja di warung-warung makan di rumah tetangga,
atau upahan berjualan kue keliling.
Sungguh, kehidupan
nelayan Teluk Semangka ini masih dalam kondisi menyedihkan ibarat itik berenang
di danau mati kehausan dan ibarat ayam mati kelaparan di lumbung padi. Kadang
hasil penjualan ikan hanya cukup untuk makan harian keluarga, sehingga tidak
sampai menjangkau kebutuhan lainnya, bahkan kadang tidak membawa hasil. Belum
lagi beban berat lain yang harus mereka pikul atau mereka tanggung dengan
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Meski sepanjang hari
mencari ikan di tengah laut, kadang hasil yang didapat tidak seberapa. Beberapa
kendala tentunya tidak membuat mereka berkecil hati, mereka tetap semangat
berapapun ikan yang didapat. Mereka harus kembali ke rumah, ikan-ikan hasil
tangkapan dijual di TPI atau di pasar ikan di lokasi TPI, yang pembelinya tak
lain yaitu pengunjung TPI, pemilik rumah makan dan masyarakat.
Sementara dielus
hembusan angin semilir dari pantai para pengunjung tinggal melahap ikan
sesuai olahan pesanan, itulah kenikmatan di tengah denyut nadi kehidupan
nelayan Teluk Semaka. Panorama Teluk Semaka yang indah ternyata tidak
sebagus kehidupan nelayan di sana. Mereka hanya bisa pasrah kepada Sang Maha
Kuasa yang memiliki alam beserta isinya.
Seharusnya disinilah
peran pemerintah yang harus lebih peduli akan kehidupan para nelayan, yang
didominasi buruh nelayan, agar lebih baik, lebih maju. "Pemerintah melalui
Dinas Perikanan harus lebih memperhatikan kehidupan para nelayan Teluk Semaka,
yang tetap miskin," kata Puji, warga Kotaagung.
Herman, seorang
nelayan pancing mengatakan, sudah seharusnya nelayan mendapat bantuan. Dan
bantuan itu bukan hanya soal dana, tetapi lebih baik dengan fasilitas atau
perlengkapan untuk nelayan. Misalkan saja bantuan mesin, jaring dan alat
tangkap ikan.
Selama ini juga
bantuan dari pemerintah tidak tepat sasaran, lantaran lebih banyak nelayan yang
tidak menikmati bantuan tersebut.
"Selama
ini bantuan banyak tidak tepat sasaran, karena hanya juragan, nelayan berdasi
atau nelayan pengusaha perikanan, pemilik kapal yang menikmati bantuan
itu," ujar Herman. (*)
Berita Lainnya
-
Maling Bobol Rumah Warga Dusun Tegalsari Tanggamus, Dua Motor Dibawa Kabur
Jumat, 17 Januari 2025 -
Ribuan Tenaga Honorer di Tanggamus Gelar Aksi Damai Tuntut Jadi PPPK Penuh Waktu
Rabu, 15 Januari 2025 -
Sempat Rusak Rumah Warga, Kawanan Gajah Liar Tanggamus Berhasil Digiring Masuk TNBBS
Rabu, 08 Januari 2025 -
Pemkab Tanggamus Resmi Bentuk Empat OPD Baru, 29 Pejabat Ditunjuk Sebagai Plt
Jumat, 03 Januari 2025