• Sabtu, 07 Juni 2025

Wujudkan KRPPA, Bandar Lampung Terapkan UU TPKS Hingga Kelurahan

Kamis, 23 Juni 2022 - 21.32 WIB
772

Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar di Jalan Kotaraja RT 11, Kelurahan Gunung Sari, Kota Bandar Lampung seluas 120 meter persegi, disulap menjadi tempat ruang terbuka hijau dan taman bermain untuk anak. Kamis (23/6/2022). Foto: Sri/kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung serius mewujudkan Kota Tapis Berseri sebagai Kota Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA), dengan mengawal implementasi Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) hingga tingkat kelurahan.

Salah satu komitmen Pemkot adalah dengan menganggarkan Rp2 miliar untuk pendampingan korban kekerasan.

Walikota Bandar Lampung, Eva Dwiana mengatakan, dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) perubahan 2022, Pemkot akan mengalokasikan anggaran untuk pendampingan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

"Jadi mereka kita urus. Kita juga ada rumah singgah dengan pendampingan hukum. Lalu psikolog supaya permasalahan perempuan dan anak bisa kita atasi sampai tingkat bawah," ungkap Eva, di Aula Semergou kantor Pemkot, Kamis (23/6/2022).

Dalam mengawal UU TPKS untuk diimplementasikan sampai tingkat kelurahan, pihak Pemkot akan melakukan pendampingan baik dari Inspektorat, asisten yang membidangi, maupun Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

"Ini bekerjasama dengan Kajari dan Kajati. Jadi kalau ada permasalahan anak dan ibu pendampingan hukumnya kita gratiskan," ucapnya.

Bunda Eva menegaskan telah menginstruksikan RT, kepala lingkungan (Kaling), camat serta lurah untuk saling berkoordinasi memantau semua keadaan lingkungan masing-masing.

"Kita juga akan membentuk tim pendampingan bagi perempuan dan anak di setiap kelurahan. Dimana mereka akan mendampingi kalau ada masalah. Misal, korban tidak mau cerita, tapi kalau kita dampingi  mereka pasti mau cerita," jelasnya.

Selain pendampingan lanjut Eva, pemantauan pada korban kekerasan juga dilakukan agar mereka bisa kembali membaur ke masyarakat.

"Terlebih sebentar lagi kita akan ada kerjasama dengan Kementerian PPPA. Kemarin ibu menterinya telpon saya untuk kerjasama masalah ini juga. Nanti Insya Allah beliau akan datang bersama ketua DPR RI," ungkapnya.

"Bunda yakin dengan apa yang kita lakukan ini Bandar Lampung akan menjadi kota percontohan ramah perempuan dan peduli anak," sambungnya.

Masyarakat Diminta Laporkan Kekerasan Seksual

Eva berharap, masyarakat di 126 kelurahan dan 20 kecamatan se-Kota Bandar Lampung dapat melaporkan kepada aparat atau lembaga pemerintah dan non pemerintah jika melihat tindak pidana kekerasan seksual.

Dengan masyarakat ikut memantau implementasi UU TPKS dengan baik, maka kelurahan tempat tinggalnya akan menjadi ramah perempuan dan peduli anak.

"Kita sebagai perempuan juga harus hati-hati kalau kita terjaga maka tidak akan terjadi sesuatu. Kepada anak-anak diharap menjaga dengan baik tindakan dan perilaku dalam bergaul. Sebab, orang tua mengharapkan anaknya jadi yang terbaik," pesan Eva.

Menurutnya, meski Bandar Lampung padat penduduk, namun Pemkot tetap memperhatikan hak-hak anak seperti fasilitas bermain yang dibangun hingga tingkat kelurahan.

Selama 2022, 75 Kasus Perempuan dan Anak

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Simponi Dinas PPPA Kota Bandar Lampung, per tanggal 23 Juni 2022 terdapat 75 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Dari jumlah tersebut, kasus yang terjadi pada anak-anak sebanyak 49 kasus dengan jenis kekerasan berupa penganiayaan, kekerasan fisik, seksual, bully dan konseling.

"Sedangkan kekerasan pada perempuan ada 26 kasus, dengan jenis kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran keluarga, perebutan anak dan konseling," kata Kepala Dinas PPPA Kota Bandar Lampung, Sri Asiyah.

Sementara, pada tahun 2021 terdapat 200 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dimana jumlah 101 kasus anak dan 99 kasus perempuan, dengan jenis kekerasan yang sama seperti tahun 2022.

Sri berujar, guna mencegah agar tidak bertambahnya kasus tersebut, Dinas PPPA melakukan sosialisasi khususnya pada ibu-ibu yang memiliki anak agar tidak membiarkan anaknya bermain sendirian.

"Artinya supaya dipantau terus. Karena kekerasan pada anak-anak sebagian besar pelakunya adalah orang-orang dekat, yang seharusnya menjaga tapi justru jadi pelaku. Jadi memang perlunya selalu mengawasi anak-anak dalam kegiatan bermainnya," ungkapnya.

Pemkot Memberdayakan Sejumlah Lembaga

Dalam mensosialisasikan hal itu, Dinas PPPA memberdayakan sejumlah lembaga seperti Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), LAdA Damar serta Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) sampai tingkat kelurahan.

"Jadi si korban itu baik anak-anak maupun perempuan, kita dampingi dan kita fasilitasi supaya tidak trauma," kata Sri.

Ia menyebutkan, ada sepuluh indikator yang harus dipenuhi untuk menjadi kelurahan RPPA, diantaranya :

  1. Pengorganisasian perempuan dan anak di kelurahan.
  2. Tersedianya data kelurahan yang memuat data pilah tentang perempuan dan anak.
  3. Tersedianya kebijakan kelurahan tentang kelurahan RPPA.
  4. Tersedianya pembiayaan dari kelurahan dan pendayagunaan aset kelurahan untuk mewujudkan kelurahan RPPA.
  5. Persentase keterwakilan perempuan di pemerintah kelurahan dan dewan kelurahan.
  6. Persentase perempuan wirausaha di kelurahan, utamanya perempuan kepala keluarga, penyintas bencana dan penyintas kekerasan.
  7. Semua anak di kelurahan mendapatkan pengasuhan berbasis hak anak.
  8. Tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak dan korban tindak pidana perdagangan orang.
  9. Tidak ada pekerja anak.
  10. Tidak ada perkawinan anak.

"Nah kita dalam tahapan ke situ. Tapi nanti pada awal Juli ini mau dilatih langsung oleh fasilitator nasional, kepada perwakilan 20 kecamatan sebagai fasilitator," jelasnya.


Camat Tanjungkarang Pusat, Maryamah menyampaikan, pihaknya bersama kader kelurahan sering mengadakan penyuluhan dan pendampingan kepada anak, baik kekerasan dalam rumah tangga maupun anak putus sekolah.

"Apalagi waktu pandemi, tidak semua anak memiliki HP untuk sekolah. Maka kita kumpulkan orang tuanya untuk memberikan kesadaran bahwa tugas pendidikan bukan hanya guru saja, tapi juga orang tua," jelas Maryamah.

Maryamah juga mengungkapkan, kebanyakan masyarakat tidak mau melapor jika terjadi KDRT karena dianggap aib. Maka dari itu, pihaknya melakukan penyuluhan atau pendampingan agar mereka mau cerita.

"Termasuk sosialisasikan UU TPKS. Baik kekerasan fisik, psikis dan kekerasan seksual, kita lakukan pendampingan hukum melalui kerjasama dengan Kejari dan kader yang kita bina. Kader binaan kita untuk pendampingan dan sosialisasi ini ada sepuluh orang di setiap kelurahan," kata Maryamah.

Sedangkan Lembaga Advokasi Anak (LAdA) Damar Lampung bertekad akan terus mengawal implementasi UU No.12 Tahun 2022 tentang TPKS.

Direktur Eksekutif LAdA Damar Lampung, Ana Yunita Pratiwi, mendorong pemerintah membuat peraturan teknis siapa yang menjadi leading sektor yang memberikan pelayanan. Karena kalau benar diterapkan UU ini akan memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban.

Ana menceritakan, berdasarkan pengalamannya menangani kasus kekerasan seksual, proses hukum pidananya masih menggunakan dua pasal yang berbeda.

“Sehingga korban harus menjalankan dua proses hukum, dua kali berita acara pemeriksaan. Tentunya itu sangat tidak menguntungkan bagi korban,” ungkap Ana.

Maka dengan lahirnya UU TPKS ini, diharapkan akan semakin mengakomodir korban, baik dengan bentuk kekerasan lewat teknologi dan lainnya.

“Semisal pemaksaan aborsi, kontrasepsi dan pemaksaan perkawinan dan lainnya. Yang selama ini di KUHP belum secara eksplisit tertulis. Sehingga UU TPKS bisa memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak," tandasnya. (*)

Editor :