Harapan Warga Way Haru Pesibar Nikmati Infrastruktur dan Pasokan Listrik Semakin Jauh
Kupastuntas.co, Pesisir Barat - Keinginan warga Pekon (Desa)
Way Haru, Kecamatan Bengkunat, Pesisir Barat, untuk menikmati infrastruktur dan
pemerataan pasokan energi listrik yang layak nampaknya semakin jauh dari
genggaman.
Pasalnya Perjanjian Kerjasama (PKS) yang telah dibuat oleh
Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat bersama Balai Besar Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (BBTNBBS) belum menemui titik terang, berbagai alasan teknis
pun di lontarkan untuk membatalkan Perjanjian Kerjasama yang telah di buat
sejak Agustus 2019 silam.
Setelah itu pada 6 Juli 2021 Pemerintah Kabupaten Pesisir
Barat kembali melakukan pembahasan rencana peningkatan jalan menuju Way Haru
sekaligus menyurati Dirjen KSDAE KLHK. Dirjen KSDAE KLHK pun membalas surat
tersebut pada 5 November 2021.
Isi surat tersebut yaitu menyarankan agar Pemerintah
Kabupaten Pesisir Barat dalam hal ini Bupati untuk melakukan koordinasi dengan
PT. PLN UID Lampung mengajukan permohonan pembangunan jaringan listrik di
wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ke KLHK.
Tidak hanya sampai disitu saja, Dirjen KSDAE KLHK juga
mengingatkan bahwa peningkatan jalan Way Haru-Way Heni tidak boleh lebih dari 2
meter lebarnya, sesuai dengan peruntukkannya yaitu untuk digunakan sebagai
jalur patroli.
Kembali berlanjut untuk memperjuangkan hak-hak warganya di
Pekon Way Haru, Pemkab Pesibar pada November 2021 lalu kembali berkirim surat
kepada pihak BBTNBBS agar memfasilitasi pemanfaatan jalan serta pemasangan
jaringan listrik menuju empat desa terisolir tersebut di bangun.
Pemkab Pesibar sudah dua kali berkirim surat untuk membahas rencana penyusunan Perjanjian Kerjasam (PKS) baru dengan BBTNBBS dan mendapatkan beberapa masukan terkait rencana peningkatan ruas jalan patroli menuju Way Haru.
Tepatnya pada Januari 2022 Pemkab Pesibar kembali berkirim
surat untuk audiensi namun bukan dengan Dirjen KSDAE KLHK tetapi dengan PT
Adhiniaga Kreasinusa (Artha Graha Peduli) selaku pemegang izin pengelola TNBBS
di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC).
Dengan alasan PPKM akibat Pandemi pihaknya menolak ajakan
audiensi tersebut dan menyerahkan seluruh proses tindaklanjutnya kepada
BBTNBBS. Aneh memang Pemkab Pesibar yang notabene nya sebagai pemangku wilayah
terkesan harus meminta izin ke pihak swasta untuk peningkaatan pembangunan di
wilayah sendiri.
Februari 2022 Pemkab Pesibar kembali memperjuangkan apa yang
selama ini diinginkan masyarakat dengan kembali menyurati BBTNBBS untuk
membahas pembuatan Perjanjian Kerjasama (PKS) yang baru. Maret 2022 pembahasan
PKS pun di gelar di OR Sekretariat Daerah Pesibar.
Kesimpulan pembahasan tersebut yaitu secara garis besar,
Dirjen KSDAE menyetuji serta memberikan lampu hijau pembangunan jalan dan
jaringan listrik di kawasan TNBBS sesuai dengan PKS yang telah di susun
berdasarkan ketentuan UU yang berlaku.
Pasca persetujuan dalam rapat itu, Bupati Agus Istiqlal
kemudian menerbitkan SK tentang tim penyusunan perjanjian kerjasama peningkatan
jalan ruas Way Heni-Way Haru pada 4 April 2022. Komposisi tim merupakan aparatur
gabungan dari Pemkab Pesibar bersama BBTNBBS.
Namun pada 14 April 2022, Kepala BBTNBBS Ismanto menyurati
bupati dan menekankan bahwa untuk melanjutkan PKS, pihaknya meminta Pemkab
untuk melengkapi persyaratan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Konon, diantara syarat tersebut adalah Pemkab Pesbar wajib
mengeluarkan ribuan perambah pada tiga lokasi berbeda. Padahal, sebagaimana
diketahui, perambah dimaksud sebagian besar merupakan pendatang musiman yang
belum tentu memiliki legalitas sebagai warga Kabupaten Pesibar.
BBTNBBS bahkan sudah berulangkali melakukan operasi
penertiban pada wilayah tersebut melibatkan TNI-POLRI tapi tidak kunjung
berhasil. Empat hari setelah menerima surat tersebut, Bupati Agus Istiqlal
kembali menyurati dirjen KSDAE KLHK meminta waktu audiensi dan pembahasan PKS.
Dalam surat tertanggal 18 April 2022 itu bupati juga
melaporkan bahwa pembangunan jalan patroli telah dilakukan pemkab namun
dihentikan pihak BBTNBBS dengan diputusnya PKS. Adapun proses pembahasan PKS
baru dengan BBTNBBS telah dilakukan sejak 2020 hingga 2022.
Draft baru PKS juga sudah dibuat namun hingga kini belum
disetujui dan belum ditandatangani pihak BBTNBBS. Namun surat ini tak kunjung
berbalas. Pada 17 Mei 2022 bupati kembali menyurati Plt Dirjen KSDAE KLHK
meminta waktu audiensi dan pembahasan PKS dan hingga kini belum ada kejelasan
terkait rencana pembangunan fasum-fasos ke Way Haru.
Indonesia telah 77 tahun merdeka, namun kemerdekaan yang
telah diraih belum sepenuhnya di rasakan masyarakat. Menurut Iman (47) petani
yang telah hidup puluhan tahun di Pekon Siring Gading mengungkapkan selama ini
belum ada fasilitas yang layak yang Ia dan warga lainnya rasakan.
"Way Haru adalah tanah air kami, tetapi listrik serta
fasilitas dan infrastruktur lainnya hingga kini belum kami rasakan, sudah
ratusan kali kami mendengar janji-janji tentang jalan yang akan di perbaiki
fasilitas di lengkapi tapi hingga hari ini janji itu tak kunjung
ditepati," ungkapnya.
Sebanyak 9000 jiwa dari 1500 rumah yang ada di Way Haru
tersebar di empat Pekon (Desa) yaitu Way Haru, Way Toas, Siring Gading dan
Bandar Dalom sampai hari ini masih terus bermimpi tentang beragam bentuk
kemerdekaan.
Seperti berbagai janji yang dikampanyekan penguasa negeri
ini seperti merdeka belajar, merdeka pelayanan kesehatan, merdeka akses jalan,
merdeka penerangan listrik, juga merdeka menikmati fasum-fasos yang setara
dengan wilayah lain, bahkan juga merdeka politik, Merdeka mengelola lingkungan
merdeka tanpa tekanan dari pemilik modal. Merdeka yang sejati, merdeka yang
sesungguhnya.
Terbengkalainya rencana pembangunan jalan dan jaringan
listrik ke Way Haru jelas merupakan pengingkaran terhadap hak-hak masyarakat
Way Haru. Jalan berat perjuangan warga menuju kesejahteraan bersama dipastikan
makin berat jika KLHK tidak mampu memberi solusi terbaik.
Perjalanan pergi-pulang ke Way Haru memang unik sekaligus
pilu. Sebab ruas jalan sepanjang 16 kilometer ini bisa ditempuh dalam 4 jam
jika musim kemarau, namun waktu tempuh bisa membengkak sampai sehari semalam
jika musim penghujan tiba.
Penyebab molornya waktu tempuh adalah muara yang banjir (ada
tujuh muara sepanjang ruas Way Heni-Way Haru) serta pasang-surut pantai. Jika
muara banjir, pelintas harus menunggu sampai surut. Sedangkan jika air laut
pasang pada musim angin barat, praktis permukaan pantai tidak bisa dilalui
kendaraan.
Garis pantai memang jadi ruas jalan alternatif bagi warga
untuk menghindari jalan tanah di sisi rimba yang rusak parah. Itu adalah jalan
patroli milik BBTNBBS. Sesuai peruntukkannya, jalan patroli adalah jalan tanah
yang tidak ditingkatkan kualitasnya menjadi jalan onderlagh ataupun jalan beton
apalagi aspal.
Sebab kondisi jalan tanah yang buruk, sejak lama warga
menggunakan gerobak sapi sebagai moda angkutan barang. Akibat sering diinjak
kaki sapi, kondisi badan jalan tersebut saat ini penuh lubang dan sangat sulit
dilintasi kendaraan bermotor.
Buruknya kondisi jalan ditambah faktor alam yang sangat
sulit diprediksi akhirnya mencekik perekonomian warga Way Haru. Pada musim
sulit, ongkos angkut di sini bisa tembus Rp4.000 per kilo.
Empat ribu rupiah per kilogram untuk jarak tempuh 16
kilometer tarif itu sama dengan ongkos angkut Lampung-Jakarta. Untuk urusan
penerangan, isi kantong warga Way Haru juga tak kalah tercekik, sebagian besar
warga menggunakan mesin diesel sebagai sumber listrik mereka.
Nengsih (43) warga Way Tias mengungkapkan selain biaya
operasional harian yang tinggi sebab menggunakan solar yang harus didatangkan
dari luar Way Haru dengan ongkos angkut selangit mesin diesel juga butuh biaya
perawatan berkala.
"Modal awalnya juga besar, Mas. Makanya kami patungan
dengan tetangga. Kalo beli sendiri-sendiri gak sanggup, jenis lainnya yang
dipakai warga adalah turbin sederhana yang digerakkan tenaga air. Tapi modal
pembangunannya juga mahal," ujar Nengsih.
Menurut Nengsih, cerita tentang sulitnya kehidupan di Way
Haru adalah kisah lama. Bisa jadi sudah berlangsung ratusan tahun. "Tapi
ini kampung kami. Sejak nenek saya kami sudah tinggal di sini. Jadi kami tak
mungkin pindah. Saya tetap percaya suatu hari nanti orang-orang yang diatas sana,
yang punya kuasa, bakal kasian sama rakyat kecil seperti saya. Amin,"
harap Nengsih.
Masyarakat tentu bertanya apakah arti Way Haru, dimata
Kementrian LHK, Way Haru mungkin berarti wilayah enclave yang harus diawasi
dengan ketat keberadaannya agar fungsi kawasan Taman Nasional Bukti Barisan
Selatan tetap kuat terjaga.
Sebab KLHK melalui Balai Besar TNBBS memang bertugas
memproteksi kawasan taman nasional dari segala bentuk aktivitas yang
mengancamnya, termasuk aktivitas warga yang mungkin tidak paham fungsi taman
nasional.
Sedangkan bagi kelompok bisnis Artha Graha Group, Way Haru
mungkin menjadi ladang bisnis berbalut konsep konservasi. Sebab, anak
perusahaan mereka, PT Adhiniaga Kreasinusa adalah pemegang ijin pengelolaan
TNBBS dalam bentuk resort mewah terpencil bernama Tambling Wildlife Nature
Conservation.
Wilayah kerja bisnis ini memang berbatasan langsung dengan
Dusun Pengekahan yang merupakan dusun terjauh Way Haru. Maka, atas nama
pemisahan diri tamu resort yang berciri eksklusif, upaya isolasi terhadap
wilayah Way Haru dan sekitarnya menjadi penting.
Semoga dari apa yang menjadi keluhan dan harapan masyarakat
di empat Pekon tersebut bisa di dengar oleh para penguasa, pemangku jabatan
ataupun lainnya, masyarakat butuh adanya kepastian tentang kemerdekaan yang
telah lama di janjikan. (*)
Berita Lainnya
-
Rekreasi Siswa PAUD Berujung Bencana, Dua Bocah Terseret Ombak Pantai Ilahan Pesibar, Satu Meninggal Dunia
Sabtu, 23 November 2024 -
Ardjuno Gelar Dzikir Shalawat dan Kidung Dakwah di Dua Daerah, Arinal: Jantung Anak Saya Bagian dari Krui, Saya Janji Akan Membangun Pesisir Barat
Kamis, 21 November 2024 -
Didukung Tokoh Sai Batin dan Bali, Arinal Djunaidi Targetkan Pesibar Jadi Pusat Perikanan Dunia
Kamis, 21 November 2024 -
Diguyur Hujan Deras, Tanah Longsor Tutup Badan Jalan di Lemong Pesibar
Kamis, 21 November 2024