• Minggu, 29 September 2024

Enam Kepala Desa Jadi Korban Mafia Tanah, Alami Kerugian Capai Rp1 Miliar Lebih

Kamis, 21 April 2022 - 08.30 WIB
268

Kasubdit II Ditreskrimum Polda Lampung, AKBP Dodon Priyambodo (2 dari kiri) saat gelar konferensi pers di Mapolda Lampung, Foto : Martogi/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Enam kepala desa (Kades) di Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan (Lamsel), menjadi korban mafia tanah. Para korban mengalami kerugian hingga Rp1 miliar lebih.

Kejadian ini diungkap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung. Enam kepala desa yang menjadi korban telah menyetorkan uang sebesar Rp1.064.000.000 kepada para tersangka.

Uang tersebut dijadikan biaya pengurusan dan penebusan surat keputusan (SK) pelepasan kawasan Hutan Register 40 Gedong Wani.

Kasubdit II Ditreskrimum Polda Lampung, AKBP Dodon Priyambodo, mengatakan para tersangka yang sudah diamankan berinisial IS dan AR yang sudah ditahan di Rutan Mapolda Lampung. Sedang satu tersangka lagi, berinisial C, sudah meninggal dunia.

Dodon menjelaskan, para tersangka memakai modus menjanjikan kepada para korban bisa membantu mengurus pelepasan kawasan Hutan Register 40 Gedong Wani sampai terbitnya SK pelepasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Para korban adalah enam kepala desa di Kecamatan Jati Agung yang wilayah administrasi desanya menempati kawasan Hutan Register 40 Gedong Wani.

Keenam kepala desa itu adalah Feriode selaku Kades Karang Rejo, Asep Sudarmansyah Kades Sumber Jaya, Sukarji Kades Sidoharjo, Daryanto Kades Sinar Rejeki, Sutrisno Kades Purwotani, dan Sonjaya Kades Margo Lestari.

"Tahun 2018, para tersangka ini mengaku kepada enam kepala desa di Kecamatan Jati Agung punya kenalan di Kementerian (KLHK). Enam kades ini memiliki wilayah yang secara administrasi masuk bagian kawasan Hutan Register 40 Gedong Wani," kata Dodon saat ekspose di Mapolda Lampung, Rabu (20/4).

Dodon menjelaskan, para tersangka mengaku bisa membantu para kepala desa untuk mendapatkan SK pelepasan kawasan hutan register itu dari KLHK. Namun, para kepala desa harus mengeluarkan biaya pengurusan dan penebusan SK pelepasan kawasan hutan Register 40 Gedong Wani total mencapai Rp1.064.000.000.

“Saat itu, para tersangka menjanjikan kepada para kepala desa paling lambat akhir tahun 2018 SK itu sudah terbit,” ujarnya.

Selanjutnya, wilayah administrasi keenam desa tersebut dilakukan pengecekan titik koordinat oleh AA (belum diketahui keberadaannya), dengan maksud agar titik koordinat tersebut bisa diajukan untuk ditelaah oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XX Bandar Lampung.

Setelah selesai dilakukan pengecekan titik koordinat, baru akan dibuatkan surat permohonan telaah oleh saksi DA (PNS KLHK). Sehingga surat permohonan yang memuat titik koordinat hasil pengecekan itu nantinya berstatus bukan hutan.

"Namun, saat enam kepala desa itu melakukan klarifikasi kepada pihak BPKH Wilayah XX Bandar Lampung, didapatkan keterangan bahwa titik koordinat yang diajukan tersebut bukan titik koordinat wilayah administrasi keenam desa tersebut. Melainkan titik koordinat lokasi lain," terang Dodon.

Dan saat ditunggu sampai batas waktu yang dijanjikan ternyata SK pelepasan kawasan Hutan Register 40 Gedong Wani tidak kunjung diterima oleh keenam kepala desa tersebut.

"Akhirnya keenam kepala desa melapor kepada pihak kepolisian atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dengan total kerugian Rp1.064.000.000, yang disetor kepada para tersangka untuk biaya pengurusan dan penebusan SK pelepasan kawasan Hutan Register 40 Gedong Wani," paparnya.

Dalam kasus ini, polisi mengamankan barang bukti berupa satu lembar kwitansi uang setoran senilai Rp5 juta, satu lembar surat pernyataan bermaterai dengan setoran Rp395 juta, satu lembar surat pernyataan bermaterai dengan setoran Rp664 juta, satu eksemplar fotocopy surat forum komunikasi antar enam desa di Kecamatan Jati Agung.

Selain itu, turut diamankan satu eksemplar surat Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XX Bandar Lampung, satu lembar peta telaah lokasi permohonan forum komunikasi antar enam desa dan satu unit HP Nokia.

 “Atas tindakannya tersebut, para tersangka dikenakan pasal 378 KUHP tentang penipuan dan pasal 372 KUHP tentang penggelapan,” tegas Dodon.

Anggota DPRD Provinsi Lampung dari daerah pemilihan (Dapil) Lampung Selatan, Wahrul Fauzi Silalahi, mengimbau para kepala desa untuk lebih berhati-hati dan tidak mudah percaya dengan orang yang tidak dikenal.

"Kepada seluruh aparat desa harus lebih berhati-hati dan tidak mudah percaya kepada oknum atau orang yang mengaku-ngaku. Karena saat ini banyak sekali yang mengaku seperti dari Kementerian atau staf dari Presiden," kata Wahrul, Rabu (20/4).

Wahrul menjelaskan, dalam melakukan pelepasan kawasan hutan terdapat peraturan dan mekanisme yang mengatur, hingga kawasan hutan register dapat dilepas.

"Ini adalah suatu kecerobohan dari kepala desa dan kedepan jangan terulang lagi. Upaya pelepasan kawasan hutan itu tidak untuk menyogok, tapi ada mekanisme yang mengatur dan itu tidak gampang," terangnya.

Wahrul mengapresiasi Polda Lampung yang telah melakukan penegakan hukum terhadap kasus itu sehingga bisa menimbulkan efek jera.

"Mafia tanah ini sudah sangat meresahkan masyarakat. Maka sudah sepantasnya mendapatkan hukuman yang setimpal," ujar Wahrul. (*)

Berita ini sudah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas edisi Kamis (21/4/2022).

Editor :