Harga Kedelai Tinggi, Pengrajin Tahu-Tempe di Metro Hentikan Sementara Produksi

Hasil produksi tahu dari rumah pengolahan tahu-tempe di Jalan Kaca piring, Kelurahan Mulyojati, Kecamatan Metro Barat.
Kupastuntas.co, Metro - Akibat tingginya harga kedelai yang menjadi bahan baku pembuatan tahu dan tempe, menjadikan sejumlah pengrajin tahu-tempe di Kota Metro terpaksa menghentikan sementara produksinya.
Hal itu diutarakan Ahmad, salah satu pengrajin tahu-tempe di Kota Metro. Ia menyampaikan, tingginya harga kedelai membuat pedagang tahu terancam gulung tikar. Bahkan sejumlah pedagang terpaksa harus menghentikan produksinya lantaran harga bahan baku yang tinggi.
"Sudah satu minggu ini terpaksa tidak memproduksi tahu karena harga bahan baku kedelai yang tinggi. Kami bingung bagaimana menyiasati tingginya harga kedelai," kata dia Kepada media, Rabu (23/2/2022).
Pengusaha industri rumah tangga tersebut mengaku khawatir jika ikut menaikan harga tahu akibat dari bahan baku kedelai yang naik.
"Kalau harga tahu ikut dinaikkan, kami takut pelanggan lari. Sebaliknya mau kami kecilkan ukurannya, mau seukuran apa,” ucap warga Jalan Kaca Piring Kelurahan Mulyojati, Kecamatan Metro Barat tersebut.
Hal serupa juga disampaikan Suroto. Pengrajin tahu-tempe asal Jl. Tangkil Kelurahan Mulyojati, Kecamatan Metro Barat itu mengeluhkan laba yang sedikit didapat akibat dari naiknya harga kedelai.
"Kalau tahun ini hanya sedikit keuntungan dari jual tahu, ini karena tingginya harga bahan baku kedelai. Kalau naiknya sudah hampir dua tahun ini. Sejak ada Covid-19, harga kedelai naik dua kali lipat," bebernya.
Pria yang merupakan pemilik industri rumahan tersebut mengungkapkan bahwa sebelum naik harga kedelai hanya dibandrol Rp 6 Ribu perkilogram.
"Kalau sebelum naik itu Rp 6 Ribu satu kilogramnya, sekarang ini naik dua kali lipat jadi Rp 12 Ribu perkilogram. Ya kalau sekarang ini, produksi dan jualan hanya untuk bertahan saja, kalau untungnya sekarang sedikit," terangnya.
Suroto mengaku masih tetap bertahan memproduksi tahu-tempe lantaran banyak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Bumi Sai Wawai yang bergantung pada hasil produksinya.
"Ya terpaksa berjualan karena banyak pekerjanya yang juga bergantung pada tahu-tempe ini. Selain itu banyak langganan juga menunggu produksi kita, rata-rata UMKM. Kami punya lima orang tenaga kerja, kalau kami berhenti, mereka mau kemana," jelasnya.
Kini, Suroto hanya mempu mengolah satu kwintal kedelai dalam sehari. Dengan keuntungan minim, ia berusaha untuk menunaikan kewajiban dengan tetap memproduksi dan memberikan upah kepada para pekerja.
"Sekarang saja hanya bisa mengolah satu kwintal kedelai, ini produksi sedikit karena permintaan masyarakat juga berkurang akibat pandemi ini. Kalau untuk keuntungan per harinya hanya Rp200 Ribu, itu belum dipotong belanja plastik, listrik, upah pegawai dan lainnya,” ungkapnya.
Meskipun begitu, Suroto tetap mengaku bingung atas apa yang dialaminya dan para pengrajin tahu-tempe lainnya. Ia berharap pemerintah Kota Metro dapat memberikan solusi atas kenaikan kedelai yang dinilai memberatkan para pengrajin.
"Bingung harus mengadu ke dinas mana tentang kesulitan yang saya hadapi, saya hanya bisa berharap pemerintah mempunyai solusi dalam mengatasi tingginya harga kedelai saat ini. Harapannya bisa normal lagi harganya, sehingga pengusaha kecil seperti kami ini tidak berhenti produksi," tandasnya. (*)
Video KUPAS TV : ALFAMART SEMBUNYIKAN MINYAK GORENG DI BAWAH MEJA KASIR
Berita Lainnya
-
Libur Waisak, Polres Metro Siaga Penuh dan Intensifkan Patroli Malam
Sabtu, 10 Mei 2025 -
Suasana Haru Warnai Pelepasan 320 Calon Jemaah Haji Asal Metro
Sabtu, 10 Mei 2025 -
BK Hentikan Proses Penanganan Laporan Dugaan Perselingkuhan Oknum DPRD Metro
Kamis, 08 Mei 2025 -
29 Jalan dan Trotoar Rusak di Metro Timur Diperbaiki Tahun Ini, Telan Anggaran 7,4 Miliar
Rabu, 07 Mei 2025