Dugaan Korupsi Dana Hibah KONI Lampung, Periksa 25 Saksi, Belum Ada Tersangka

Foto : Ist.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung tahun 2020 sebesar Rp29 miliar. Sebanyak 25 saksi sudah diperiksa dalam perkara ini.
Dalam kasus ini, Kejati Lampung akan memanggil sebanyak 52 saksi. Penyidik pada Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung mengatakan sampai Minggu kedua Februari 25 saksi yang diperiksa (lengkap lihat tabel).
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Lampung, I Made Agus Putra, mengatakan sebanyak 25 saksi yang diperiksa itu terhitung sejak 24 Januari sampai 9 Februari 2022.
"Untuk 25 saksi yang diperiksa itu dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), para pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dan pihak swasta," kata Made, Minggu (13/2).
Made menjelaskan, tim penyidik masih akan terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi lain hingga beberapa minggu kedepan. Pemeriksaan saksi sesuai jadwal dari tim Pidsus.
Menurut Made, tim penyidik Pidsus Kejati Lampung akan memanggil total sebanyak 52 saksi terkait dana hibah KONI Lampung.
"Untuk saksi yang akan diperiksa selanjutnya, saya belum dapat informasi dari Pidsus terkait jadwalnya. Yang jelas masih ada jadwal pemeriksaan,” ujarnya.
Ditanya mengenai penetapan tersangka, Made mengatakan hingga kini bukti-bukti belum cukup. Penyidik masih mencari alat bukti lain.
"Penetapan tersangka belum bisa ditentukan, nanti kalau penetapan kita adakan konferensi pers, kita sampaikan ke media. Kami nggak sembarangan (menetapkan tersangka), masih harus memeriksa beberapa saksi lagi,” terang dia.
Mengenai jumlah kerugian negara, Made menerangkan hingga kini belum menerima hasil perhitungan audit dari Badan pemeriksa Keuangan atau BPK. “Jadi belum tahu kerugian negaranya berapa,” kata dia.
DPRD Lampung meminta Kejati Lampung segera menuntaskan penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung Tahun 2020.
Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Apriliati, mengatakan pengusutan kasus dana hibah KONI Lampung sudah dilakukan Kejati sejak tahun 2021, namun belum juga menetapkan tersangka.
"Kejati harus bersikap tegas dalam mengusut kasus ini. Karena pemeriksaan saksi-saksi ini kan sudah lama dari 2021, sampai sekarang kok belum juga menetapkan tersangka," ujar Apriliati, Minggu (13/2).
Apriliati minta penyidikan perkara dana hibah KONI segera dituntaskan.
“Kalau memang cukup alat buktinya, segera tetapkan tersangkanya. Jadi bukan hanya memeriksa saksi sampai 52 orang, tapi penetapan tersangka lambat sekali,” ujarnya.
Menurutnya, dalam ketentuan aturan yang ada, saksi itu minimal 2 orang sudah bisa menetapkan tersangka.
"Kita pada prinsipnya tidak mengintervensi persoalan hukum KONI yang kini sedang diproses oleh kejaksaan. Namun kita juga harus tahu bagaimana kepastian hukum perkara KONI ini, harus ada titik terang dan kejelasannya. Bukan hanya nambah-nambah saksi, kemudian belum bisa disimpulkan," ujarnya.
Pengamat Hukum dari Universitas Lampung (Unila), Budiono, menilai Kajati Lampung Heffinur sudah memberikan sinyal siapa saja yang berpotensi menjadi tersangka kasus dana hibah KONI Lampung. Mereka berasal dari kalangan pengurus KONI dan pengurus cabang olahraga (Cabor).
“Kalau kita mau jeli sebenarnya Kajati sudah memberikan tanda siapa saja yang akan jadi tersangka. Ada dua yaitu pengurus KONI dan pengurus cabang olahraga,” kata Budiono.
Menurut Budiono, penetapan tersangka kasus dana hibah KONI Lampung akan disampaikan Kajati Lampung setelah menerima audit atau laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK.
Dalam audit itu akan disebutkan secara lengkap siapa saja yang bertanggung jawab dengan adanya penyimpangan dalam penggunaan dana hibah KONI.
“Dalam audit BPK nanti akan terungkap secara jelas bagaimana tersangka melakukan penyimpangan, modus yang digunakan dan berapa jumlah kerugian negara yang ditimbulkan. Jadi dalam LHP BPK itu akan dijabarkan secara detail bagaimana kasus korupsi dana hibah KONI Lampung itu terjadi,” terang Budiono.
Menurutnya, tersangka yang ditetapkan nantinya adalah pengurus yang paling banyak menikmati dana hibah KONI tersebut. Sementara pengurus KONI dan cabor yang menerima dana hibah kecil, kemungkinan hanya akan diminta mengembalikan kepada negara.
“Biasanya pengurus KONI dan cabor yang terima dana hibah Rp100 juta ke atas yang berpotensi ditetapkan sebagai tersangka. Sementara yang terima Rp10 juta sampai Rp50 juta ke atas, biasanya hanya diminta mengembalikan ke negara,” ujarnya.
Sebelumnya diberikan, Kepala Kejati (Kajati) Lampung, Heffinur, mengatakan Kejati Lampung sudah menaikkan status dugaan perkara korupsi dana hibah KONI Lampung dari penyelidikan menjadi penyidikan.
"Status dari penyelidikan kita tingkatkan pada tahap penyidikan umum baik untuk dana yang dikelola KONI Lampung maupun di cabang olahraganya. Karena keduanya bermasalah," kata Heffinur.
Heffinur menjelaskan, pada tahun 2019, KONI Lampung mengajukan anggaran program kerja dengan sebesar Rp79 miliar. Dari dana tersebut yang disetujui oleh Pemerintah Provinsi Lampung sebesar Rp60 miliar.
"Pada tanggal 28 Januari 2020, KONI Lampung melakukan penandatangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Dari Rp60 miliar itu pencariannya dibagi menjadi dua tahap, yakni tahap pertama sebesar Rp29 sekian miliar, dan tahap kedua Rp30 sekian miliar," jelasnya.
Selanjutnya, KONI Lampung menggunakan dana hibah yang telah dicairkan sebesar Rp29 miliar itu, dengan rincian untuk anggaran pembinaan prestasi sebesar Rp22 miliar, anggaran partisipasi PON tahun 2020 Rp3 miliar dan anggaran sekretariat KONI Lampung Rp3 miliar. "Dengan total sekitar Rp29 miliar," ujar Heffinur.
Lalu dana hibah tahap kedua sebesar Rp 30 miliar tidak dicairkan, karena adanya pandemi Covid-19. Sehingga KONI hanya mengelola uang sebesar Rp29 miliar.
"Kita selidiki terkait itu dan menemukan beberapa fakta yakni program kerja dan anggaran KONI Lampung untuk pengajuan anggaran hibah, tidak disusun berdasarkan usulan kebutuhan KONI dan cabor (cabang olahraga). Cabor dalam pengajuan kebutuhan program kerja dan anggaran tahun 2020 tidak berpedoman kepada pengajuan kebutuhan dan anggaran awal hibah KONI, sehingga penggunaan dana hibah diduga telah terjadi penyimpangan," tegasnya.
Heffinur melanjutkan, dugaan penyimpangan tidak hanya ditemukan pada program kerja dan anggaran KONI dan cabor saja. Karena untuk pengadaan barang dan jasa tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga ditemukan adanya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa KONI dan cabor.
"Lalu ditemukan penggunaan anggaran dari KONI dan cabor tidak didukung bukti-bukti yang sah. Sehingga kita berkesimpulan dari penyelidikan ini kita naikkan ke penyidikan umum," tandasnya. (*)
Berita ini sudah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas edisi Senin (14/2/2022).
Berita Lainnya
-
Ibu Korban Diksar Bantah Pihak Kampus Klaim Pratama Meninggal Akibat Tumor Otak
Selasa, 03 Juni 2025 -
35 Rumah di Bandar Lampung Akan Dibedah, Anggaran Rp 700 Juta
Selasa, 03 Juni 2025 -
Jeritan Ibu Mahasiswa Unila Tewas Usai Diksar: Anak Saya Pulang Penuh Luka
Selasa, 03 Juni 2025 -
Ibunda Mahasiswa Unila yang Tewas Usai Diksar Resmi Melapor ke Polda
Selasa, 03 Juni 2025