Kepala Daerah di Lampung Jangan Main-main, Harus Bekerja Jujur dan Profesional

Asisten I Bidang Pemerintah dan Kesra Pemprov Lampung, Qodratul Ikhwan, Pengamat Hukum dari Universitas Lampung (Unila), Eddy Rifai, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Sumanindra Jarwadi.
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemprov Lampung mengingatkan seluruh kepala daerah dan kepala OPD untuk bekerja profesional serta taat terhadap aturan agar tidak terjerat kasus korupsi.
Penangkapan Walikota Bekasi, Rahmat Effendi, melalui operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (5/1) siang, menjadi warning bagi kepala daerah di Provinsi Lampung untuk tidak bermain-main dengan jabatan.
Pemprov Lampung terus mengingatkan bupati dan walikota untuk bekerja sesuai aturan berlaku dan tidak menyalahgunakan wewenangnya agar tidak berurusan hukum.
"Sudah seyogyanya kepala daerah dalam bekerja taat aturan, mengikuti mekanisme yang sudah ditentukan. Jangan pernah mencoba untuk bermain-main dengan jabatan," kata Asisten I Bidang Pemerintah dan Kesra Pemprov Lampung, Qodratul Ikhwan, Kamis (6/1).
Menurut Qodratul, kualitas pekerjaan kepala daerah di lapangan terus ditingkatkan.
"Kualitas pekerjaan harus dijadikan prioritas, karena disitu yang menjadi peluang. Ketika pekerjaan tidak memenuhi syarat, maka itu akan dijadikan peluang untuk diperiksa," ujarnya.
Qodratul menerangkan, setiap ada pertemuan dengan kepala daerah, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi selalu mengingat agar mereka dapat bekerja secara profesional dan mengutamakan kejujuran.
"Pak Gubernur selalu mengingatkan agar prosedur harus dilakukan sesuai dengan aturan," lanjut dia.
Pengamat Hukum dari Universitas Lampung (Unila), Eddy Rifai, mengatakan tingginya modal dalam berpolitik membuat kepala daerah melakukan segala cara untuk memulangkan modal itu. Salah satunya, dengan melakukan tindak pidana korupsi.
"Biaya politik untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) sangat tinggi. Kemendagri pernah merilis untuk menjadi walikota atau bupati diperkirakan membutuhkan dana politik sekitar Rp50 miliar, itu ada penelitiannya. Dan untuk menjadi Gubernur, biaya politiknya bisa mencapai Rp1 triliun,” ujarnya.
Eddy mengungkapkan, tidak heran jika kepala daerah terpilih berupaya untuk memulangkan dana yang sudah dikeluarkannya.
“Untuk memulangkan dana itu, kepala daerah biasanya memainkan dana APBD atau APBN, salah satunya melalui fee proyek," jelasnya.
Selain itu, lanjut Eddy, kepala daerah bisa melakukan tindak korupsi dengan mempersulit perizinan. Sehingga banyak orang yang sengaja melakukan penyuapan agar mendapatkan izin yang dibutuhkan.
"Dan yang ketiga, modus yang dilakukan dengan meminta setoran kepada pejabat yang akan menjadi kadis. Jadi modusnya tidak jauh dari tiga itu. Memainkan dana APBD atau APBN, mempersulit perizinan dan minta setoran kepada kadis. Sehingga banyak kepala daerah yang kena OTT KPK,” ujar Eddy.
Untuk di Provinsi Lampung, Eddy mengatakan sebagian besar kepala daerah yang terlibat tindak pidana korupsi disebabkan karena menerima fee proyek dari rekanan atau pihak swasta.
"Untuk mencegahnya saya mengusulkan pengawasan diperketat. Meskipun menyangkut soal fee proyek ini agak sulit, karena sifatnya transaksional dan tersembunyi. Makanya KPK harus melakukan penyadapan untuk menangkap kepala daerah yang terlibat,” katanya.
Menurutnya, untuk menekan tindak pidana korupsi yang melibatkan kepala daerah, harus ada perubahan sistem politik khususnya saat Pilkada.
“Bagaimana biaya politik itu tidak besar, sehingga calon kepala daerah tidak mengeluarkan modal yang besar juga,” tandasnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Sumanindra Jarwadi, juga mengatakan penangkapan Walikota Bekasi harus menjadi peringatan bagi kepala daerah di Provinsi Lampung.
"Mengingat di Provinsi Lampung sendiri sudah ada sekitar 6 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Pemerintah daerah harus melakukan upaya bersih-bersih, dalam konteks pencegahan terhadap tindak korupsi," katanya.
Menurut Sumanindra, seluruh kepala daerah harus punya sikap yang sama dalam pemberantasan korupsi, seperti punya komitmen melakukan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. (*)
Berita Lainnya
-
Dinas Ketahanan Pangan Lampung Tidak Transparan Soal Proyek Pupuk Organik Cair 5,5 Miliar
Rabu, 07 Mei 2025 -
YBIL Gugat PT Bumi Persada Langgeng ke PN Tanjung Karang atas Sengketa Lahan di Kemiling
Selasa, 06 Mei 2025 -
8000 Ijazah Belum Diambil, Disdikbud Lampung Godok Rencana Diantar Langsung
Selasa, 06 Mei 2025 -
Badan Gizi Nasional: Dapur MBG Tingkatkan Gizi Siswa dan Buka Peluang Kerja di Lampung
Selasa, 06 Mei 2025