Harga Minyak Goreng Masih Tinggi, Omset Pedagang Turun

Toko Sembako Nur Bawang di Pasar Tradisional Perumnas Way Halim, Bandar Lampung, Selasa (4/1/2021). Foto : Martogi/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Harga minyak goreng kemasan di Pasar Tradisional Perumnas Way Halim, Bandar Lampung masih tinggi. Namun, omset yang didapat pedagang berkurang.
Berdasarkan pantauan Kupastuntas.co, salah satu pedagang sembako di Pasar Tradisional Perumnas Way Halim, Minah (43) mengatakan harga minyak goreng masih terbilang tinggi dan sering dikomplain pelanggannya karena tak kunjung turun.
"Sekarang minyak goreng kemasan 2 liter masih Rp 40 ribu mas, biasanya sih Rp 33 ribuan. Rata-rata pada komplain semua, hampir semua konsumen saya komplain, kenapa tidak turun-turun," katanya pada Selasa (4/1/2022).
Ia juga menjelaskan faktor penyebab naiknya harga minyak goreng karena stok dari agen sudah kosong sehingga terbatas yang beredar di pasaran.
"Mungkin mahal karena stok di agen sudah habis mas, jadinya tidak ada barang." ucapnya.
Ia juga menjelaskan meski harga minyak goreng naik, penghasilan yang dia dapat justru menurun karena berkurangnya daya beli dari pelanggannya. Ia berharap supaya harga minyak goreng kembali normal lagi.
"Harganya sih naik mas, tetapi kami pedagang malah turun omsetnya karena berkurang yang beli. Pengennya sih normal kembali seperti dulu, jadinya banyak yang beli lagi, terus omset naik lagi," tuturnya.
Di tempat terpisah, Pemilik Toko Sembako Nur Bawang (41) mengatakan, meski Tahun Baru usai harga minyak goreng hingga saat ini masih tetap tinggi.
"Minyak goreng masih naik mas, kirain habis Tahun Baru ini turunlah. Sekarang Rp 40 ribu perkemasan 2 liter, kalau bimoli sekarang Rp 40 ribu, kalau sanco itu sekarang sudah Rp 44 - 45 ribu," ucapnya.
Ia juga menjelaskan faktor penyebab masih tingginya harga minyak goreng karena susah mendapatkan barang dari agen bahkan dari sebelum nataru dan juga faktor harga sawit yang tinggi.
"Mungkin karena di agen tidak ada lagi mas, ini bimoli aja, kosong barangnya udah 2 bulan lebih sebelum nataru," katanya.
"Sebenarnya harga normalnya tidak segitu, mungkin juga minyak goreng naik karena minyak sawit naik ya," lanjutnya.
Nur juga menjelaskan mengalami pengurangan omset karena penurunan jumlah barang yang dibeli konsumen.
"Yang beli sepi sih tidak, berkurang juga tidak, ya standar aja lah tapi tidak seperti biasanya, kalau harga murah orang kan ramai beli, kalau mahal jadi jarang belinya, tadinya beli 5 kemasan sekarang hanya 2," katanya.
Nur berharap kepada pemerintah supaya bisa cepat menurunkan harga minyak goreng karena banyaknya pembeli yang mengeluh.
"Harapan saya terutama para pedagang sih, kalau bisa sembako turun harga biar para konsumen juga tidak pada ngeluh, ibaratnya konsumen pada ngeluh terus kan kalau apa-apa pada naik, apalagi musim corona gini belum reda-reda kan, ekonomi belum stabil kan ibaratnya," tutupnya. (*)
Berita Lainnya
-
Gubernur Mirza: Pabrik Singkong Tutup Meminta Waktu untuk Penyesuaian
Selasa, 06 Mei 2025 -
HKTI: Bantuan POC Harus Tepat Sasaran dan Berkualitas Sesuai Kebutuhan Petani
Selasa, 06 Mei 2025 -
27 Pabrik Singkong Tutup Usai Gubernur Lampung Tetapkan Harga Rp1.350
Selasa, 06 Mei 2025 -
Program MBG di Lampung Sudah Menjangkau 97.687 Siswa
Selasa, 06 Mei 2025