• Kamis, 30 Januari 2025

Kisah Kakek Samiran, Mantan Tapol G30S PKI

Jumat, 01 Oktober 2021 - 15.59 WIB
1.6k

Samiran (75) menceritakan masa kelam perjuangan hidup sebagai tahanan politik (Tapol) Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI).

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Usianya sudah di atas 75 tahun, namun suara Samiran masih lantang, dan dengan gamblang menceritakan masa kelam perjuangan hidup sebagai tahanan politik (Tapol) Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI). 

Samiran merupakan salah satu dari 200 orang yang mendapat catatan eks Tapol, yang pernah diasingkan di Proyek Pancasila yang saat ini bernama Desa Labuhanratu VI, Kecamatan Labuhanratu, Lampung Timur.

Waktu itu masih umur 25 tahun, namun masih ingat bersama 199 kawan nya dari Lampung Tengah naik truk, dikawal TNI menuju, Way Jepara, lalu di giring ke Proyek Pancasila, sekarang Desa Labuhanratu VI.

"Dulu masih jaman pemerintah Pak Soeharto ya, secara sosial tidak bebas, la gimana anak keturunan tapol katanya tidak bisa jadi PNS, terus setelah Pak Gusdur jadi presiden kami yang punya catatan tapol meskipun golongan C sedikit lega," kata Samiran,Jumat (1/10/2021).

Pria sepuh itu bercerita, pada tahun 1968 dari bulan Agustus hingga Desember, tepatnya di Lampung Tengah, ditahan di sebuah bedeng yang dikelilingi pagar kawat, dan satu bedeng itu isinya 600 orang, pada Januari 1969 Samiran bersama 199 rekannya di bawa ke Proyek Pancasila (Desa Labuhanratu VI).

"Pertama kali tiba, kondisi benar benar hutan pohon masih besar besar, belum ada rumah satupun, lalu kami 200 orang buat semacam gubuk besar, dengan atap yang terbuat dari daun ilalang  (welit), gubuk tersebut menjadi tempat tinggal sementara kami," ucap Samiran.

Selama setahun, 200 orang tersebut masih menjadi pantauan ketat TNI di lokasi Proyek Pancasila, kegiatan sehari harinya membuat lahan untuk bercocok tanam, tentu dengan melakukan penebangan pohon pohon besar.

Seiring berjalan waktu, tahun 1970, 200 eks tapol golongan C itu diizinkan untuk membuat tempat tinggal masing masing dengan di beri jatah lahan setiap orang 2, 1/4 hekatare, 2 hektare lahan perkebunan dan 1/4 hekatre pekarangan rumah.

"Dan Alhamdulillah sampai sekarang, tanah 2, 1/4 hekatr masih ada dan menjadi sumber penghasilan kami, yang merupakan tanah transmigrasi, dan semua 200 orang dapat jatah sama soal tanah".Kata Samiran.

Samiran menjelaskan, dirinya dijadikan Tapol terkait pecahnya peristiwa G30 S PKI, karena terdaftar sebagai anggota Barisan Tani Indonesia (BTI) dan BTI itu kata Samiran menurut cerita bahwa BTI masih ada kaitan nya dengan PKI.

"Saya tidak tau apa apa, tau nya dimasukkan BTI sebelum G30 S PKI meletus, setelah meletus kebawa bawa menjadi salah satu wajib lapor saat itu," kata Samiran.

Sekretaris Desa Labuhanratu VI, Nur Suhada membenarkan sebelum Labuhanratu VI, menjadi desa definitif merupakan hutan belukar karena berbatasan dengan hutan TNWK, bahkan kata Suhada cikal bakal berdirinya Desa Labuhanratu VI yakni 200 orang yang pernah diasingkan di desa tersebut.

"Benar kami masih ada catatan nama nama 200 orang tapol golongan C, tapi sudah ada yang meninggal, ada yang sudah pindah dan masih ada yang tinggal di sini," kata Suhada.

Selanjutnya, sejumlah orang eks tapol yang ada di Labuhanratu VI, sudah berbaur dan sudah menjadi warga biasa yang tidak dibedakan secara sosial nya, bahkan desa berencana akan membuat sebuah monumen pembuka atau cikal bakal pendiri Desa Labuhanratu VI.

"Nanti prasasti itu akan kami tulis nama 200 dimaksud, dan kedepan kami juga tetap akan berkoordinasi dengan Kodim terkait logo apa yang pas untuk monumen nya," tuturnya. (*)

Video KUPAS TV : Bea Cukai Bandar Lampung Musnahkan Barang Ilegal Senilai 32 Miliar

Editor :