• Jumat, 26 April 2024

Bincang Santai dengan Kepala BNNP Lampung (bagian 1), Belanja Narkoba Mengalir Jauh dari Penjahat Teroris Hingga Panggung Politik

Rabu, 15 September 2021 - 11.52 WIB
352

Kepala BNN Lampung, Brigjen Pol Drs. Edi Swasono (baju putih), saat menjadi narasumber di Acara Kupas Podcast, yang dipandu CEO Kupastuntas Donald Harris Sihotang, S.E., M.M, dengan tema 'War On Drugs Dimasa Pandemi'. Foto: Lucky/Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebanyak 15 kabupaten/kota di Provinsi Lampung saat ini berstatus zona merah narkoba. Penyalahgunaan terbanyak ada di Bandar Lampung disusul Lampung Selatan dan Lampung Tengah.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung, Brigjen Pol Edi Swasono saat menjadi pembicara pada acara Kupas Podcast dengan tema 'War On Drugs di Masa Pandemi' dengan moderator CEO Kupas Tuntas Grup Donald Harris Sihotang di Kantor Kupas Tuntas Tanjung Senang, Selasa (14/9/2021).

"Kalau daerah di Lampung sudah bukan lagi zona hijau atau kuning, tapi sudah zona merah narkoba semuanya. Sudah seperti pandemi Covid-19," kata Edi Swasono.

BNN Provinsi Lampung mencatat sebanyak 31.811 masyarakat di Provinsi Lampung telah terpapar narkoba.

Sementara secara nasional sebanyak 3 juta jiwa masyarakat Indonesia terpapar narkotika. Indonesia telah menjadi pasar yang sangat besar.

Edi membeberkan, jika diakumulasi dalam satu bulan diperlukan 1,6 ton narkoba untuk menyuplai 3 juta jiwa itu.

"Nah kalau di Lampung 31.811 orang memakai 1 gram sabu per bulannya, maka marketing di Lampung khususnya sekitar 31 kilogram. Kalau dirupiahkan di pasar gelap di Lampung harganya Rp1 juta per satu gramnya. Sehingga rakyat Lampung harus mengeluarkan Rp32 miliar untuk membelanjakan narkoba dalam satu bulannya," ungkap Edi Swasono.

Ia mengungkapkan, jenis narkoba yang paling populer digunakan pertama sabu, ganja, tembakau gorilla dan seterusnya. Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan BNN, pengguna narkoba dominan antara usia 10 sampai 50 tahun, dan yang paling banyak usia produktif 17 sampai 45 tahun.

Kelompok swasta menduduki peringkat pertama dalam penyalahgunaan narkoba, kemudian pelajar dan mahasiswa serta ASN.

"Lampung menjadi daerah strategis pemasaran narkoba. Maka upaya pengungkapan dan pencegahan kita terhadap kasus narkoba di Lampung dengan memetakan daerah -daerah yang dilalui pengedar," papar dia.

Menurut Edi, selama ini sindikat internasional menggunakan dua jalur dalam memasarkan narkoba yakni darat dan laut. Jalur laut melalui Malaysia tembus ke Aceh, Medan dan Batam lalu Riau. Sedangkan jalur darat, para sindikat melintasi daerah Pontianak, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.

“Para bandar ini tahu kalau lewat jalur utama rawan terhadap pemeriksaan, seperti di pintu keluar dari kapal di Bakauheni itu ada petugas yang menjaga terdiri dari TNI, Polri, PT ASDP dan petugas lainnya. Sehingga mereka mencari jalan tikus seperti di Lampung Timur. Kerap terjadi suplai narkoba dilakukan melalui nelayan. Tapi ini sudah kita monitor semua," ucap dia.

Ia mengaku, banyaknya pintu masuk ke Indonesia yang tidak terkontrol, menjadi sarana yang sangat menguntungkan bagi para bandar narkoba internasional untuk mensuplai dan menyerbu Indonesia.

"Karena secara global saat ini kita menghadapi dua kelompok sindikat internasional. Satu jaringan segitiga emas yang berpusat di Kamboja dan sindikat Afganistan atau sindikat sutra, kemudian sindikat China. Maka kalau kita abai dengan masalah ini tinggal menunggu waktu saja," tandasnya.

Ia melanjutkan, untuk pemasok narkoba lokal jenis ganja masih dari Aceh. Sementara pemasok sabu dan ekstasi biasanya disuplai paling banyak dari Tiongkok.

Saat ini Indonesia sudah menjadi negara darurat narkoba, karena  tidak hanya menjadi daerah transit saja tapi sudah menjadi marketing bahkan ada indikasi sebagai produsen narkoba.

“Dengan kedaruratan tersebut, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden pertama No. 20 Tahun 2018. Kemudian di upgrade kembali terakhir No. 2 Tahun 2020. Intinya adalah kewajiban partisipasi aktif seluruh kementerian/lembaga termasuk BUMN, BUMD dan masyarakat luas dalam program pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba,” jelas Edi.

Edi menyebut, saat ini narkoba sudah merambah ke seluruh instansi. Berdasarkan catatan BNN Provinsi Lampung tidak ada lagi institusi yang anak buahnya tidak terpapar narkoba.

"Maka ini sudah sangat mengerikan. Yang jelas narkoba adalah lawan tanpa bentuk, dia menyerang tidak mengenal status, pangkat dan golongan. Maka peredaran narkoba ini tidak boleh kita abaikan," tandasnya.

Edi Swasono menjelaskan, bahaya narkoba bukan hanya merusak diri sendiri, namun juga merusak tatanan sosial. Bisa memicu menjadi penyakit masyarakat seperti menjadi seorang penipu dan perampok karena ingin mendapatkan uang hanya untuk membeli narkotika.

"Yang paling membahayakan adalah ada indikasi bahwa narkoba sudah menjadi sarana proxy war. Proxy war adalah perang yang tanpa menggunakan peralatan bersenjata, tapi dengan meracuni masyarakatnya," tegas Edi.

Ia menerangkan, bisnis narkoba sangat luar biasa keuntungannya. Di Cina, narkoba sudah menjadi industri rumahan, dimana satu kilogramnya dijual hanya Rp500 ribu. Tapi jika sudah sampai di Indonesia harganya bisa mencapai Rp1 miliar, karena 1 gramnya sudah Rp1 juta.

"Dengan keuntungan yang luar biasa ini ada indikasi mereka sudah berafiliasi dengan penjahat teroris, dari segi pembiayaannya. Ini kelihatannya tidak nyambung, namun dalam konsep operandinya mereka sejalan," kata Edi.

Bahkan ada indikasi dana dari bisnis narkoba untuk permainan politik, yang dengan itu mereka bisa membeli apa saja.

"Nah ini yang dikhawatirkan bapak Presiden Joko Widodo, kalau ada indikasi proxy war," tegasnya.

Namun demikian, lanjut Edi, Presiden sudah mewacanakan di tahun berikutnya saat Indonesia melaksanakan ulang tahun emasnya di tahun 2045 diharapkan Indonesia sudah menjadi top ten dunia mulai dari sumber daya manusianya (SDM), ekonomi dan struktur lainnya.

Untuk memberantas peredaran narkoba ini, semua pihak harus mengambil perannya masing-masing. Karena jika tidak akan menghancurkan masyarakat terutama anak-anak muda.

"Jika kita abai dengan masalah narkoba, tidak menutup kemungkinan akan menggagalkan untuk membentuk Indonesia yang maju SDM-nya di 2045," ucap Edi Swasono. (*)

Artikel ini telah terbit pada Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Rabu, 15 September 2021 dengan judul "Bincang Santai Bersama Kepala BNNP Lampung Brigjen Pol Edi Swasono (Bagian 1)
15 Kabupaten/Kota Zona Merah Narkoba
"


Video KUPAS TV : PENYALAH GUNA NARKOBA DIPENJARA, KELUAR MALAH JADI BANDAR