• Kamis, 12 Juni 2025

Jaga Kesuburan Tanah, Petani di Mesuji Terapkan Sistem Tanam Bergilir

Senin, 06 September 2021 - 16.17 WIB
250

Bagio (50) salah satu petani di Desa Brabasan, Kecamatan Tanjung Raya, Mesuji. Foto: Komang/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Mesuji - Petani di Kabupaten Mesuji saat ini melakukan sistem tanam bergilir. Pasalnya lahan yang sebelumnya ditanam tanaman cabai, kini dialihkan ke tanaman semangka. Hal itu untuk menjaga kesuburan tanah, memutus serangan hama atau penyakit, dan menjaga kestabilan harga pada saat panen.

Bagio (50) salah satu petani di Desa Brabasan, Kecamatan Tanjung Raya mengatakan, saat ini dirinya menanam tanaman semangka. Adapun sebelumnya Bagio menanam tanaman cabai.

Bagio melakukan pola sistem bergilir yang sebelumnya menanam cabai bukan karena beralih dari tanaman cabai, namun menurutnya itu adalah sebuah sistem pola tanam yang dilakukan di dunia bertani.

Dengan melakukan sistem tanam bergilir akan meningkatkan kesuburan tanah. Apabila sebelumnya menanam tanaman cabai, dan terdapat hama yang mengganggu tanaman. Maka dengan sistem bergilir akan membuat hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman sebelumnya akan terputus.

Pola tanam bergilir juga diyakini oleh Bagio dapat menjaga kestabilan harga komoditas pertanian. Menurutnya apabila semua petani menanam satu jenis komoditi, kemungkinan besar pada saat panen akan berpengaruh terhadap nilai jual komoditi tersebut.

"Semakin banyak yang menanam, maka kemungkinan besar nilai jual pada saat panen akan turun drastis. Sebab harga pertanian saat ini selalu mengalami fluktuasi," ujar Bagio.


Pola tanam bergilir yang diterapkan oleh Bagio di lahan seluas 1,5 Hektar tersebut dengan menanam tiga jenis tanaman, diantaranya singkong, cabai dan semangka.

"Adapun target kami nanti saat panen yaitu lahan dengan seluas 1,5 hektar ini minimal mencapai 35 Ton buah semangka," ujar Bagio.

Menurut Bagio harga jual buah semangka milik petani per 1 Kg dijual dengan harga Rp4.500. "Namun nanti kita tidak tahu mas pada saat kami panen, sebab harga pertanian ini kan tidak pasti," ujarnya.

Namun saat ini Bagio juga mengeluhkan harga pupuk yang mulai naik. Pasalnya pupuk organik seperti pupuk kompos Petrogenik dari harga Rp35 ribu per sak kini naik menjadi Rp70 ribu per sak.

Begitu juga pupuk kimia seperti TSP, Urea, KCL, dan TSP kembali mengalami kenaikan. "Sekarang pupuk KCL Rp390.000 sebelumnya Rp320.000, TSP sekarang Rp490.000 padahal sebelumnya Rp375.000, Sekarang pupuk Urea bersubsidi juga mengalami kenaikan dari harga Rp100.000 kini menjadi Rp140.000," ujarnya.

Dengan naiknya harga pupuk kimia dan kompos, ditakutkan Bagio akan mengakibatkan besar pengeluaran dari pada penghasilan mereka.

"Kalau harga pupuk naik dari biasanya, otomatis cost tinggi. Kalau harga jual hasil panen tinggi enak. Tetapi kalau pengeluaran lebih tinggi dari pada penjualan kan bingung," ujar Bagio.

Saat ini dirinya juga berharap Pemerintah bisa memperhatikan nasib petani dengan selalu memantau harga - harga pupuk atau pun sarana produksi yang digunakan petani.

Begitu juga harga-harga setiap komoditas pertanian diharapkan agar selalu dipantau. Sebab hal tersebut berdampak pada pendapatan petani.

"Sebab petani ujung tombak dalam menjaga ketahanan pangan, tetapi petani Indonesia jangan ditombak nasibnya," ujar Bagio. (*)


Video KUPAS TV : HARGA TERI NASI DI LAMPUNG TIMUR TURUN DRASTIS