• Senin, 30 September 2024

Nilai Fenomena Mural, Damsi: Seniman Juga Harus Beretika Dalam Berkarya

Selasa, 31 Agustus 2021 - 15.20 WIB
533

Seniman Lampung, Damsi (52). Foto: Gamela/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Fenomena kritik pemerintah lewat seni mural kini tengah menjadi perhatian di kalangan masyarakat. Banyaknya seni mural yang isinya mengkritik pemerintah dihapus oleh pihak berwajib membuat masyarakat menggangap bahwa pemerintah sekarang sangat anti kritik. 

Menanggapi fenomena viral tersebut, seniman Lampung Damsi (52) sekaligus koordinator lapangan Komunitas Kuas dan Komunitas Pemula (Pelukis Mural Lampung) menilai kejadian ini dari sudut pandang etika dan sikap dari seorang seniman. 

Menurutnya, seniman sah dan dibenarkan untuk memberikan kritik terhadap pemimpin lewat karya seni apapun di media manapun asalkan telah memiliki izin dari pemilik tempat atau media untuk berkarya. 

Sayangnya, ia tidak menyetujui sikap dari aksi yang dilakukan oleh seniman mural yang karya kritiknya viral di media sosial dari wilayah Jawa karena dianggap melanggar etika dalam menggunakan fasilitas umum tanpa izin dari pemerintah. Sehingga berujung kepada penghapusan karya mural yang berakibat dengan lahirnya polemik baru. 

"Saya setuju kalau seniman melalukan kritik lewat karya seni apapun termasuk mural sekalipun, itu sah-sah saja, tapi harus mengedepankan etika. Saya yang seprofesi dengan mereka sebagai seniman tidak sepakat karena mereka tidak menjunjung nilai etika dan sikap dalam berkarya di ruang publik karena mereka yang saya lihat tidak mengantongi izin," kata Damsi, Selasa (31/8/21). 

Ia pun memberikan perumpaan sederhana tentang aksi yang dianggapnya tidak mematuhi etika oleh sang pembuat mural. 

"Gini aja kalau dinding rumah kamu tiba-tiba dicoret-coret sama orang yang gak dikenal kamu marah gak? Marah kan. Gitu aja. Seniman juga harus punya etika dan sopan santun dalam berkarya. Junjung dong etika. Negara kita kan dikenal dengan budaya timur dan budaya sopan santun," ujarnya. 

Ia menerangkan, jika sebelum mengeritik seseorang mereka perlu melakukan pengumpulan data atau informasi yang valid terhadap objek yang akan menjadi sasaran kritik. Hal itu bertujuan agar seni yang dibuat dapat dipertanggung jawabkan oleh pembuatnya. 

"Apakah kritik sudah melalui kajian-kajian dari pelukis itu sendiri? karena kita dalam melaksanakan sesuatu harus sebijaksana mungkin, harus penuh dengan dasar-dasar  pertimbangan yang matang. Kalaupun ingin memberi kritik dengan media seni, ide atau gagasan sudah termuat secara utuh belum," lanjutnya.

"Dan juga dasar untuk mengkritik seperti informasi atau pun data sudah yakin benar? Itu semua perlu untuk menjadi pertanggung jawaban oleh sang seniman itu sendiri agar tidak menjatuhkan orang lain. Sebab, saat sebuah seni telah siap diciptakan seniman itu memiliki tanggung jawab terhadap publik," ungkapnya.

Dirinya pun mengutip kata-kata dari maestro seni Indonesia yaitu Affandi Koesoema berbunyi "seni adalah sebuah ilmu" artinya seni diciptakan bukan hanya sekedar untuk berekspresi dan menghibur tapi juga menjadi pedoman bagi hidup. Sebuah karya seni juga diciptakan berdasarkan pertimbangan dan konsep yang matang dari pembuatanya bukan sekedar lewat emosional belaka. 

"Sebuah karya harus didasarkan pada sebuah pertimbangan dan konsep yang matang sehingga tahu akibat dari sebuah karya yang ditampilkan bukan hanya sekadar diciptakan lewat emosional sesaat saja," ungkapnya.

Damsi juga tidak menyalahkan tindakan pihak aparat berwajib yang menghapus mural-mural kritikan yang bertaburan di dinding-dinding publik, sebab fasilitas umum tersebut milik pemerintah sehingga siapa yang ingin menggunakan fasilitas itu perlu mengantongi izin terlebih dahulu sebelum menggunakanya. 

"Hendaknya para seniman yang ingin berkarya lewat seni di ruang publik memikiran kedua hal penting ini, pertama lukisan itu di tempatkan di mana. Kalau di ruang publik sudah memiliki izin belum sama pemerintah? terlepas dari konteks isi seni nya apakah mengkritik, menghibur atau lainnya. Jadi, seniman harus punya etika dan adab. 

Kedua, seniman tidak dibenarkan menggunakan media yang bukan miliknya dalam berkarya karena itu melanggar etika. Kita sebagai seorang seniman juga harus menjunjung tinggi etika dalam profesi berseni," ungkapnya.

Dirinya mengajak kepada para seniman lain di luar sana untuk bekerja sama dengan pihak pemerintah dalam urusan seni. Karena ia yakin bahwa pemerintah akan mendukung kegiatan baik ini juga akan memberikan ruang dan kesempatan lebar bagi mereka untuk menumpahkan segala kreativitas dalam bentuk apapun sebab masyarakat Indonesia hidup dalam negara demokrasi di mana pemerintah terbuka dalam menerima kritikan. 

"Menurut saya pemerintah itu gak anti-kritik karena kita hidup di negara demokrasi di mana orang-orang bebas berpendapat. Seniman juga dapat bekerja sama dengan pemerintah dalam urusan seni sehingga pelaku seni memiliki akses izin berkarya di ruang publik dengan legal apakah seni itu  bentuknya mengkritik atau pun tidak mengkritik agar tidak kucing-kucingan seperti ini," pungaksnya. (*)

Video KUPAS TV : MODUS AKAN DINIKAHI, WARGA LABUHANRATU PERKOSA GADIS 16 TAHUN

\
Editor :