• Sabtu, 23 November 2024

DPRD Masuk Angin, oleh Iwan Irawan

Selasa, 31 Agustus 2021 - 13.38 WIB
884

Iwan Irawan. Foto: Doc/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Pernyataan Ketua Pengadilan Negeri Liwa, Yuli Artha Pujayotama, menjawab pertanyaan publik terhadap pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Badan Kehormatan DPRD hingga sekretariat para wakil rakyat di Kabupaten Lampung Barat.

Pasalnya beberapa waktu yang lalu, dikonfirmasi terpisah dan di waktu yang tidak bersamaan, sekretariat DPRD melalui bagian risalah, ketua badan kehormatan, dan ketua DPRD mengaku belum menerima putusan dari pengadilan atas vonis Sarjono anggota DPRD pengguna ijazah palsu.

Entah karena ketidak-tahuan, atau memang berusaha mengulur waktu, lembaga yang terhormat itu seolah kompak mengatakan belum bisa mengambil langkah terkait anggota DPRD nya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan Rutan.

Padahal, sebagai wakil rakyat yang di pilih oleh rakyat semestinya jeli melihat kepentingan rakyat. Jangan sampai masyarakat dirugikan baik secara finansial maupun waktu. Karena dalam kasus Sarjono tentu rakyat dirugikan karena ia masih menerima gaji walaupun tidak menjalankan fungsi nya sebagai wakil rakyat.

Sehingga wajar jika publik bertanya, bahkan menyebut DPRD masuk angin. Jika betul begitu, DPRD harus minum tolak angin, seperti iklan yang sering lewat di sejumlah televisi, "Orang Pintar Minum Tolak Angin," 

Ketua Pengadilan Negeri Liwa, Yuli Artha Pujayotama menegaskan, pihaknya tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan petikan putusan Sarjono kepada lembaga manapun termasuk DPRD, kecuali terdakwa atau penasehat hukum terdakwa, penuntut umum, penyidik, dan Rutan atau Lapas.

Hal itu terangnya, sesuai dengan surat edaran mahkamah agung no 1 tahun 2011. Namun sesuai pasal 52 a Undang-undang tentang peradilan umum no 49 tahun 2009 junto juga Pasal 226 ayat (3) KUHAP, kemudian Undang-undang keterbukaan publik siapapun boleh meminta salinan putusan.

Dengan catatan lanjutnya yang membutuhkan mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk meminta salinan putusan. Itupun harus melalui prosedur mulai dari mengisi formulir permohonan. Lalu selanjutnya dilakukan pengkajian yang kemudian apabila diizinkan dan atas pertimbangan ketua pengadilan diberikan kepada pemohon.

Belum diberhentikannya Sarjono politisi PPP sebagai anggota DPRD di Kabupaten bumi beguai jejama sai betik itu sebelumnya sempat menarik perhatian praktisi hukum, yang juga ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Liwa, Zeflin Erizal.

Dengan tegas Zeflin yang juga Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lampung Barat itu mengatakan, seharusnya DPRD lebih proaktif. Karena dalam pasal 412 ayat (1), ayat (2) bagi anggota DPRD yang menjadi terdakwa dengan ancaman hukuman 5 tahun yang telah berkekuatan hukum, tetap harus diberhentikan dengan tidak hormat.

Jika putusannya jelas terbukti menggunakan ijazah paket C palsu, dengan sendirinya Sarjono gugur sebagai anggota DPRD karena melanggar pasal 240 huruf e Undang-undang MD3.

Dalam kasus Sarjono, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang terbukti. Sedangkan pasal 69 ayat 1 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, ancaman hukuman nya 5 tahun. Jadi atas dasar itulah Sarjono bisa diberhentikan oleh DPRD atas usulan badan kehormatan.

Zeflin juga menyayangkan jika dibiarkan terlalu lama, selain terjadi kekosongan di kursi DPRD juga merugikan keuangan negara. Pasalnya hingga saat ini gaji Sarjono masih terus mengalir.

Padahal sejak ditetapkan sebagai tahanan kota kejaksaan negeri Lampung Barat pada 24 Maret 2021 lalu, Sarjono tidak lagi menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai anggota DPRD. (*)


Video KUPAS TV : LAMPUNG EKSPOR RIBUAN TON HASIL PERTANIAN KE SINGAPURA