• Minggu, 29 September 2024

Melihat Lokasi Tambang Pasir di Lampung Timur (Bagian 1) Ratusan Lubang Bekas Galian Dibiarkan Terbuka

Senin, 28 Juni 2021 - 07.38 WIB
1.2k

Ratusan lubang bekas galian tambang pasir di Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur berdampak pada kerusakan lingkungan sekitar. Saat ini air sumur warga sudah tidak layak konsumsi dan berwarna coklat seperti berkarat. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Ratusan lubang bekas galian tambang pasir bertebaran di wilayah Kecamatan Pasir Sakti dan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Kerusakan lingkungan mulai berdampak, air sumur sudah tidak layak konsumsi dan berwarna coklat seperti berkarat.

Hampir setiap rumah di Desa Mulyo Sari, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) memiliki pelataran atau halaman untuk menampung tumpukan pasir. Tumpukan pasir ini akan dikirim ke sejumlah daerah sesuai pesanan. Hampir sebagian besar warga di Pasir Sakti menggantungkan hidupnya dari usaha tambang pasir.

Antok (29), warga Desa Mulyo Sari menuturkan, menjadi buruh tambang pasir karena tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Sehingga ia hanya bisa bekerja dengan memanfaatkan kekuatan fisiknya.

"Karena punya tenaga dan semangat saja mas, jadi kerja seperti ini dengan pendapatan sedapatnya. Saya buruh pasir dengan upah seribu satu karung. Sehari kalau cuaca panas bisa dapat 20 karung artinya 20 ribu bisa dikantongi," kata Antok, Sabtu (26/6).

Ia membeberkan, ada beberapa tahapan dalam memproses pasir kuarsa, yakni mulai dari proses penjemuran, pengayakan dan terakhir memasukan pasir ke dalam karung. "Saya tahunya buruh, dan nyiapin pelataran seperti ini nanti ada mobil truk yang nganter pasir. Nantinya pasir yang sudah dikemas dalam karung diambil sama mobil fuso," ucapnya.

Ditanya kemana saja pasir kuarsa itu dikirim dan siapa bos pemilik tambang pasir tersebut, Antok mengaku tidak memahami sejauh itu."Kalau sampai kemana mengirim, siapa bosnya saya nggak tahu mas. Tahunya buruh dan dibayar," kata Antok.

Seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Pasir Sakti, Sutarwo mengungkapkan, masyarakat tidak memahami apakah perusahaan penambang pasir yang beroperasi legal atau ilegal. Ia berharap ada reklamasi atau rehabilitasi pasca penambangan pasir selesai.

“Karena dampak bekas galian pasir jelas nyata dilihat mata dan dirasakan masyarakat. Lingkungan positif rusak, lahan jadi tidak produktif,” kata Sutarwo.

Sutarwo menjelaskan, ada sembilan perusahan pernah melakukan aktivitas penambangan pasir di Kecamatan Pasir Sakti, yakni PT SSJ, Wahana Rahardja, Wahana Pasir Sakti, BDAP 1, BDAP 2, Gio Giro, MMTK, STL, dan RKA. Kini sebagian besar perusahaan itu sudah menghilang dari wilayah Pasir Sakti, dengan meninggalkan kerusakan lingkungan berupa ratusan bekas galian pasir.

"Mulai ada perusahaan tahun 2001, pertama SSJ lama-lama bertambah hingga ada sembilan perusahaan. Bayangkan selama 14 tahun sembilan perusahaan menggali pasir, seberapa besar kerusakan lingkungan yang ditimbulkan,” tegas Sutarwo.

Karena tidak ada gerakan dari pemerintah untuk melakukan reklamasi, sejumlah warga berinisiatif memanfaatkan bekas lubang galian pasir yang tidak produktif itu untuk mencetak sawah, membuat kolam ikan dan tempat wisata.

"Namun itu hanya nol koma sekian persen saja yang bisa dimanfaatkan dari luasan yang ada,” ujarnya.

Sutarwo membeberkan, salah satu dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari tambang adalah kondisi air sumur sudah tidak layak dikonsumsi. “Air terasa seperti payau dan berkarat. Saluran air (paralon) cepat berkarat jika selama 6 bulan tidak dibersihkan. Dan dipenuhi kotoran menyerupai karat berwarna kecoklatan,” ungkapnya.

Menurut Sutarwo, saat ini sebagian warga Kecamatan Pasir Sakti sudah mengeluhkan kondisi air sumur yang sudah berubah dari sebelumnya. “Bisa dibilang sekitar 70 persen penduduk Pasir Sakti mengeluhkan air sumur sudah tidak bersih dan bisa dikonsumsi lagi," lanjut dia.

Ia menambahkan, saat ini sebagian warga harus membeli air bersih dari penjual yang berkeliling dengan harga Rp3 ribu per satu galon ukuran 19 liter. Kini air sumur yang ada hanya digunakan untuk mencuci pakaian, perabot dapur dan mencuci kendaraan.

"Kondisi seperti ini sudah terjadi sejak 2011 lalu dampak dari bekas tambang pasir tersebut. Dalam bekas galian pasir itu bisa mencapai 8 sampai 12 meter. Bisa saja air dari bekas galian itu terserap masuk dalam sumur,” imbuhnya.

Ia berharap dinas terkait bisa melakukan penelitian apa saja dampak kerusakan lingkungan yang sudah ditimbulkan dari keberadaan bekas tambang pasir. Lalu ada solusi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi dampak kerusakan lingkungan tersebut.

“Karena sebelumnya sumber mata air sumur di Pasir Sakti masih bisa dikonsumsi. Saya tidak berprasangka buruk, tapi memang persoalan air bersih menjadi keluhan banyak masyarakat. Kalau tidak percaya bisa ngobrol dengan warga sekitar,” saran dia.

Sekretaris Camat (Sekcam) Pasir Sakti, S. Putu saat dihubungi mengatakan sebagian besar warganya saat ini menjadi buruh sebagai pengayak pasir kuarsa. Pasir tersebut diambil dari wilayah Kecamatan Pasir Sakti, lalu dibeli sama pengepul pasir kuarsa dan dijual ke wilayah Jakarta.

“Saat ini pasir kuarsa diambil menggunakan mesin kecil berupa genset. Tidak seperti tahun tahun sebelumnya saat dikelola perusahaan, menggunakan mesin mesin besar dan berbagai alat berat. Warga saat ini hanya leles (mengumpulkan) pasir di bekas kubangan yang sudah lama. Pasir kuarsa yang dikumpulkan bukan pasir seperti dulu yang pernah ditambang perusahaan," jelas Putu.

Putu mengakui, bekas lubang galian tambang pasir yang ditinggalkan perusahan meninggalkan kerusakan lingkungan, yakni kubangan menyerupai danau hingga mencapai luas ratusan hektar sampai kondisi jalan yang rusak.

“Sampai saat ini ada 8 titik jalan yang rusak parah. Satu titik panjangnya bervariasi ada yang 500 meter, seribu meter hingga tujuh ribu meter,” terangnya.

Menurutnya, bukan pemerintah tidak membenahi, namun usai dibenahi tidak lama rusak lagi. Karena jalan yang semestinya hanya kendaraan kapasitas 8 ton, dilewati mobil memuat pasir dengan kapasitas sampai 30 ton.

Jika tahun ini ada perbaikan jalan kemungkinan bisa awet, karena mobil-mobil besar milik perusahaan sejak 2015 tidak lagi melintas.

"Terkait reklamasi di bekas lubang galian, pihak kecamatan sudah sering meminta ke pihak pemerintah. Setiap tahun ada musrenbang tingkat kabupaten kami selalu mengusulkan reklamasi, namun jawaban dari pihak PU akan diusulkan ulang ke provinsi karena tambang pasir ranahnya provinsi," ujar Putu. (*)

Berita ini sudah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas Edisi Senin (28/6/2021).

Editor :