• Jumat, 29 Maret 2024

Sejak Umur 12 Tahun, Jaka Jadi Pemburu Ulung di Hutan TNWK

Rabu, 23 Juni 2021 - 15.08 WIB
232

Jaka alias Kacung, menyesali perbuatan ilegal dalam hutan yang dia lakukan sejak umur 12 silam. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Lampung Timur, Kupastuntas.co - Kepala Jaka alias kacung tampak bersandar pada tangan kiri nya, tangan kanan menjapit sebatang rokok kesukaan nya, rasa penyesalan terlihat pada tatapan matanya, suara terpaan air hujan pada atap rumah Jaka mengiringi obrolan sore itu, Selasa (22/6/2021).

"Saya mewanti wanti terutama anak saya, saudara dan kawan kawan yang tentu belum terjerumus dalam dunia perburuan ilegal dalam hutan, karena saya tau berburu itu berisiko, sengsara, terasa tidak nyaman hidup dalam intaian petugas (Polhut)," awal ucapan pria kelahiran 1966 silam.

Kopi hangat di atas meja kayu yang disuguhkan, serasa melambai untuk diseruput seiring dengan udara dingin karena hujan mengguyur deras di Desa Labuhan Ratu VI, Kecamatan Labuhanratu, pria 55 tahun dengan perawakan kurus tinggi mulai terus menceritakan pengalaman terlarangnya.

"Saya ini mulai mengenal hutan, mulai belajar berburu, mencari penghasilan dengan cara ilegal sejak usia 12 tahun, bukan karena hobi tapi karena ingin mempunyai penghasilan," celetuk Jaka dengan pandangan tajamnya.

Saat usia 12 tahun, Jaka bersama rekannya yang sudah dewasa turut mencari ikan dengan menggunakan alat tradisional bernama "kecruk" keberadaan ikan sungai dalam hutan Way Kambas saat itu begitu mengiurkan, jenis ikan gabus, lembat dan sejenisnya begitu mudah didapat tanpa harus menggunakan obat obatan atau peralatan yang mengandung arus (struk).

"Yang namanya kali batin dulu itu seperti istana ikan, tidak perlu susah payah untuk dapat ikan disana, cukup bawa kecruk atau seser mudah kalau hanya untuk mendapat ikan sebanyak 5 kilo satu orang," terang Jaka.

Seiring usia menginjak dewasa, mencari ikan tidak lagi menjadi dambaan, karena hasil dari jual ikan tidak begitu cukup untuk usia remaja belasan tahun, di usia 17 tahun Jaka mulai merambah ilegal loging dan mencari getah Meranti. Untuk kayu yang menjadi sasaran yakni jenis kayu kayu super seperti Meranti, Puyung dan Darma Jati.

Untuk menumbangkan kayu kayu kokoh dalam hutan Jaka hanya menggunakan gergaji manual, karena gergaji manual tidak mengeluarkan suara gemuruh seperti gergaji mesin, sehingga tidak mengundang perhatian atau mengusik satwa.

"Setiap gesek kayu berdua, pulang kayu nya kita pikul ukuran 12x4 meter, tapi ya tidak setiap hari mungkin sebulan dua kali, selain tenaga yang tidak sanggup tentu juga ada rasa khawatir (takut)," kata Jaka.

Namun kalau berburu getah Meranti, Jaka mengaku setiap hari, berangkat pagi pulang siang, setiap aktivitas mencari getah Meranti Jaka rata rata membawa pulang sedikitnya 50 kilo, sementara saat itu di tahun 1978 harga sekilonya 50 rupiah.

"Kan dulu ada pembeli khusus, yang nampung getah Meranti lumayan sekilo 50 rupiah jika jual 50 kilo, 2.500 rupiah," tutur Jaka.

Jaka mengaku bukan berarti kegiatan ilegal dirinya tidak diketahui anggota Polisi Hutan (Polhut), dirinya mengaku sering didatangi bahkan pernah ditemui saat beraktivitas dalam hutan, namun karena waktu itu tidak begitu tegas seperti saat ini, Jaka mengaku hanya mendapat teguran ringan saja.

"Ya mungkin karena jaman nya dulu beda dengan sekarang, sehingga cuma ditegur-tegur saja, tapi nama nya kebutuhan tetap saja masuk hutan, mungkin kalu jaman sekarang ya sudah ditangkap," ucap Jaka.

Selesai melakukan ilegal loging dan memburu getah Meranti, Jaka menjadi pemburu Menjangan dengan cara "geladak" atau dengan menggunakan anjing yang sudah terlatih, sekali berangkat masuk hutan dengan tiga anjing nya waktu itu, hanya butuh waktu 4 jam, minimal 3 ekor Menjangan didapatnya.

"Walah gampang buru menjangan, tiga anjing saya seperti singa, gesit nalurinya bagus berangkat jam 7 pagi pulang jam 11 siang minimal tiga ekor Menjangan dapat pokok seni memburu dengan geladak," kata jaka.

Menjangan hasil buruannya bukan untuk dikonsumsi melainkan tujuan utama untuk dikomersilkan, dengan harga 40 ribu per kilo, bahkan Jaka alias Kacung sering menyuplai daging Menjangan untuk kegiatan hajatan.

"Kalau yang pesan orang hajatan lumayan, sekali jual banyak bisa sampai 50 kilo, biasanya pemesan minta bersih udah berupa daging namun kondisi masih segar," kata Pria dua anak itu.

Tak hanya Menjangan, burung pun menjadi sasaran mangsa baginya, terutama jenis murai dan cucak hijau, alat yang digunakan untuk memburu burung dengan menggunakan jaring, untuk satu ekor murai biasanya Jaka jual 1,5 juta sedangkan cucak hijau 400 ribu per ekor.

Dari usia 12 menjadi pemburu Jaka mulai sadar dan tidak lagi berburu di usia 53 tahun, berhentinya Jaka bukan karena usia melainkan sering diberi pembinaan oleh mitra mitra konservasi TNWK.

"Saya kalau di takuti nanti di tangkap oleh Polhut sudah biasa, kali di hutan adu lari dengan polhut belum tentu Polhut bisa tangkap saya, yang membuat hati saya reda sering di ajak ngobrol dengan kawan kawan Konsevasi sehingga saya luluh dan benar benar menyesal," tutur Jaka.

Jaka mengaku, menjadi pemburu bukan pilihannya melainkan desakan ekonomi, ingin menjadi petani tidak memiliki sawah, ingin berjualan tidak memiliki modal, karena dekat dengan hutan sehingga nalurinya yaitu berburu. "Tapi sekarang saya tekuni ternak sapi saja sejak 2020 saya tidak berniat lagi melakukan tindakan ilegal dalam hutan," tegasnya. (*)

Video KUPAS TV : LIMA CABANG BAKSO SONY SE BANDAR LAMPUNG DISEGEL!

Editor :

Berita Lainnya

-->