• Kamis, 25 April 2024

Mengenal Lebih Dekat Danlanal Lampung Kolonel Laut (P) Nuryadi (Bagian 1) Sejak Kecil Sudah Bercita-cita Jadi Anggota TNI AL

Senin, 21 Juni 2021 - 08.10 WIB
567

Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Lampung, Kolonel (P) Nuryadi.

Bandar Lampung, Kupastuntas.co - Tak ada usaha yang mengkhianati hasil. Pepatah ini menggambarkan perjuangan Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Lampung, Kolonel (P) Nuryadi.

Kolonel Nuryadi berasal dari keluarga yang ekonominya serba pas pasan. Sudah begitu, dari kampung pula. Namun berkat kegigihan dan persiapan yang terus ia asah, cita-citanya menjadi seorang perwira TNI Angkatan Laut, akhirnya bisa terwujud. Cucuran keringat dan air mata menjadi saksi bisu perjuangannya kala itu.

Banyak anak dan remaja yang belum menemukan cita-citanya, meski sudah lulus sekolah. Namun Nuryadi sejak duduk di bangku SMP sudah menentukan pilihannya, yaitu menjadi anggota TNI.

Nuryadi kecil awalnya terpesona saat pertama melihat siswa AKABRI yang berlatih tak jauh dari tempat tinggalnya. Melihat para calon perwira yang gagah dengan seragamnya, Nuryadi Ketika itu jatuh hati, dan meniatkan diri mendaftar AKABRI setelah lulus SMA.

“Waktu itu saya melihat para Taruna AKABRI (dari satuan polri) lewat dan latihan di Polres. Saya melihat dari uniform-nya saja sudah tertarik. Pangkatnya gede-gede, dari jauh kelihatan mengkilat,” kata Nuryadi saat berbincang dengan Kupas Tuntas, Minggu (20/6).

Nuryadi awalnya tidak mengetahui di AKABRI, ada empat satuan yang dibina di sana. Yaitu TNI AD, AL, AU dan Polri. Namun setelah mendapatkan pengetahuan dan dukungan dari sang ayah, ia baru paham, bahwa ada beberapa kecabangan. Ia pun memilih kelak akan masuk menjadi perwira TNI Angkatan Laut.

Nuryadi kecil sudah tidak asing dengan laut dan pantai. Ia tinggal di Batang, Jawa Tengah, rumahnya berada di wilayah pesisir. Nuryadi kecil  sudah terbiasa ikut mencari ikan bersama para nelayan. Selain itu, terdapat Markas TNI AL yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

“Waktu itu orangtua saya mendukung dan bilang, kalau mau jadi Jenderal ya memang harus masuk AKABRI. Waktu itu soal-soal pangkat saya nggak tahu, niatnya hanya pengen jadi Angkatan Laut. Awalnya pengen masuk sekolah pelayaran, tetapi orang tua nggak punya biaya,” ungkapnya.

Setelah mempelajari persyaratan masuk AKABRI, Nuryadi pun mempersiapkan diri masuk SMA dan jurusan IPA. Tapi ia terkendala lantaran pendaftaran di SMA negeri waktu itu sudah full.

Ia sempat mendaftar di SMK kejuruan pertanian. Namun akhirnya memilih keluar dari SMK tersebut karena jika lulus, nantinya tidak punya peluang lagi masuk AKABRI. Ia lalu mendaftar di satu SMA yang baru dibuka dan menjadi siswa angkatan pertama di sekolah itu.

“Waktu itu mau daftar SMA negeri sudah penuh. Jadinya saya masuk SUPM, sekolah pertanian. Tapi kemudian saya mikir, kalau masuk pertanian kan nanti tidak bisa masuk AKABRI lagi. Karena yang diterima harus SMA dan jurusannya IPA. Akhirnya saya masuk SMA Pemda,” bebernya.

Selama di jenjang SMA, ia berhasil meraih berbagai prestasi yang membanggakan. Mulai dari juara cerdas cermat, menjadi kepala drumband tingkat kabupaten, hingga kegiatan Pramuka di tingkat nasional.

Setelah lulus, waktunya bagi Nuryadi mempersiapkan diri seleksi AKABRI. Seluruh tahapan seleksi berhasil ia lalui dengan hasil baik.  Namun saat seleksi pusat di Magelang, ia dinyatakan gagal pada tes Pantukhir. Nuryadi kecewa, namun kekecewaan itu ia balas dengan melakukan persiapan yang lebih baik.

“Tes pertama itu saya sudah masuk seleksi di pusat, di Magelang, setelah saya seleksi tingkat daerah semuanya berhasil. Di Magelang waktu itu total pesertanya berjumlah 29 ribu calon, dan saya gagal di Pantukhir,” kenangnya.

Pulang dari Magelang, Nuryadi bertekad melakukan persiapan yang lebih baik. Ia rutin melatih fisik, dan terus berdoa kepada sang Khalik. Sembari menunggu seleksi AKABRI  dibuka kembali, Nuryadi bekerja di salah satu pabrik tekstil.

Karena Nuryadi telaten dalam bekerja, pihak perusahaan bahkan menawarkannya sekolah ke Jepang. Namun tawaran ini ditolaknya,  karena cita-citanya telah bulat ingin kembali mengikuti seleksi AKABRI.

“Saya mau diberangkatkan sekolah ke Jepang, tapi saya nggak mau. Selama setahun itu saya fokus persiapan. Mulai dari olahraga rutin setiap pulang kerja, berdoa, berpuasa, dan juga ritual mendoakan kakek nenek saya di makamnya di Cirebon,”  ungkapnya.

Kerja keras yang ia lakukan selama setahun dalam persiapan itu pun akhirnya berbuah manis. Nuryadi yang kembali ikut seleksi Akabri dinyatakan lulus. Saat itu tahun 1984, total peserta tes di pusat mencapai 30 ribu orang. sementara yang lulus hanya 997 orang yang kemudian dibagi dalam empat matra.

Setelah itu, ia pun mulai mengikuti pendidikan dasar militer yang terkenal keras dan tegas. Namun Nuryadi tak pernah mengeluh. Semua tantangan yang ia hadapi selama pendidikan selalu ia syukuri karena bisa menjadi taruna adalah harapannya sejak lama.

“Biarpun saya direndam di tempat kotor sekalipun, saya tidak ada jijik, tidak ada takut. Yang ada senang dan semangat. Waktu dinyatakan gagal saya juga nggak putus asa, saya berlatih lebih keras. Jadi kalau ada orang yang sedang mencoba sekali langsung gagal, jangan putus asa, lakukan persiapan yang lebih baik lagi,” tandasnya. (*)

Editor :