• Kamis, 25 April 2024

Semua Anggota KTH di Jaya Udik II Mantan Pemburu di Way Kambas

Selasa, 15 Juni 2021 - 18.01 WIB
216

Semua Anggota Kelompok Tani Hutan di Jaya Udik II Mantan Pemburu di Way Kambas. Foto: Ist.

Lampung Timur, Kupastuntas.co - Semua anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) di Desa Rantau Jaya Udik II, Kecamatan Sukadana merupakan mantan pelaku perburuan di hutan Way Kambas. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Desa Rantau Jaya Udik II, Sugeng Riyadi, Selasa (15/6/2021).

"Di desa kami ada empat KTH yaitu Wana Sari, Wana Bakti, Wana Asri dan Wana Jaya Lestari. Di dalamnya semua mantan pemburu," kata Sugeng dengan tegas.

Sugeng menjelaskan, desa yang dia pimpin merupakan desa penyangga yang langsung berbatasan dengan hutan TNWK, sehingga sangat mungkin dan mudah warganya untuk masuk ke dalam hutan melakukan kegiatan ilegal.

"Alasan mereka (pemburu) cuma satu, butuh pekerjaan dan dampak kekecewaan dari konflik gajah liar terhadap petani, karena gajah liar sering merangsek tanaman warga," ucap Kades Rantau Jaya Udik II itu.

Sugeng juga mengakui, sampai saat ini masih ada warga nya yang menjalani hukuman karena melakukan perburuan dan tertangkap tangan oleh aparat Polhut saat melakukan patroli.

Ironisnya, pelaku pemburu tidak memiliki efek jera dengan tindakan tegas Polisi. "Herannya tidak kapok, malah pada main kucing kucingan, ketika masuk hutan," ungkapnya.

Ketika terbentuknya sebuah kelompok bernama Kelompok Tani Hutan (KTH) yang dipandu oleh pihak Balai TNWK dan mitra konservasi, para pelaku kegiatan ilegal dalam hutan bias dirangkul, sehingga tidak lagi melakukan perburuan.

Setelah dibentuknya KTH dimaksud, para pelaku perburuan mendapat pembelajaran tentang penting nya hutan, dan memiliki sebuah pekerjaan yang menghasilkan. Sehingga pendekatan dengan melakukan pembinaan secara keberlangsungan sangat efisien untuk mencegah pelaku pemburu.

Sugeng juga berharap kepada pemerintah agar bisa memberikan regulasi tentang anggaran Dana Desa (DD) bisa dialokasikan sebagai pembangunan kanal yang bermanfaat sebagai pembatas hutan antara Desa Muara Jaya II.

"Kalau konflik gajah dan petani sampai saat ini masih berlangsung, karena kanal pembatas hutan dan desa sudah dangkal dan pemerintah tidak memikirkan persoalan itu. Jika DD sebagian bisa kami alokasikan pembuatan kanal, itu cukup tepat," terang Sugeng.

Sementara Kepala Balai TNWK, Amri menanggapi persoalan konflik gajah, pihaknya menyediakan beberapa zona kusus yang biasa dikelola masyarakat, baik untuk wisata atau untuk lahan usaha seperti pembuatan kolam ikan.

Batas antara hutan dan peladangan warga rata-rata rawa dan safana. Jika rawa bisa dimanfaatkan untuk pembuatan kolam ikan air tawar, hasilnya bisa dinikmati atau jika safana bisa digunakan sebagai objek wisata alam.

"Kenapa seperti itu, karena jika di perbatasan hutan selalu ada orang yang beraktivitas, gajah tidak akan keluar," pungkasnya. (*)


Video KUPAS TV : ULAR SANCA SEPANJANG 3,5 METER TIBA-TIBA MUNCUL DI PEMUKIMAN WARGA