• Jumat, 29 Maret 2024

Senapan Angin Modifikasi Jadi Senjata Utama Bagi Pemburu Rusa di Lamtim

Kamis, 06 Mei 2021 - 23.20 WIB
316

Salah seorang warga desa penyangga hutan TNWK saat menyerahkan senapan angin yang sudah di modifikasi kepada Kepala Balai TNWK yang disaksikan Kapolsek Labuhanratu. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Tiga orang yang memiliki catatan perburuan liar telah memberikan pengakuan (testimoni), bahwa mereka (pemburu) bisa berhenti melakukan kegiatan ilegal dalam hutan jika pemerintah atau pihak Balai TNWK bisa memberikan solusi, yakni memberikan lapangan pekerjaan karena mereka bemburu bukan karena hobi melainkan kebutuhan hidup (ekonomi).

Ketiga orang yang memberikan testimoni dalam kegiatan sosialisasi pengendalian penggunaan senapan angin yaitu, Supangat, Agus dan Paimin. Ketiga nya warga Kecamatan Labuhanratu. Testimoni dilakukan di Balai Desa Labuhanratu IX, Kecamatan Labuhanratu, Kamis (6/5/2021) malam.

Supangat mengakui, untuk melakukan perburuan semisal menjangan atau rusa dirinya menggunakan senapan angin yang sudah di modifikasi dengan menggunakan amunisi timah batan dengan kaliber 5,5 mm.

Pengalaman Supangat, senapan angin modifikasi miliknya bisa melumpuhkan menjangan dengan jarak bidik 20 meter.

"20 meter senapan angin milik saya bisa merobohkan menjangan," kata Supangat.

Dirinya mengaku melakukan kegiatan ilegal dalam hutan bukan karena hobi, melainkan untuk kebutuhan hidup, yakni dengan cara berburu menjangan dan hasil buruan akan dijual kepada pemesan.

"Ya, tapi tidak setiap hari masuk hanya waktu waktu tertentu," ungkapnya.

Namun mulai malam ini (kamis) dirinya berjanji tidak akan melakukan kegiatan terlarang dalam hutan, dan bukti yang ditunjukan yaitu Supangat telah menyerahkan senapan angin modifikasi kepada pihak Balai TNWK yang disaksikan oleh Kapolsek Labuhan Ratu.

Selain itu, belasan warga desa penyangga yang memiliki catatan kegiatan ilegal dalam hutan telah menandatangani kesepakatan yang isinya tidak akan melakukan perburuan.

"Tapi kami juga meminta solusi kepada Balai TNWK agar kami memiliki pekerjaan," ucap Supangat yang diamini oleh belasan rekan nya.

Sementara itu Kepala Balai TNWK, Amri berjanji, akan memberikan solusi apa yang diharapkan warga penyangga. Tentunya yang tidak memiliki pekerjaan tetap, Amri memaparkan bahwa hutan TNWK memiliki banyak zonasi.

Terutama zonasi wisata yang bisa di manfaatkan untuk lapangan pekerjaan. Sebab data yang dimiliki Balai TNWK, setiap tahun pengunjung di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) bisa tembus belasan ribu orang.

Artinya warga bisa mendapat penghasilan dari menjual makanan, sofenir dan sebagai pemandu wisata.

"Banyak yang bisa di kelola untuk menghasilkan uang, dan bukan hanya PLG saja yang menjadi zona wisata, ada zona lain yang berpotensi dan akan kami usulkan kepada pak Dirjen. Namun kami perlu melihat komitmen mereka dulu," papar Amri.

Selain zona wisata, TNWK bekerjasama dengan mitra konservasi, bahwa setiap tahun ada bantuan untuk 10 kelompok tani desa penyangga berupa modal usaha seperti peternakan, bebek, ayam, kambing dan sejenis nya.

Tujuannya untuk membantu perekonomian warga penyangga. Artinya solusi untuk mengangkat ekonomi warga penyangga banyak celahnya.

Terkait dengan sosialisai yang dilakukan hari ini (kamis), memang tidak dalam skala besar, hanya mengundang warga penyangga sebanyak 50 orang.

Hal itu karena kondisi alam yang tidak mendukung yakni pandemi Covid-19. Harapan Kepala Balai TNWK yang hadir bisa memberikan informasi kepada rekan nya,

"Kesimpulan dari sosialisasi ini bahwa adanya hutan TNWK tidak membuat masyarakat susah, justru bisa membuat masyarakat mengembangkan ekonomi tanpa harus merusak hutan. Tujuan kami tidak mencari persoalan hukum, namun mencari solusi bagaiman tercipta masyarakat sejahtera hutan lestari," terangnya.

Kalau warga masuk hutan karena kebutuhan hidup, maka bisa dicarikan solusinya. Namun kalau mereka masuk hutan karena hobi tidak akan ada toleransi.

Peran kepala desa penyangga hutan juga berpengaruh penuh untuk mensosialisasikan tentang kegiatan ilegal dalam hutan, dan pada Desember 2021 TNWK sudah melakukan kesepakatan konservasi dengan 23 kepala desa penyangga yang ada di Kabupaten Lampung Timur.

Kedepan TNWK akan melakukan kesepakatan dengan 12 kepala desa penyangga di Lampung Tengah, selanjutnya tiga kepala desa di Tulang Bawang.

"Tujuan kami kedepan bersama mitra konservasi akan menanamkan jiwa konservasi kepada masyarakat penyangga hutan. Sehingga warga penyangga bisa menjadi pagar kelestarian hutan," tutup Amri.

Sementara Kapolsek Labuhanratu, Iptu Feri Setiawan mengatakan, senjata senapan angin yang sudah di modifikasi dengan amunisi kaliber 5,5 mm menjadi senjata utama pemburu. Dan memiliki senjata angin yang digunakan khusus untuk berburu dalam hutan konservasi jelas melanggar UU konservasi, jika dimodifikasi bisa dijerat UU Darurat, dipastikan bisa di pidana.

Namun di hadapan lima puluhan warga desa penyangga hutan, Iptu Feri Setiawan memberikan pengarahan dengan cara humanis, dan kebijakan penuh yakni warga yang masih menyimpan senapan angin modifikasi agar di serahkan secara sukarela.

"Jka kalian menyerahkan secara sukarela, maka kami tidak akan memproses secara hukum, justru pihak Balai TNWK akan memberikan reward kepada kalian," ungkap Kapolsek Labuhanratu.

Kedepan Iptu Feri Setiawan akan memerintahkan anggota Babinkamtibmas agar mensosialisasikan kepada warga desa penyangga untuk menyerahkan senapan angin modifikasi kepada Polisi.

"Saya akan tegaskan kepada anggota Babin kami unuk memberikan pemahaman kepada warga terkait kepemilikan senapan angin modifikasi," pungkasnya. (*)

Berita Lainnya

-->